Latest Post

 


SANCAnews – Munarman, salah satu kuasa hukum Habib Rizieq Shihab (HRS) menyatakan kliennya telah membayar denda sebesar Rp50 juta kepada Pemerintah DKI Jakarta atas pelanggaran protokol kesehatan yang dilakukan.

 

"Habib Rizieq sudah membayar (denda) Rp50 juta. Jadi apalagi yang perlu dipersiapkan. Jadi pergub itu aturan pelaksana dari UU Kekarantianaan," kata Munarman kepada wartawan di luar persidangan di  Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Selasa (23/3/2021).

 

Karena hal itu, Munarman menolak Pasal 160 KUHP tentang delik penghasutan  yang disangkakan kepada kliennya. Menurutnya HRS tidak melakukan penghasutan untuk melakukan kejahatan.

 

"Sementara  pelanggaran protokol kesehatan itu pelanggaran bukan kejahatan. Jadi kami tolak," ujarnya.

 

Munarman pun menuturkan jika sangkaan itu tetap diproses, berpotensi terjadi ne bis in idem, yang artinya dalam Pasal 76 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yaitu seseorang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang telah mendapat putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.

 

"Karena Habib Rizieq dan panitia pelaksana Maulid Nabi sudah membayar Rp50 juta, tidak pernah ada orang di Indonesia yang melanggar prokes, membayar sebesar Rp50 juta tidak ada. Nah jadi kalau ini tetap diproses, ini ne bis in idem, namanya," tegas Munarman.

 

Seperti diketahui hari ini Selasa (23/3), HRS kembali menjalani sidang dengan agenda pembacaan eksepsi di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, atas perkara pelanggaran protokol kesehatan. Persidangan tetap dilaksanakan secara virtual.

 

Sementara itu di luar persidangan sekitar 1.400 aparat kepolisian dikerahkan guna menjaga ketat sidang dan adanya aksi unjuk rasa dari pendukung Rizieq. (glc)


 


SANCAnews – Salah satu anggota penasihat hukum Habib Rizieq Shihab (HRS), Munarman, sempat berdebat dengan jaksa penuntut umum sebelum majelis hakim menskor sidang dalam kasus yang menjerat HRS. Munarman bahkan meminta jaksa diam.

 

"Terdakwa sebagaimana disampaikan di awal terdakwa siap membacakan eksepsi atau nota keberatannya bila di ruangan ini. Jadi kami mohon betul bisa diskors atau ditunda hari lain supaya kita bisa memutuskan dengan kepala dan hati yang dingin. Saya kira itu yang paling bijak lah untuk hari ini," ucap Munarman dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim), Selasa (23/3/2021).

 

Jaksa tiba-tiba hendak menyampaikan interupsi saat Munarman masih berbicara. Tak terima diinterupsi, Munarman pun meminta jaksa diam karena merasa masih gilirannya untuk berbicara.

 

"Tunggu dulu jaksa penuntut umum, ini giliran saya, ini giliran saya, ini giliran saya. Saudara diam. Tertiblah ya dari tadi kita sudah tertib, jangan dibuat tidak tertib," ujar Munarman.

 

Hakim ketua Suparman Nyompa meminta tim penasihat hukum dan jaksa bisa saling menahan diri. Dia berharap persidangan bisa berjalan tertib, "Tolong menahan diri ya kedua belah pihak," ujar hakim.

 

Hakim akhirnya memutuskan sidang ditunda untuk istirahat, salat, dan makan sampai pukul 13.00 WIB. Sidang sampai saat ini belum berlangsung. (dtk)


 


SANCAnews – Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Amien Rais melihat sidang dugaan pelanggaran protokol kesehatan dengan terdakwa Habib Rizieq Shihab (HRS) seperti dagelan. Terdakwa sangat sulit mendapatkan keadilan.

 

Amien mengingatkan pemerintah dan penegak hukum menghentikan segala bentuk ketidakadilan. Jangan sampai Habib Rizieq menyerukan 'Hayya Alal Jihad' yang akan menggerakkan kaum Muslim untuk mencari jalan kebenaran.

 

"Jadi, mengapa sampai sejauh ini kriminalisasi terhadap beliau itu masih diteruskan sampai pengadilan yang sesat itu. Dan sekarang, saya cuma ingin sampaikan jangan sampai keluar dari lisan Pak HRS, misalnya seperti yang terjadi di Kashmir (India), bagaimana orang-orang India ketika terpojok, merasa terpepet lantas mengumandangkan Hayya Alal Jihad," katanya dilihat dalam YouTube Amien Rais Official, Selasa (23/3/2021).

 

"Ini bukan dalam konteks azan, azan gak boleh ditambah-tambah, tapi di menara-menara masjid di Kashmir itu terdengar 'Ya Muslimun Hayya Alal Jihad,' itu menimbulkan keberanian luar biasa dan ketika kaum Muslimin yang terpojok itu bangkit seolah-olah yasudah apa saja kita korbankan nyawa dan harta," tambah dia.

 

Pendiri Partai Ummat itu tidak bisa membayangkan bila Habib Rizieq menyerukan 'Hayya Alal Jihad'. Jika itu benar-benar terjadi, maka akan memunculkan gelombang elektromagnetik yang akan menggerakan kaum Muslimin untuk berjihad mendapatkan keadilan. Dampaknya akan ada instabilitas politik.

 

"Ada seorang ulama yang saya akui keulamannya mengatakan 'Pak Amien bayangkan andai waktu Pak HRS itu diborgol, kemudian dia begini (mengangkat tangannya), kemudian dari mulutnya misalnya keluar Hayya Alal Jihad, kayak apa?' Kemudian ketika ia (marah dan berkata) biadab karena emosi betul, dia tak bilang itu, tapi dia bilang Hayya Alal Jihad, itu akan ada electrical wave, gelombang listrik yang menyentuh kaum Muslimin yang tergelitik (bisa) out of control, itu saya takut," tuturnya.

 

Namun demikian, Amien meyakini Habib Rizieq tidak menghendaki adanya pertumpahan darah. Ia pun yakin Habib Rizieq tidak memiliki keinginan untuk menggulingkan pemerintahan yang sah. Habib Rizieq, lanjut Amien, hanya ingin agama Islam dimuliakan dan jangan ada ulama atau habaib yang dikriminalisasi atau didemonisasi.

 

"Saya yakin sekali tidak ada dalam benak HRS untuk memberontak, menggulingkan, tidak ada sama sekali ya, cuma ingin negeri ini dibenahi, nilai agama Islam dimuliakan, jangan sampai ulama habaib ustad dan lain-lain di diskriminasi dan kriminalisasi," pungkasnya. []


 


SANCAnews – Bareskrim Polri telah melakukan gelar perkara awal dalam kasus 3 anggota Polda Metro Jaya terduga Unlawful Killing ke 4 laskar FPI pengawal Habib Rizieq.

 

Kasus tersebut juga telah naik dari status penyelidikan ke penyidikan yang diputuskan pada 3 Maret 2021.

 

Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto mengatakan, dari semua rangkaian proses hukum tersebut penyidik telah memiliki cukup bukti untuk penetapan tersangka.

 

“Sudah (cukup bukti),” kata Agus kepada wartawan, Senin (22/3).

 

Saat ditanyai kapan dilakukan gelar perkara penetapan tersangka, Kabareskrim menyerahkan ke Dittipidum Bareskrim Polri, “Tanya ke Dirtipidum,” ujarnya.

 

Sebelumnya diberitakan, Bareskrim Polri berencana melakukan gelar perkara atas Laporan Polisi (LP) terhadap 3 anggota Polda Metro Jaya terduga unlawful killing terhadap 4 pengawal Habib Rizieq pada Rabu (10/3).

 

Unlawful Killing sendiri memiliki arti pembunuhan terhadap manusia dengan cara melawan hukum.

 

Dalam kasus tersebut, Komnas HAM menyebut ada pelanggaran dilakukan 3 anggota polisi di KM 50, Jalan Tol Jakarta-Cikampek. []


 


SANCAnews – Anggota Komisi III DPR RI Aboebakar Alhabsyi, meminta Komisi Yudisial (KY) dan Komnas HAM turun tangan memantau persidangan perkara atas terdakwa Habib Rizieq Shihab. Pasalnya, ia menilai ada potensi pelanggaran soal dalam persidangan tersebut.

 

Aboe menilai, potensi pelanggaran tersebut yakni Rizieq sebagai terdakwa terkesan seperti dipaksakan bersidang secara online atau virtual. Padahal, kata Aboe, Rizieq meminta hadir langsung secara offline ke ruang sidang.

 

"Kami minta Komisi Yudisial memberikan atensi pada kasus ini, karena kasus ini menjadi perhatian publik," kata Aboe dalam keterangannya, Senin (22/3/2021).

 

"Tentunya KY seharusnya memastikan persidangan berjalan dengan baik sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Demikian pula Komnas HAM, seharusnya memantau persidangan tersebut," sambungnya.

 

Sekjen PKS tersebut mengatakan, seharusnya Rizieq dalam persidangan diperlakukan sebagai warga negara sebagaimana umumnya dalam pengadilan. Ia mengatakan, harus ada prinsip before the law.

 

"Pemenuhan acara pidana adalah salah satu parameter untuk memastikan bahwa hukum dilaksanakan sebagaimana mestinya. Karena bangsa ini menyepakati bahwa Indonesia adalah negara hukum. Hal ini sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat (3) UUD 1945," tuturnya.

 

Aboe mengklaim, terkait Rizieq yang tak diperkenankan hadir langsung dalam persidangan disebut akan mengurangi hak-hak sebagai terdakwa. Ia pun membandingkan Rizieq dengan kasus terdakwa korupsi Djoko Tjandra.

 

"Apalagi pada kasus lain seperti kasus Djoko Tjandra sampai dengan Pinangki semua tersangka bisa leluasa menghadiri persidangan. Tentu ini menjadi preseden tidak baik, ketika seolah-olah terlihat ada diskriminasi. Di mana seorang tersangka ngotot mau bersidang namun jaksa tidak menghendaki," tandasnya. (*)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.