Latest Post


 


SANCAnews – Lembaga Pengawasan dan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) mendesak Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri dan LPSK untuk melindungi dua oknum Polisi dalam kasus unlawful killing.

 

Desakan untuk memberikan perlindungan dilakukan setelah seorang oknum polisi dalam kasus tersebut diketahui telah meninggal dunia.

 

Wakil Ketua LP3HI, Kurniawan Adi Nugroho menilai bahwa dua oknum Polisi yang terlibat kasus tindak pidana unlawful killing tersebut bisa menjadi kunci untuk membuka kotak pandora terkait peristiwa yang sebenarnya terjadi di ruas jalan tol Jakarta-Cikampek KM 50 dan menyebabkan enam Laskar FPI meninggal dunia.

 

"Kami mendesak Propam Polri dan LPSK bekerja sama melindungi dua oknum Polisi sisanya ini agar tidak terjadi hal-hal yang dapat mengakibatkan dua oknum tersebut tidak bisa memberikan keterangan dengan bebas atas tragedi KM 50 maupun kasus tersebut dihentikan," kata Kurniawan kepada Bisnis, Senin (29/3/2021).

 

Kurniawan mengaku khawatir ada pihak yang lebih tinggi tidak ingin perkara itu terbongkar pada saat tersangka memberi kesaksian di Pengadilan.

 

Dia juga mendesak agar dua oknum Polisi itu masuk ke dalam program LPSK selama proses hukumnya berjalan.

 

"Kan yang jadi pertanyaan itu apakah penembakan itu murni reaksi spontan atau memang perintah dari pejabat yang lebih tinggi lagi," ujarnya.

 

Sebelumnya, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono memastikan EPZ yang jadi salah satu tersangka kasus tindak pidana penembakan empat anggota Laskar FPI meninggal dunia.

 

Rusdi menyebut penyebabnya adalah kecelakaan motor tunggal pada tanggal 3 Januari 2021 sekitar pukul 23.45 WIB di wilayah Tangerang Selatan.

 

"EPZ meninggal dalam kecelakaan tunggal motor scoopy dan meninggal keesokan harinya pada jam 12.55 WIB setelah mendapat perawatan," tutur Rusdi. (*)




SANCAnews – Pasangan suami istri (pasutri) yang menjadi pelaku bom bunuh diri di depan Gereja Katedral, Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), diketahui baru menikah sekitar 7 bulan yang lalu. Menurut keluarga, pasutri itu berbisnis dengan berjualan secara online usai menikah.

 

"(Menikah) 7 bulan lalu. (Kegiatan) jualan online, saya tahu dia jualan online dan suaminya yang antar makanan," ujar ibu kandung dari pelaku bom bunuh diri, EM, saat ditemui di Rumah Sakit Bhayangkara, Makassar, Senin (29/3/2021).

 

EM mengungkapkan anaknya merupakan pelaku wanita dari aksi bom bunuh diri tersebut.

 

"Saya dari keluarga (pelaku) perempuan. Baru tahu tadi malam kalau itu anak saya," kata EM.

 

Menurut EM, dia sudah jarang bertemu dengan putrinya sejak menikah dengan pelaku laki-laki bom bunuh diri. Hal ini karena keduanya sudah tinggal sendiri.

 

"Jadi jarang ketemu selama sudah menikah. Biasa ji datang di rumah tapi jarang," jelasnya.

 

EM sebelumnya tiba di RS Bayangkara, Makassar, diambil sampel DNA. Polisi hendak memastikan identitas putrinya yang menjadi pelaku bom bunuh diri.

 

"Biddokkes Polda Sulsel melakukan tes antemortem yang dan juga periksa DNA terhadap korban yang diduga sebagai pelaku peledakan bom bunuh diri di Gereja Katedral yang terjadi kemarin," kata Kabid Humas Polda Sulsel Kombes E Zulpan saat ditemui di RS Bayangkara Makassar, Senin (29/3).

 

Pengambilan sampel DNA dari keluarga pelaku bom bunuh diri juga untuk memastikan jenis kelamin kedua terduga pelaku.

 

"Yang diperiksa itu, tentunya kita sedang menggali dan memastikan siapa keterangan korban yang meninggal dunia yang berjenis kelamin wanita, yang identitasnya belum kita ketahui," jelasnya. (dtk)

 


 

SANCAnews – Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko merupakan sosok mantan panglima TNI yang besar di era Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono.

 

Pasalnya, karir kemiliteran Moeldoko terbilang moncer di era SBY. Di mana dia diangkat menjadi Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) dan kemudian didaulat menjadi panglima TNI.

 

“Dulu Jenderal Moeldoko cium tangan SBY, menyanjung puji Presiden RI ke-6, yang mengangkatnya jadi KSAD lalu panglima TNI,” kenang politisi Partai Demokrat, Rachland Nashidik kepada wartawan, Senin (29/3).

 

Namun demikian, sikapnya kini seperti peribahasa air susu dibalas dengan air tuba. Setidaknya kesediaan untuk menerima permintaan menjadi ketua umum dari sekelompok orang yang mengatasnamakan diri sebagai kader Demokrat menjadi alasan Moeldoko mulai tidak menghargai SBY.

 

Bahkan teranyar, Moeldoko melontarkan tudingan adanya tarikan ideologi di tubuh Partai Demokrat, yang membuatnya merasa harus turun tangan menyelamatkan. Padahal Demokrat masih berjalan sesuai jalurnya lantaran masih dikawal SBY sebagai ketua Majelis Tinggi, “Kini, ia menusuk dari belakang, bahkan tega memfitnah SBY,” sambung Rachland.

 

Rachland Nashidik pun sulit membayangkan jika di kemudian hari Moeldoko berkuasa. Sebab bukan tidak mungkin fitnah lebih kejam akan menimpa Presiden Joko Widodo pasca tidak lagi menjabat.

 

“Bayangkan, bila ia berkuasa, apa yang akan ia lakukan pada Jokowi yang cuma mengangkatnya jadi KSP,” tutupnya. (rmol)


 


SANCAnews – Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate mengimbau seluruh masyarakat tidak menyebarluaskan konten negatif yang berkaitan dengan aksi terorisme.

 

“Saya meminta masyarakat tidak ikut posting atau menyebarluaskan konten foto, gambar, atau video korban aksi terorisme di media apapun," tegasnya dalam siaran pers tertulis, Jakarta, Senin (28/03/2021).

 

Karena, menurutnya, dengan menyebarkan itu akan memberikan peluang bagi pelaku teror untuk mencapai tujuannya yakni menyebarkan ketakutan di kalangan masyarakat.

 

Johnny G. Plate mengajak masyarakat turut menjaga ruang digital agar aman, dengan mengisi dengan konten positif dan saling mendukung atau memberi semangat.

 

“Sembari memberikan waktu kepada Kepolisian RI untuk menangani kasus ini. Mari jaga ruang digital kita," katanya.

 

"Jika ada konten yang tak layak, mari melakukan komplain ke penyedia platform agar Facebook, Twitter, IG, Youtube dan sebagainya agar segera menurunkan konten tak layak itu,” tambah Plate.

 

Sebelumnya, diberitakan terjadinya ledakan di depan Gereja Katedral Makassar akibat aksi bom bunuh diri terjadi sekitar pukul 10.20 Wita, di Jalan Kajaolalido, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (28/3/2021).

 

Kronologinya, saksi mata di lokasi kejadian sempat melihat dua orang terduga pelaku menggunakan motor berwarna oranye, dengan nomor polisi DD 5984 MD.

 

Pelaku di lokasi kejadian diduga berjumlah dua orang, pria dan wanita. Keduanya sempat dilihat bolak-balik, tak jauh dari lokasi kejadian oleh satuan pengamanan (Satpam) Gereja Katedral Makassar.

 

Informasi terbaru, pelaku merupakan jaringan teroris Jamaah Ansharut Daulah (JAD). Pelaku diketahui berinisial L.

 

Selain terduga pelaku, tidak ada korban jiwa. Namun, sejumlah warga di sekitar lokasi kejadian menjadi korban luka-luka.

 

Dari informasi yang dihimpun, sampai saat ini jumlahnya di Rumah Sakit Bhayangkara tujuh orang, Rumah Sakit Siloam empat orang. Total dengan data luka ringan sudah pulang, sebanyak 20 orang.

 

"Kami pusatkan penanganan korban di Rumah Sakit Bhayangkara. Penanganan terpadu ini agar bisa kami kontrol. Untuk pengawasan yang sama kami bawa ke Bhayangkara," kata Kapolda Sulsel Merdisyam.

 

Dari korban luka-luka, lima di antaranya merupakan Satpam Gereja Katedral yang sedang bertugas. (sc)




SANCAnews – Usai tragedi bom bunuh diri di Katedral Makassar terjadi, video pernyataan Presiden Republik Indonesia (RI) ke 4 Kyai Haji Abdurrahman Wahid atau Gus Dur beredar kembali.

 

Gus Dur kala itu memberikan pernyataan kontroversi soal bom yang dulu pernah terjadi. Pasalnya, Gus Dur menuding bahwa bukti yang ada bom-bom tersebut malah mirip dengan yang dimiliki Polisi.

 

Malah Gus Dur juga menyebut bahwa pelakunya bisa saja aparat itu sendiri, karena semua ini ada dalangnya.

 

Bahkan kata Gus Dur pelakunya belum tentu yang selama ini dituduh sebagai pelaku, yang pasti mereka adalah kelompok fundamentalis.

 

"Ya, Siapa yang tahu bahwa semua ini ada dalangnya, bisa saja pelakunya justru aparat kami sendiri, bukan yang selama ini dianggap sebagai pelakunya, yaitu dari kelompok fundamentalis," ungkap Gus Dur seperti dikutip dari video unggahan akun @FKadrun pada Senin, 29 Maret 2021.

 

"Kita tidak bisa mengetahui kebenarannya, itulah masalahnya," kata Gus Dur.

 

"Tapi Jamaah Islamiyah juga dituduh terlibat," kata Jurnalis pada Gus Dur.

 

Gus Dur pun menjawab: "Ya Saya tahu, tapi tidak ada bukti, bukti yang ada malahan bom itu mirip dengan kepunyaan Polisi,".

 

"Itu masalahnya. Setiap bom yang ada sampai saat ini selalu milik pemerintah," kata Gus Dur menegaskan.

 

Selanjutnya, Jurnalis itu pun menanyakan soal Amrozi. Gus Dur menjawab: "Amrozi menyulut bom pertama, itulah selalu masalahnya, tapi tidak berarti ia terlibat. Tidak, tidak, tidak".

 

Jurnalis pun bertanya lagi pada Gus Dur: "Jadi Anda yakin bahwa para pengebom tidak tahu bahwa ada bom kedua?,".

 

"Ya, betul," jawab Gus Dur.

 

Lalu jurnalis tersebut langsung bertanya lagi: "Siapa yang merencanakan bom kedua?,".

 

"Bisa jadi itu Polisi, atau Tentara, Saya tidak tahu," tandas Gus Dur sambil tertawa. ***

 

source: mantrasukabumi


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.