Latest Post




SANCAnews – Massa yang tergabung dalam Aliansi Umat Islam menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Kajari dan Pengadilan Negeri (PN) Purwakarta. Aksi dilakukan untuk menuntut agar Habib Rizieq Syihab (HRS) dibebaskan.

 

"Tuntutan pertama tegakkan keadilan HRS dan pengikutnya, kemudian kedua kami dari aliansi Umat Islam di Purwakarta meminta kepada pengadilan Habib (Rizieq) itu dibebaskan tanpa syarat," ujar Ustad Asep Hamdan koordinator aksi, Kamis (25/03/2021).

 

Berdasarkan pantauan, massa membawa berbagai macam spanduk dan poster bertuliskan tegakkan keadilan dan meminta Habib Rizieq Shihab dibebaskan. Sambil melakukan aksi long march dari kantor Kajari ke kantor pengadilan, massa menyuarakan tuntutan agar warga masyarakat mengetahui maksud dan tujuan aksi mereka.

 

Masih kata Asep, Habib Rizieq Shihab tidak bersalah dalam perkara yang kini tengah berjalan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

 

"Kalau tuntutannya tidak terpenuhi apalagi tidak adil, kami khawatir umat Islam tidak akan tinggal diam," ucapnya.

 

Massa juga menegaskan akan mengawal setiap persidangan yang digelar di pengadilan negeri Jakarta Selatan meski melalui media yang disediakan. Apalagi saat ini sidang offline dikabulkan oleh pengadilan.

 

Usai melakukan mediasi dengan pihak pengadilan dan kejaksaan, massa membubarkan diri dengan tertib. (dtk)


 


SANCAnews – Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun bingung terkait siapa yang melakukan pemblokiran terhadap rekening Front Pembela Islam (FPI). Pasalnya baik PPATK dan Bareskrim Polri saling lempar terhadap pemblokiran tersebut.

 

"Lalu siapa yang minta blokir, atau PPATK inisiatif sendiri," kata Refly dalam channel Youtubenya yang dilihat redaksi, Kamis (25/3).

 

Sebelumnya, Direktur Tindak Pidana Umum (Dir Tipidum) Bareskrim Polri Brigjen Rusdi Hartono menegaskan bahwa kewenangan memblokir rekening ada pada PPATK.

 

Pihaknya, sambung Andi hanya meneliti laporan hasil analisa (LHA) dari PPATK terhadap 92 rekening FPI, dan hasilnya belum ada dugaan kejahatan asal atau predicate crime terkait rekening itu.

 

"Hasilnya juga sudah disampaikan kepada PPATK bahwa Polri tidak melakukan pemblokiran (freezing) terhadap rekening-rekening tersebut karena belum menemukan predicate crime yang memadai," kata Andi saat dikonfirmasi, Rabu (24/3).

 

Sementara itu, kepala PPATK Dian Ediana Rae usai rapat dengar pendapat di DPR RI mengatakan kalau pihaknya justru

hanya menganalisis terkait fakta-fakta transaksi yang dilakukan 92 rekening terkait FPI itu. Dia menyebut PPATK tidak memiliki kewenangan menentukan rekening tersebut melanggar hukum atau tidak.

 

"Kita hanya melihat fakta-fakta saja, karena analisis transaksi keuangan menariknya begini, hanya betul-betul melihat fakta-fakta pergerakan dana itu ke mana, dari mana datangnya, keluarnya ke mana, itu saja dipastikan. Mengenai masalah apakah uang itu benar-benar dipakai untuk sesuatu yang melanggar hukum atau tidak itu bukan kewenangan PPATK," kata Dian kepada wartawan usai rapat dengar pendapat, di kompleks DPR/MPR, Rabu (24/3). (*)


 


SANCAnews – Polda Metro Jaya akan membubarkan dan mengamankan massa pendukung Habib Rizieq Shihab yang masih nekat melakukan aksi di Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada Jumat (26/3/2021) besok.

 

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan, untuk massa yang datang ke PN Jakarta Timur diimbau untuk membubarkan diri. Namun apabila ada yang bertahan dan melakukan provokasi pada massa lainnya pihak kepolisian bisa mengamankan pihak tersebut.

 

"Imbauan sebaiknya para pendukungnya tidak usah datang ke sana. Nanti malah melanggar protokol kesehatan. Mari kita ikuti proses hukum saja yang ada. Kalau masih nekat datang ke lokasi PN Jakarta Timur ya tentunya kita amankan. Karena kita sudah mengimbau," ujar Yusri Yunus, Kamis (25/3/2021) siang usai konferensi pers di Gedung Ditreskrimum Polda Metro Jaya.

 

Dia menuturkan, jumlah personel yang akan mengamankan persidangan di PN Jakarta Timur ditambah 585 personel dari sebelumnya 1.400 personel pada Selasa (23/3/2021) menjadi 1.985 personel pada Jumat (26/3/2021). "Kekuatan yang kita siapkan 1.985 personel gabungan, dengan adanya kegiatan sidang offline Rizieq Shihab," kata Yusri Yunus. (*)


 


SANCAnews – Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Rusdi Hartono, mengatakan pihaknya tidak merahasiakan identitas tiga orang terlapor anggota Polda Metro Jaya yang diduga melakukan unlawful killing atau pembunuhan di luar hukum terhadap empat orang Laskar Front Pembela Islam (FPI).

 

"Enggak (dirahasiakan). Saya belum dapat info dari penyidik, nanti kita tanyakan ke penyidiknya," kata Rusdi di Mabes Polri pada Rabu, 24 Maret 2021.

 

Saat ini, kata dia, kasus ini masih diproses penyidikan oleh Tim Penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri. Meski sudah naik tahap penyidikan, tiga orang anggota Polda Metro Jaya belum ditetapkan sebagai tersangka dan masih berstatus saksi terlapor.

 

"Sampai saat ini, tiga pihak yang bersangkutan masih sebagai pihak terlapor," ujarnya.

 

Menurut dia, kasus ini didalami penyidik Bareskrim atas rekomendasi dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Termasuk, sejumlah bukti yang telah ditemukan oleh penyidik juga dapat limpahan dari Komnas HAM.

 

"Penyidik gunakan beberapa barang bukti itu dalam rangka menyelesaikan kasus tersebut," kata dia.

 

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyampaikan empat rekomendasi atas peristiwa tewasnya enam anggota laskar FPI di Tol Jakarta-Cikampek.

 

Dari hasil penyelidikan yang berlangsung sejak 7 Desember 2020, Komnas HAM menyimpulkan bahwa peristiwa tewasnya enam laskar FPI ini terbagi dalam dua konteks yang berbeda.

 

Dua laskar FPI tewas karena terlibat bentrokan dan saling serang dengan aparat dan tewas di tempat. Sementara empat laksar FPI lainnya tewas karena pelanggaran HAM.

 

Komnas HAM merekomendasikan agar peristiwa tewasnya 4 laskar FPI dilanjutkan ke pengadilan pidana guna mendapatkan kebenaran materiil lebih lengkap dan menegakkan keadilan.

 

Rekomendasi kedua, Komnas HAM meminta dilakukan penegakan hukum terhadap orang-orang yang berada di dalam dua mobil. Dua mobil ini terlibat dalam aksi serempet dengan mobil yang ditumpangi laskar FPI.

 

Mendalami dan melakukan penegakan hukum terhadap orang-orang yang terdapat dalam dua mobil Avanza hitam itu berpelat nomor 1759-PWQ dan Avanza silver B-1278-KJD.

 

Rekomendasi berikutnya adalah mengusut lebih lanjut kepemilikan senjata api yang diduga digunakan oleh laskar FPI. Yang keempat, meminta proses penegakan hukum akuntabel, objektif, transparan sesuai dengan standar HAM.

 

Selanjutnya, penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim membuat laporan model A atas kasus unlawful killing terhadap empat orang pengawal Habib Rizieq Shihab. Artinya, laporan dibuat langsung penyidik.

 

Kemudian, Tim penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri meningkatkan status kasus dugaan unlawful killing atau penembakan di luar hukum terhadap anggota Laskar FPI dari penyelidikan ke tahap penyidikan pada Rabu, 10 Maret 2021. (*)


 


SANCAnews – Guru besar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakir mengatakan, dakwaan atas pelanggaran kerumunan Habib Rizieq Shihab (HRS) di Petamburan dan Megamendung tidak bisa diproses kembali. Hal itu, menurut dia, karena melanggar ketentuan dari Pasal 76 KUHP.

 

"Itu namanya ne bis in idem (pembelaan hukum yang melarang seseorang diadili dua kali). HRS tidak bisa diproses dua kali," ujar Mudzakir, Rabu (24/03/2021).

 

Mudzakir melanjutkan, karena tidak bisa diproses dua kali, pengadilan kemudian menggunakan Pasal 160 KUHP. Padahal, langkah tersebut dinilainya juga tidak bisa dilakukan. "Karena, perbuatan pokok itu sudah diselesaikan dengan peradilan denda," tuturnya.

 

Serupa dengan pelanggaran itu, kata Mudzakir, Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim) seharusnya juga tidak bisa melakukan sidang terhadap Habib Rizieq Shihab. Menurut Mudzakir seperti dikutip republika.co.id, hal itu melanggar kompetensi relatif pengadilan yang hanya memiliki wewenang mengadili suatu perkara sesuai wilayah hukumnya.

 

"Iya nggak bisa, itu locus delicti. Kalau perkara yang di Petamburan seharusnya sidang di PN Jakpus, kalau yang di Megamendung harusnya PN Bogor," ujar dia.

 

Dia melanjutkan, persidangan HRS di PN Jaktim menilik pada locus delicti, maka tidak sah karena tidak memiliki wewenang berdasarkan kompetensi relatif pengadilan itu.

 

"Dari dua hal itu sudah tidak bisa. Jadi, kalau sudah diselesaikan (denda), tidak boleh diadili untuk kedua kalinya," ungkap dia.

 

Sebelumnya, saat sidang eksepsi kemarin, Munarman juga menganggap bahwa PN Jaktim tidak berwenang dalam kasus di Megamendung. Karena, pelanggaran itu tidak terjadi di sekitar Jakarta Timur.

 

Keberatan lain yang disampaikannya dalam draf eksepsi adalah menyoal Pasal 160 KUHP. Pasal itu, kata Munarman, tidak bisa diterapkan pada pelanggaran protokol kesehatan. Terlebih, ketika perkara protokol kesehatan yang melibatkan HRS disebutnya juga telah membayar denda.

 

"Tidak pernah ada orang di Indonesia yang melanggar prokes lalu membayar denda sebesar Rp 50 juta. Jadi, kalau ini tetap diproses, ini ne bis in idem namanya," ujar Munarman menjelaskan.

 

Lebih jauh Munarman menyebut, Pasal 160 KUHP adalah pasal yang seharusnya diterapkan pada peristiwa kejahatan. Hal itu berbeda dengan pelanggar protokol kesehatan yang bernada pelanggaran. "Pelanggaran bukan kejahatan. Jadi, kita tolak," katanya menutup. []


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.