Latest Post



SANCAnews – Karo Penmas Divisi Mabes Polri, Brigjen Rusdi Hartono menyampaikan seorang terduga penembak anggota Front Pembela Islam (FPI) berinisial EPZ tewas dalam insiden kecelakaan lalu lintas.

 

Rusdi mengatakan EPZ tewas dalam kecelakaan tunggal di Jalan Bukit Jaya, Setu, Kota Tangerang Selatan (Tangsel) pada tanggal 3 Januari 2021 lalu.

 

Kabar tersebut disampaikannya pada konferensi pers yang digelar pihak Mabes Polri pada Jumat, 26 Maret 2021.

 

Mendapati kabar tersebut, Wartakotalive.com mencoba menelusuri lokasi yang disebut-sebut pihak Polri terkait kecelakaan tunggal yang menewaskan EPZ selaku terduga penembak anggota FPI.

 

Namun, seorang warga bernama Boye (36) yang berprofesi sebagai juru parkir di kawasan tersebut mengaku tak mengetahui lokasi tepat Jalan Bukit Jaya yang disebut pihak Polri.

 

"Sembilan tahun jalan sepuluh tahun saya markir di sini. Enggak ada Jalan Bukit Jaya, adanya Bakti Jaya. Kayaknya baru denger saya juga (Jalan Bukit Jaya-red)," kata Boye pria yang telah menjadi juru parkir selama 10 tahun saat ditemui di lokasi, Setu, Kota Tangsel, Sabtu (27/3/2021).

 

Bahkan, Boye mengaku dirinya yang telah menjadi juru parkir selama 10 tahun itu belum mendapat kabar adanya peristiwa kecelakaan lalu lintas yang menewaskan seorang pengendara motor.

 

"Saya markir disini sudah sembilan jalan sepuluh tahun belum pernah ada kecelakaan. Kalau kecelakaan biasa-biasa sih mungkin sebulan sekali mah ada," jelas Boye.

 

"Pokoknya siapa yang markir, karena saya disini yang dituain kalau ada kecelakaan sampai meninggal pasti saya dikasih tahu. Walaupun ada kecelakaan sampai meninggal pasti ada yang laporan ke saya, kecelakaan parah atau tidak parah pasti saya dikasih tahu," lanjutnya.

 

Sementara itu, Sekretaris Kelurahan Bakti Jaya, Fiqri Yanuardi Putra turut membenarkan tak adanya Jalan Bukit Jaya pada kawasan Bakti Jaya, Setu.

 

Menurutnya, pada jalan protokol utama yang terdapat di kawasan itu hanya bernama Jalan Raya Puspiptek.

 

"Kalau didalam perumahan saya kurang hapal ya, tapi kalau dominannya enggak ada sih. Kalau Jalan Bukit Jaya, Kecamatan Setu itu saya baru denger, adanya Bakti Jaya, kalau jalan Bukit Jaya saya belum tahu ya," katanya saat dikonfirmasi, Kota Tangsel, Sabtu (27/3/2021). (*)


 


SANCAnews – Salah satu anggota Polda Metro Jaya berinisial EPZ yang diduga menembak laskar FPI di Km 50 Tol Jakarta-Cikampek (Japek) disebut meninggal dunia karena kecelakaan tunggal di Jalan Bukit Jaya, Kecamatan Setu, Tangerang Selatan, 3 Januari lalu. Polsek Setu mengaku akan mengecek terkait detail peristiwa tersebut.

 

"Setahu saya, setahu saya ya, apalagi anggota (Polri) meninggal, sudah pasti saya monitor itu kan. Tapi sejauh ini saya nggak ada laporan. Nanti saya cek lagi," kata Kapolsek Setu AKP Dedi Herdiana saat dihubungi, Sabtu (27/3/2021).

 

Peristiwa kecelakaan tunggal yang menimpa EPZ terjadi pada 4 Januari sekitar pukul 23.45 WIB. Berselang sehari kemudian, polisi yang berstatus terlapor dalam kasus unlawful killing laskar FPI ini dinyatakan meninggal dunia imbas kecelakaan tunggal tersebut.

 

Dedi mengaku sejauh ini pihaknya belum menemukan laporan adanya anggota Polri yang meninggal pada tanggal tersebut. Dia menyebut seharusnya tiap kecelakaan akan terdata di jajarannya, apalagi jika korban anggota kepolisian.


"Jadi begini, kalau laka (kecelakaan), ini (polsek) hanya penanganan pertama. Tapi selanjutnya itu ada laka lantas Polres. SOP-nya seperti itu. Jadi polsek itu hanya melakukan penanganan pertama saja, apalagi ada meninggal atau gimana, nanti cara itu ditangani oleh laka lantas polres," ungkap Dedi.

 

"Kalau meninggal anggota begitu, kan pasti termasuk peristiwa menonjol ya. Saya selama ini tidak ada laporan ada anggota yang menjadi korban laka," sambungnya.

 

Saat ditanya soal lokasi kecelakaan tunggal yang menimpa polisi penembak Laskar FPI di Km 50 Tol Japek tersebut, yang berlokasi di Jalan Bukit Jaya, Dedi mengaku tidak pernah mendengar jalan tersebut di wilayah Kecamatan Setu.

 

"Jalan Bukit Jaya... baru denger saya juga. Di kita itu kan jalan-jalannya jalan nama pahlawan," imbuh Dedi.

 

Untuk diketahui, salah satu polisi yang diduga menembak laskar Front Pembela Islam (FPI) dalam kasus 'Km 50' meninggal dunia karena kecelakaan tunggal. Polisi berinisial EPZ itu meninggal setelah mengalami kecelakaan pada 3 Januari 2021.

 

"Dan untuk diinformasikan satu terlapor atas nama EPZ itu telah meninggal dunia dikarenakan kasus kecelakaan tunggal motor Scoopy, yaitu terjadi pada 3 Januari 2021 sekitar pukul 23.45 WIB," ujar Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jumat (26/3/2021).

 

"TKP dari kecelakaan tunggal tersebut yaitu di Jalan Bukit Jaya, Kecamatan Setu Kota, Tangsel. Kemudian pada 4 Januari 2021, sekitar pukul 12.55 WIB, yang bersangkutan dinyatakan meninggal dunia," lanjutnya.

 

Berdasarkan akta kematian yang ditunjukkan Rusdi, polisi yang meninggal itu bernama Elwira Priyadi Zendrato. Dia meninggal 1 hari setelah mengalami kecelakaan tunggal.

 

Rusdi memastikan proses penyidikan masih berjalan. Menurutnya, Bareskrim bakal menyelesaikan kasus dugaan unlawful killing terhadap empat laskar FPI itu secara profesional.

 

"Tentunya proses penyidikan masih berjalan dan penyidik Bareskrim Polri akan tuntaskan LP0132 secara profesional," tutupnya. (*)


 


SANCAnews – Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri Brigadir Jenderal Rusdi Hartono mengatakan, salah satu polisi dari tiga terlapor kasus unlawful killing laskar FPI tewas setelah mengalami kecelakaan tunggal pada 3 Januari 2021 lalu. Anggota polisi tersebut diduga adalah Elwira Pryadi Zendarto.

 

"Kecelakaan terjadi di Jalan Bukit Jaya, Kecamatan Setu, Kota Tangerang Selatan. Namun, pada 4 Januari, yang bersangkutan dinyatakan meninggal dunia," ujar Rusdi dalam konferensi pers pada 26 Maret 2021.

 

Elwira lahir pada 9 Mei 1983. Ia pernah terlibat dalam pengungkapan kasus penyelundupan narkotika yang melibatkan warga negara Malaysia, Chong Kim Tian alias Gery. Ia yang saat itu bertugas di Satuan Tugas Khusus Bareskrim Polri, bersama anggota lainnya, menangkap Chong Kim Tian.

 

Informasi tewasnya Elwira dibuka oleh Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Agus Andrianto. "Saat gelar perkara, saya mendapat info bahwa salah satu terlapor MD (meninggal dunia) karena kecelakaan," ucap dia kepada Tempo pada 25 Maret 2021.

 

Polri pun memastikan penyidikan kasus unlawful killing akan tetap berjalan secara profesional dan transparan. Meski satu dari tiga anggota terlapor sudah meninggal.

 

"Untuk menjaga akuntabilitas, terlapor tetap tiga. Proses penyidikan tetap berjalan," ujar Rusdi.

 

Enam Laskar FPI yang mengawal Rizieq Shihab tewas ditembak polisi di Jalan Tol Cikampek Kilometer 50 pada Senin dini hari, 7 Desember 2020 sekitar pukul 00.30 WIB. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) kemudian melakukan penyelidikan dan menemukan adanya dugaan terjadi unlawful killing dalam kasus penembakan yang terjadi di Tol Jakarta-Cikampek KM 50 itu.

 

Menindaklanjuti temuan Komnas HAM, kepolisian menetapkan tiga anggota Polda Metro Jaya sebagai terlapor dalam insiden unlawful killing dalam kasus penembakan laskar FPI. Kepolisian kemudian melakukan gelar perkara dan menetapkan status kasus unlawful killing menjadi penyidikan. []


 


SANCAnews – Polisi menyatakan satu dari tiga polisi terlapor pelaku pembunuhan di luar hukum empat anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) telah meninggal. Pernyataan ini mengejutkan karena selama ini polisi tak transparan dalam menangani kasus tewasnya pengawal pentolan FPI, Muhammad Rizieq Syihab, di jalan tol Jakarta-Cikampek Kilometer 50 pada 7 Desember 2020.

 

Dalam konferensi pers di gedung Humas Markas Besar Kepolisian RI di Jakarta, kemarin, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigadir Jenderal Rusdi Hartono, menyebutkan polisi yang meninggal itu bernama Elwira Pryadi Zendrato. Ia mengklaim Elwira wafat akibat kecelakaan tunggal di Jalan Bukit Jaya, Kecamatan Setu, Kota Tangerang Selatan, Banten, pada 3 Januari 2021.

 

Menurut Rusdi, kecelakaan tunggal ini terjadi pada pukul 23.45 WIB. Pada saat petaka terjadi, kata Rusdi, Elwira mengendarai sepeda motor merek Honda jenis Scoopy. Sehari setelah kejadian nahas itu, Elwira dinyatakan meninggal. "Pada 4 Januari 2021, pukul 12.55 WIB, yang bersangkutan dinyatakan meninggal," kata Rusdi.

 

Rusdi memperlihatkan salinan akta kematian Elwira dalam konferensi pers itu. Akta kematian polisi kelahiran 9 Mei 1983 tersebut diterbitkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil DKI Jakarta pada 22 Januari 2021 di Jakarta Selatan.

 

Informasi meninggalnya terlapor unlawfull killing sebenarnya telah diungkapkan oleh Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, Komisaris Jenderal Agus Andrianto, pada Kamis lalu. Hanya, saat itu Agus tak menyebutkan nama Elwira. “Saat gelar perkara, saya mendapat info bahwa salah satu terlapor MD (meninggal) karena kecelakaan," kata Agus kepada Tempo.

 

Tak Ada Nama Elwira Pryadi Zendrato 

Sumber Tempo menyebutkan ada tiga nama polisi terlapor, tapi tak ada nama Elwira. Mereka adalah Brigadir Satu Fikri Ramadhan Tawainella, Brigadir Kepala Faisal Khasbi Alamsyah, dan Brigadir Kepala Adi Ismanto. Munculnya nama Elwira sebagai nama terlapor cukup mengagetkan. “Apalagi peristiwa kecelakaan tunggal itu sudah terjadi pada awal Januari lalu, dan baru sekarang diumumkan,” kata sumber Tempo.

 

Sumber ini mengungkapkan komandan yang memimpin operasi pengejaran Rizieq dan pengawalnya pada saat itu adalah Kepala Subdirektorat Reserse Mobil Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Handik Zusen. Seharusnya dialah yang bertanggung jawab atas pembunuhan anggota laskar FPI itu.

 

Sumber tersebut mengatakan tak tersentuhnya Handik menguatkan informasi yang beredar di kalangan kepolisian bahwa lulusan Akademi Kepolisian pada 2003 ini mendapat perlindungan dari pejabat tinggi kepolisian. “Kasihan para terlapor ini. Mereka polisi berpangkat rendah yang dikorbankan,” kata sumber Tempo.

 

Handik belum memberikan konfirmasi perihal ini. Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Yusri Yunus, tak menjawab permintaan konfirmasi seputar hal ini melalui telepon dan pesan tertulis. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas, Brigadir Jenderal Rusdi Hartono, juga belum memberikan respons. Sebelumnya, Rusdi mengatakan, “Proses penyidikan tetap berjalan.”

 

Tanggapan Aktivis HAM 

Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Rivanlee Anandar, menyebutkan fakta meninggalnya Elwira tak lazim. Adanya jeda yang lama antara pengumuman Elwira meninggal dan peristiwa kecelakaan tunggal semakin membuat janggal. Apalagi Elwira berstatus sebagai terlapor atas perkara yang masih dalam penyidikan. "Upaya untuk membongkar peristiwa yang terjadi juga tidak bisa berhenti," kata Rivanlee, kemarin.

 

Menurut catatan Kontras, Bareskrim Polri terkesan tak transparan dalam menyidik perkara ini. Salah satunya potensi menutupi keterlibatan atasan atau aktor kunci lain dalam peristiwa ini. "Seperti kasus lain, hanya berhenti pada aktor lapangan. Itu pun biasanya berhenti pada mekanisme etik semata," kata Rivanlee.

 

Direktur Eksekutif Lokataru Kantor Hukum dan HAM, Haris Azhar, mengatakan, selain Polri, Komnas HAM punya peran penting mengungkap kebenaran fakta meninggalnya salah satu terlapor kasus ini. Sebab, sebelum Bareskrim melakukan penyidikan, Komnas HAM sudah menginvestigasi kematian enam anggota FPI itu.

 

Dalam investigasi itu, Komnas HAM sudah memeriksa sejumlah personel Polda Metro Jaya yang terlibat dalam peristiwa tersebut. Komnas HAM seharusnya tahu peran Elwira dalam peristiwa berdarah tersebut. "Tapi, jika ternyata nama Elwira tidak termasuk dalam daftar yang diperiksa Komnas HAM, semakin menarik kasus ini," kata Haris, kemarin.

 

Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, tak bersedia menjawab ketika dimintai konfirmasi ihwal adanya nama Elwira dalam daftar personel Polda Metro Jaya yang sudah diperiksa Komnas. Beka hanya menegaskan bahwa Komnas HAM sudah memeriksa semua pihak yang berkaitan dengan peristiwa ini. “Semua aparat, baik petugas di lapangan maupun pejabat kepolisian yang terkait dengan peristiwa tersebut, sudah kami mintai keterangan," kata Beka Ulung.

 

Pengamat hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, berharap Polri bisa memberikan informasi seterang mungkin kepada masyarakat perihal kasus pembunuhan ini. Fickar mengingatkan Polri bahwa tugas mereka bukan sekadar menjaga keamanan dan menegakkan hukum. "Polisi juga pelayan masyarakat. Jangan lupa polisi digaji lewat pajak rakyat. Jadi, transparansi harus dilakukan jika polisi ingin dipercaya rakyat," kata Fickar. []


 


SANCAnews – Terdakwa kasus pelanggaran protokol kesehatan dan UU Kekarantinaan Kesehatan, Habib Rizieq Shihab menyatakan sudah menjadi rahasia umum bahwa aneka kerumunan dan pelanggaran prokes yang dilakukan orang - orang dekat Presiden Joko Widodo dibiarkan bahkan dibenarkan.

 

Namun sikap polisi dan kejaksaan berbanding terbalik saat menangani kasusnya. Hal ini disampaikan Habib Rizieq saat membaca eksepsi atau surat pembelaan pribadi atas dakwaan JPU dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Jumat (26/3/2021).

 

"Sudah menjadi rahasia umum yang disaksikan dan diketahui semua lapisan masyarakat bahwa aneka kerumunan dan pelanggaran prokes yang dilakukan secara demonstratif oleh orang-orang dekat Jokowi dibiarkan oleh aparat bahkan dibenarkan," kata dia.

 

Ia mencontohkan aneka pelanggaran yang dilakukan orang - orang dekat Jokowi. Antara lain anak dan menantu Jokowi saat Pilkada 2020 di Solo dan Medan belasan kali melanggar prokes. Tapi proses hukum tidak berjalan di kepolisian maupun kejaksaan, "Apa karena mereka keluarga presiden sehingga mereka kebal hukum?," tanya Habib Rizieq.

 

Selain itu, anggota Dewan Pertimbangan Presiden di Pekalongan sejak awal pandemi selama berbulan-bulan setiap malam Jum’at Kliwon, menggelar Kerumunan ribuan massa tanpa jaga jarak dan tanpa masker.

 

Bahkan sempat membuat pernyataan dihadapan ribuan massa untuk mengabaikan dan tidak peduli wabah Corona. Tapi anggota Wantimpres tersebut tak pernah tersentuh hukum.

 

Lalu hal paling fenomenal adalah saat Presiden Joko Widodo pada tanggal 23 Februari 2021, menggelar kerumunan ribuan massa tanpa prokes, bahkan lempar bingkisan yang sudah direncanakan dan disiapkan sebelumnya. Kejadian itu terjadi di Maumere, Nusa Tenggara Timur.

 

Atas kejadian itu, tanpa punya rasa malu Mabes Polri langsung menyatakan tidak ada pelanggaran prokes dalam peristiwa tersebut.

 

"Kenapa kepolisian dan kejaksaan menutup mata dan membiarkan berbagai kerumunan yang dengan sengaja melanggar prokes, tanpa merasa bersalah apalagi meminta maaf, bahkan dilakukan secara berulang kali?!," lanjut Habib  Rizieq.

 

Sehingga menurutnya jelas bahwa proses hukum atas kasus kerumunan di Petamburan adalah bentuk diskriminasi hukum.

 

"Jadi jelas bahwa proses hukum terhadap Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Petamburan adalah bentuk diskriminasi hukum yang dilarang oleh konstitusi dan Perundang-undangan NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 45," tegas Habib Rizieq. []


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.