Latest Post

 


SANCAnews – Demokrat di bawah kepemimpinan Moeldoko memohon kepada Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly untuk segera bisa mengesahkan hasil KLB Deli Serdang. Kemenkumham diyakini dapat bekerja secara profesional.

 

Juru Bicara Demokrat kubu Moeldoko, Rahmad, mengatakan kubunya meyakini Kemenkumham akan berkerja secara profesional dan tak akan terpengaruh terhadap tekanan yang ada. Menurutnya, Yasonna akan mendahulukan kepentingan bersama.

 

"Kami memiliki keyakinan yang sangat kuat bahwa Bapak Menteri Hukum dan HAM tidak akan terpengaruh oleh pembangunan opini publik yang menyesatkan. Tidak akan terpengaruh oleh tekanan tekanan pihak yang sengaja mengganggu jalannya pemerintahan," kata Rahmad dalam konferensi pers di Hambalang Sport Center, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (25/3/2021).

 

Menurutnya, Kemenkumham akan mengedepankan asas contrarius actus dalam mengkaji hasil KLB Demokrat di Deli Serdang.

 

Asas contrarius actus adalah keadaan dimana mengetahui keputusan yang diterbitkan bermasalah atau terdapat cacat formil maupun materil dan bertentangan dengan undang-undang, maka pejabat berwenang yakni Kemenkumham, dapat memperbaiki atau membatalkan secara langsung tanpa harus menunggu pihak lain keberatan atau mengajukan gugatan.

 

"Secepatnya (Kemenkumham) bisa membatalkan susunan kepengurusan Partai Demokrat masa Bakti 2020-2025 pimpinan AHY, demi menghindari terjadinya potensi krisis horizontal ditengah-tengah masyarakat," tuturnya.

 

Terkahir, Rahmad dan jajarannya berharap kepada Yasonna agar bisa segera mengesahkan AD/ART dan kepengurusan partai hasil KLB Deli Serdang.

 

"Selanjutnya, kami mohon Bapak Menteri Hukum dan HAM untuk mengesahkan AD/ART Partai Demokrat Tahun 2021 dan Susunan kepengurusan DPP Partai Demokrat Pimpinan Bapak Moeldoko hasil KLB di Deli Serdang," ujarnya.

 

"Semoga upaya dan usaha kita bersama direstui Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa. Semoga Pemerintahan Bapak Presiden Jokowi tetap istiqomah untuk mewujudkan Indonesia Maju," tandasnya.  []



 


SANCAnews – Kejaksaan Agung (Kejagung) menerima audiensi Dewan Tanfidzi Nasional Persaudaraan Alumni (PA) 212 dan tim hukum Habib Rizieq Syihab di press room Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (25/3/2021.

 

Audiensi yang turut dihadiri oleh Ketua Dewan Tanfidzi Nasional PA 212, Slamet Ma’arif dan sejumlah pengurus serta salah satu Tim Hukum Terdakwa Habib Rizieq yaitu Aziz Yanuar itu bermaksud untuk tabayyun mengenai penanganan perkara tindak pidana 'Kekarantinaan Kesehatan' dengan terdakwa Rizieq Syihab yang bergulir, di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim).

 

Sementara dari Kejagung hadir Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Syahnan dan Kepala Sub Direktorat Eksekusi dan Ekseminasi pada Direktur Tindak Pidana Narkotika dan Zat Adiktif lainnya Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, Abdullah. serta beberapa orang perwakilan Pusat Penerangan Hukum Kejagung.

 

Dalam audiensi dengan mengikuti protokol kesehatan ini, Ketua Tim JPU, Syahnan menjelaskan, pihaknya tidak sedikitpun mempunyai niat untuk menzalimi Habib Rizieq Syihab selaku terdakwa. Ditegaskan, tugas dan fungsi Tim JPU yang mengharuskan menghadirkan terdakwa Rizieq Syihab sesuai perintah Hakim sebagaimana yang ditetapkan dalam Penetapan Hakim tentang persidangan secara online.

 

"Tim JPU tetap menghormati terdakwa MRS sebagai ulama dan meminta tim hukum terdakwa MRS memahami tugas dan fungsi Tim JPU dalam proses penyelesaian perkara Terdakwa MRS," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak, dalam keterangannya, Kamis (25/3/2021).

 

Syahnan selaku Ketua Tim JPU juga meminta kepada penasihat hukum Habib Rizieq untuk tidak mengungkapkan ucapan-ucapan yang merendahkan martabat Tim JPU di dalam persidangan. Dalam kesempatan ini, Syahnan juga mengajak tim penasihat Hukum Habib Rizieq Syihab, pengurus dan anggota PA 212 serta seluruh umat Islam untuk tidak terpancing dengan informasi yang belum tentu kebenarannya.

 

"Sehingga dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab," katanya.

 

Sementara tim hukum Habib Rizieq Syihab, Aziz Yanuar meminta maaf atas kejadian yang terjadi pada saat persidangan yang dilaksanakan secara online baik di Pengadilan Negeri Jakarta Timur maupun Bareskrim Polri.

 

Aziz Yanuar menyebut peristiwa tersebut terjadi semata-mata ingin memperjuangkan hak Habib Rizieq Syihab agar diperlakukan adil selama proses persidangan. []


 


SANCAnews – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Pengadilan Negeri (PN) Depok tak siap menuntut terdakwa Syahganda Nainggolan sudah diprediksikan oleh tim kuasa hukum.

 

"Itu sudah kami prediksi dari awal bahwa pasti JPU akan minta penundaan karena kami juga melihat mereka mau nuntut apa gitu lho," ujar penasihat hukum Syahganda Nainggolan, Abdullah Al Katiri saat ditemui seusai persidangan di PN Depok, Kamis (25/3).

 

"Orang hukum juga bingung tuntutannya apa," sambungnya.

 

Al Katiri mengatakan, dirinya menilai demikian lantaran melihat fakta-fakta yang ada di dalam persidangan tidak mengarah kepada satu tuntutan dalam pasal pidana yang didakwakan kepada Syahganda.

 

"Baik (yang disampaikan) saksi, tiga-tiganya mengatakan itu adalah pendapat pribadi mereka. Menurut pasal 185 KUHAP ayat 5 pendapat tidak bisa dijadikan saksi, subjektif sekali berdasarkan asumsi," paparnya.

 

Bahkan menurut Al Katiri, keterangan ahli dari JPU pun menyatakan yang dilakukan Syahganda ini konstitusional.

 

"Begitu diuji dan ditanya mereka jawab (saksi ahli JPU), 'ya tidak ada pelanggaran'. Karena tidak ada batu uji, kalau orang bohong kan harus ada pembanding kalau tidak bohong ya bagaimana," tuturnya.

 

Maka dari itu, dalam sidang tadi Al Katiri dan tim penasihat hukum Syahganda lainnya tidak banyak berkomentar. Karena, sudah mengetahui  JPU tidak punya celah membuat dan menyampaikan tuntutan.

 

"Tidak ada (celah), makanya kami sudah memprediksi itu pasti ditunda, makanya kami tidak komentar, kami tenang. Karena kami yakin mereka kebingungan mau nuntut apa," demikian Abdullah Al Katiri menambahkan. (rmol)




SANCAnews – Salah satu polisi yang diduga membunuh laskar FPI dalam peristiwa KM 50 tewas karena kecelakaan. Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) laskar FPI meminta Polri untuk menyampaikan ke publik secara komprehensif.

 

"Kami baru tahu dari media. Jika memang itu benar dan faktual, harus disampaikan ke publik secara komprehensif bebas dari rekayasa guna meyakinkan semua pihak," kata salah salah satu anggota TP3, Muhyiddin Junaidi, lewat pesan singkat, Kamis (25/3/2021).

 

Di sisi lain, Muhyiddin juga meminta para pelaku penembakan laskar FPI diproses sesuai aturan hukum yang berlaku. Penanganan kasus tersebut juga diminta transparan.

 

"Walau demikian TP3 menuntut agar para pelakunya diadili sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Pengadilan secara transparan, bebas, adil dan terbuka untuk umum bagian yang tak terpisahkan dari penegakan hukum yang dijamin UUD," ujar Muhyiddin yang juga ikut perwakilan TP3 saat bertemu Presiden Jokowi di Istana.

 

Kabar mengenai meninggalnya salah satu polisi penembak laskar FPI itu sebelumnya disampaikan Kabareskrim Komjen Agus Andrianto.

 

"Informasi yang saya terima saat gelar (perkara) salah satu terduga pelaku meninggal dunia," ujar Agus saat dimintai konfirmasi, Kamis (25/3).

 

Agus menyebut polisi tersebut meninggal karena kecelakaan. Namun, Agus tidak menjelaskan secara detail penyebab kecelakaannya.

 

"Karena kecelakaan. Silakan dikonfirmasi kepada penyidik atau Polda Metro Jaya ya," ucapnya.

 

Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono turut membenarkan bahwa ada salah satu terlapor yang meninggal dunia karena kecelakaan, "Ya betul, ada yang meninggal," imbuh Argo saat dihubungi terpisah.

 

Untuk diketahui, Bareskrim Polri menyatakan telah menyelidiki dugaan pembunuhan di luar hukum atau unlawful killing terhadap empat anggota laskar FPI. Ada tiga polisi yang berstatus terlapor dalam perkara ini.

 

"LP kan sudah dibuat, tentu jaksa menunggu. Kita lakukan penyelidikan dulu untuk temukan bukti permulaan. Kan permulaan dulu baru bisa ditentukan naik sidik (penyidikan)," kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Andi Rian Djajadi, Rabu (3/3).

 

Dalam peristiwa 7 Desember 2020 itu, ada enam anggota laskar FPI yang tewas. Andi menjelaskan dugaan unlawful killing ini bukan terhadap semua laskar FPI yang tewas dalam insiden Km 50 Tol Jakarta-Cikampek, melainkan empat anggota laskar yang sempat diamankan di dalam mobil polisi.

 

Keempat anggota laskar FPI itu akhirnya tewas di dalam mobil karena mencoba melawan petugas. Penyelidikan terhadap tewasnya empat laskar FPI itu mengarah ke tiga anggota Polda Metro Jaya yang diduga melakukan unlawful killing.

 

"Kalau di unlawful killing itu artinya adalah anggota Polri yang membawa empat orang," kata Andi. (*)


 


SANCAnews – Max Sopacua, Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat kubu Moeldoko menyinggung soal kasus korupsi mega proyek Hambalang dalam konferensi pers yang diselenggarakan di lingkungan proyek mangkrak tersebut.

 

Menurut Max, masih ada pihak-pihak yang terlibat korupsi dan turut menikmati uang gelap Hambalang namun belum tersentuh hukum hingga kini.

 

Padahal, kata Max, telah banyak rekan-rekan mereka yang telah menjalani hukuman dan dijebloskan ke penjara.

 

“Dan yang paling penting, sebagian besar dari kawan-kawan kami yang terlibat sudah menderita, sudah dimasukkan ke tempat yang harus mereka masuk karena kesalahan. Tetapi, ada yang tidak tersentuh hukum, yang juga menikmati hasil dari sini ada yang tidak tersentuh hukum sampai hari ini,” ungkapnya, dilansir dari video yang diunggah Detik.com pada Kamis, 25 Maret 2021.

 

Oleh sebab itu, ia berharap bahwa pihak-pihak tersebut akan segera mendapat ganjarannya.

 

“Mudah-mudahan segera yah. Janji yah? Oke,” katanya pada sesama penggagas di sampingnya.

 

Selanjutnya, Max juga menyinggung bahwa korupsi Megaproyek Hambalang adalah awal dari masalah besar yang kemudian terjadi dalam Partai Demokrat.

 

“Belum tersentuh hukum sampai hari ini. Nah di sinilah, kami ingin membuka bahwa inilah Hambalang, awal pertama terjadinya masalah besar yang terjadi bagi Partai Demokrat,” ujarnya.

 

Seperti diketahui, ada beberapa nama besar dari Partai Demokrat yang ditetapkan menjadi tersangka korupsi Hambalang saat itu.

 

Di antaranya ada Anas Urbaningrum yang saat itu menjabat sebagai Ketua Umum Demokrat. Ada pula Andi Mallarangeng, kader Demokrat yang saat itu menjabat sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora). Tak lupa pula, Angelina Sondakh, kader Demokrat yang saat itu menjabat sebagai anggota DPR.

 

Max Sopacua pun meminta kepada Komisi Pemberantasan Korupsi untuk terus mengusut soal kasus Hambalang ini berdasarkan pernyataan dan jug saksi.

 

“Mudah-mudahan, dari tempat ini kami serukan kepada lembaga hukum, dalam hal ini KPK, untuk menindaklanjuti apa yang belum dilanjutkan. Sesuai dengan statement-statement, kemudian ada saksi-saksi terhadap siapa saja yang menikmati Hambalang ini,” katanya.

 

Max menyampaikan bahwa ia tidak ingin hanya sebagain saja yang menderita selama yang lainnya masih bersenang-senang.

 

Ketika akan melanjutkan ucapannya, momen lucu pun terjadi saat petir menggelegar dan memotong ucapan Max.

 

“Saya ingin menyampaikan kepada teman-teman..,” ucapan Max terputus karena ada bunyi petir yang sangat keras.

 

“Tuh kan, setuju dianya, gua ngomong itu,” katanya menunjuk ke atas yang disambut tawa beberapa orang. []


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.