Jokowi Ingin Indonesia Swasembada Garam di 2015, Tetapi Sampai 2021 Masih Impor
SANCAnews – Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi)
kembali berencana membuka impor garam dalam waktu dekat. Impor dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan garam nasional.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan, masalah
impor garam telah diputuskan dalam rapat bersama Kementerian Koordinator Bidang
Kemaritiman dan Investasi beberapa waktu lalu.
Di sisi lain, Presiden Jokowi pernah menyatakan agar
Indonesia dapat swasembada garam secepatnya. Tak tanggung-tanggung, pemerintah
sempat mencanangkan impor garam sudah terealisasi pada tahun 2015.
Dikutip dari laman resmi KKP, demi mewujudkan kemandirian
ekonomi, KKP bersama Kementerian Perdagangan (Kemendag), dan Kementerian
Perindustrian (Kemenperin) sudah merumuskan peta jalan swasembada garam
nasional.
Salah satu target jalan yang ingin dicapai yakni agar
Indonesia bebas dari impor garam pada tahun 2015.
Sementara itu, dilansir dari laman Presidenri.go.id, saat
menyambangi tambak garam di NTT tahun 2019, Presiden Jokowi, menyebut bahwa
swasembada garam bisa dilakukan secara bertahap.
“Saya ke sini hanya ingin memastikan bahwa program untuk
urusan garam ini sudah dimulai. Karena kita tahu impor garam kita 3,7 juta
(metrik) ton, sementara yang bisa diproduksi dalam negeri baru 1,1 juta ton.
Masih jauh sekali," ucap Jokowi.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu bahkan menyebutkan, beberapa
jenis garam produksi tambak lokal sebenarnya jauh lebih berkualitas ketimbang
garam impor.
“Tadi saya ditunjukkan beberapa perbandingan garam yang
diambil dari luar dibawa ke sini. Yang dari Madura, yang dari Surabaya, dan
dari Australia. Memang hasilnya di sini lebih bagus, lebih putih, bisa masuk ke
garam industri, dan kalau diolah lagi bisa juga menjadi garam konsumsi,” tutur
Jokowi.
Dalih impor
Presiden Jokowi sendiri mengungkapkan beberapa faktor yang
membuat target swasembada garam sampai meleset.
Menurut dia, kebijakan impor dilakukan karena produksi garam
di dalam negeri sampai saat ini rendah. Sementara itu, tak kunjung ada upaya
penyelesaian yang dilakukan untuk menaikkan produksi garam.
"Masih rendah produksi garam nasional kita, sehingga
yang kemudian dicari paling gampang yaitu impor garam. Dari dulu begitu terus
dan tidak pernah ada penyelesaian," kata Jokowi saat membuka rapat
terbatas di Istana Kepresidenan, 5 Oktober 2020.
Jokowi menyebutkan, total kebutuhan garam nasional pada 2020
mencapai 4 juta ton per tahun. Namun, produksi dalam negeri hanya mampu
mencapai setengahnya.
Kepala Negara pun meminta masalah ini diperbaiki secara
tuntas dan tak lagi hanya diselesaikan lewat kebijakan impor. Ia memerintahkan
para menterinya untuk melakukan pembenahan besar-besaran pada produksi garam
nasional.
"Saya kira ini langkah-langkah perbaikan harus harus
kita kerjakan mulai pembenahan besar-besaran pada supply chain, mulai hulu
sampai hilir," kata Jokowi.
Keputusan impor
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Sakti Wahyu
Trenggono mengatakan, impor garam sudah diputuskan dan kini pemerintah tengah
menghitung kebutuhan garam impor.
"Impor garam sudah diputuskan melalui rapat Menko
(Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi)," kata
Trenggono, dilansir dari Antara.
Menurut dia, saat ini masih menunggu data terkait kebutuhan
garam di Indonesia karena ketika sudah didapati kekurangannya, maka itu yang
akan diimpor.
Impor garam yang dilakukan juga sesuai neraca perdagangan,
sehingga kebutuhan garam dalam negeri itu bisa terpenuhi.
"Nanti misalnya kekurangannya berapa, itu baru bisa
diimpor, kita menunggu itu. Karena itu sudah masuk dalam Undang-Undang Cipta
Kerja," ujar Trenggono.
Sementara Anggota Komisi IV DPR RI Ono Surono mengatakan akan
mengawasi impor garam yang dilakukan pemerintah agar kebijakan itu tidak
memberatkan pada para petambak garam rakyat.
"Kita akan awasi betul, bagaimana impor garam ini tidak
berimbas kepada garam konsumsi yang selama ini cukup dipasok oleh garam
lokal," kata Ono.
Dia menambahkan, persoalan garam di Indonesia ini tidak
kunjung selesai karena adanya perbedaan data antara Kementerian Perdagangan dan
KKP.
Seharusnya, lanjut Ono, pemerintah bisa mengetahui kebutuhan
yang sesungguhnya, mana yang bisa dipasok garam lokal dan mana yang industri.
"Impor ini terkait neraca garam, di mana antara Kementerian Perikanan dan
Kementerian Perdagangan selalu berbeda," kata dia.
Kebutuhan garam nasional
Kementerian Perindustrian memprediksi kebutuhan garam
nasional pada tahun 2021 mencapai 4,6 juta ton.
Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT)
Kementerian Perindustrian Muhammad Khayam menuturkan, tidak menutup kemungkinan
bahwa kebutuhan garam akan terus meningkat setiap tahun.
"Dari total 4,6 juta ton kebutuhan garam nasional
tersebut, sebanyak 2,4 juta ton atau 53 persen merupakan kebutuhan untuk sektor
chlor alkali plant (CAP) yang meliputi industri petrokimia, pulp dan
kertas," kata Khayam dalam keterangannya.
Dia menuturkan, agar garam lokal dapat terserap oleh sektor
industri, diperlukan perbaikan kuantitas, kualitas, kontinuitas pasokan, dan
kepastian harga bagi industri.
Karena itu, pemerintah terus mendorong peningkatan kualitas
garam produksi dalam negeri dengan perbaikan metode produksi serta penerapan
teknologi, baik di lahan maupun di industri pengolah garam.
"BPPT di bawah koordinasi Kementerian Riset dan
Teknologi telah mencanangkan beberapa program untuk dapat meningkatkan
pemanfaatan garam lokal oleh sektor industri, termasuk industri CAP, yaitu
dengan rencana pembangunan pilot plan implementasi teknologi garam tanpa lahan
atau garam dari rejected brine PLTU di PLTU Suralaya," kata dia.
Sementara itu, sejak tahun 2018, Kemenperin telah
memfasilitasi kerja sama antara industri pengolahan garam dengan petani garam
melalui penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) penyerapan garam lokal.
Adapun realisasi untuk periode Agustus 2019-Juli 2020
mencapai 95 persen dari target 1,1 juta ton.
Tahun 2021 ini, Kemenperin juga telah berkoordinasi dengan
Kementerian Kelautan dan Perikanan terkait data stok garam lokal saat ini, yang
sebagian besar terdapat di delapan lokasi sentra, yaitu Kabupaten Cirebon,
Kabupaten Indramayu, Kabupaten Rembang, Kabupaten Pati, Kabupaten Sampang,
Kabupaten Pamekasan, Kabupaten Sumenep, dan Kabupaten Bima.
Berdasarkan data dari KKP tersebut, Kemenperin akan mengawal
penyerapan stok garam lokal oleh industri pengolah garam di bawah koordinasi
Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI).
"Kami bertekad untuk terus mengoptimalkan penyerapan
garam lokal di tahun 2021 ini, serta dapat mencari solusi terbaik dalam
memperlancar proses penyerapan garam lokal oleh industri," ujar Khayam.
(*)