Latest Post

 


SANCAnews – Kudeta yang terjadi di Partai Demokrat disebut sebagai drama untuk menaikkan elektabilitas. Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra menepis hal tersebut.

 

"Saat kita menghadapi tontonan terang benderang, perilaku penyalahgunaan kekuasaan yang bisa meluluhlantakkan demokrasi, yang ditunjukkan oleh oknum kekuasaan bersama antek-anteknya, mantan kader kami, melalui GPK-PD, tapi masih ada saja yang berpendapat ini drama politik untuk menaikkan elektabilitas dan simpati publik," ujar Herzaky dalam keterangan tertulisnya, Minggu (14/3/2021).

 

Herzaky mempertanyakan boleh tidaknya jika ada sekelompok orang yang tak memiliki hak namun tetap melakukan kongres pemilihan ketua umum baru. Terlebih menurutnya acara ini dilakukan masa pandemi tanpa adanya izin.

 

"Apakah sekelompok orang yang tidak berhak, diperbolehkan menyelenggarakan kegiatan politik yang diklaim sebagai Kongres (luar biasa) yang merupakan forum tertinggi di suatu organisasi, dengan menghadirkan bukan pemilik suara yang sah, dan kemudian bisa memilih yang mereka sebut Ketua Umum baru yang merupakan orang lingkar dalam Istana, dan mendemisionerkan kepengurusan sebelumnya?" kata Herzaky.

 

"Lalu, tanpa izin dari pihak berwenang, di tengah musim COVID-19, tetap bisa mengadakan kegiatan dengan peserta ratusan orang, tanpa dibubarkan oleh pihak berwenang?" sambungnya.

 

Herzaky menilai hal ini merupakan kesewenang-wenangan dan telah melanggar aturan yang berlaku.

 

"Kesewenang-wenangan kekuasaan yang ditunjukkan secara nyata ini, secara brutal telah memperkosa demokrasi, menafikan etika, norma, kepatutan, dan aturan-aturan hukum yang berlaku. Lalu, masih ada saja yang berpikir ini drama politik? Kalau lah memang menghamba kepada kekuasaan, setidaknya janganlah kemudian menjadi intelektual tukang stempel maunya pemerintah ataupun pesanan pihak-pihak tertentu," tuturnya.

 

Menurutnya, situasi demokrasi di Indonesia tengah genting. Sehingga diperlukan adanya kerja keras untuk tetap memastikan demokrasi tetap berjalan baik

 

"Situasi demokrasi Indonesia saat ini sedang genting, dan perlu kerja keras kita semua, untuk memastikan demokrasi Indonesia tidak berjalan menuju jurang kehancuran oleh perilaku segerombolan pelaku GPK-PD yang berselingkuh dengan kekuasaan," pungkasnya. (rmol)


 


SANCAnews – Moeldoko disarankan mundur dari jabatan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) dan melaporkan inisiator Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat Deli Serdang, Sumatera Utara (Sumut) ke polisi.

 

Hal itu dikarenakan, KLB tersebut cacat hukum dan melanggar UU 2/2011 tentang Partai Politik. Pada Pasal 32 dan 33 UU Partai Politik tersebut, mengatur mekanisme penyelesaian jika terjadi perselisihan di internal partai.

 

"Mereka kelompok KLB tidak melalui tahapan tersebut. Kuat dugaan Moeldoko terjebak dalam agitasi sekelompok orang yang menjadi inisiator KLB Partai Demokrat di Deli Serdang," ujar Direktur Eksekutif Oversight of Indonesia's Democratic Policy, Satyo Purwanto kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (14/3).

 

Akibatnya, kata Satyo, Moeldoko seakan menjadi korban bujuk rayu orang-orang yang menginginkan kudeta Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dari jabatan Ketua Umum Demokrat.

 

"Pada akhirnya Moeldoko menderita kerugian material, immaterial, sekaligus mencoreng citra Istana Presiden, di mana Moeldoko melekat namanya sebagai Kepala Staf Kepresidenan," kata Satyo.

 

Dengan demikian, Satyo menyarankan agar Moeldoko melaporkan pihak-pihak yang menjadi inisiator KLB, seperti Darmizal Jhonny Allen dkk.

 

"Kasihan Moeldoko, mestinya dia segera menyatakan mundur dari Kepala KSP dan mendatangi kantor polisi terdekat melaporkan dugaan tindak pidana tersebut," pungkas Satyo. (*)


 


SANCAnews – Wacana presiden menjabat 3 periode dianggap sebagai bencana bagi bangsa Indonesia. Direktur Eksekutif Democratic Policy, Satyo Purwanto bahkan menyebut pihak-pihak yang berani mewacanakan hal tersebut hanya orang yang mabok.

 

"Jika ada orang yang berwacana menginginkan jabatan presiden atau wakil presiden untuk 3 periode, mungkin saja orang tersebut lagi 'mabok' dan pikirannya ngawur," ujarnya saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (14/3).

 

Menurutnya, wacana itu tidak hanya membuat demokrasi mundur, tetapi juga menjadi bencana bagi bangsa Indonesia.

 

"Masa jabatan presiden dan wakil presiden dibatasi hanya boleh 2 kali dan hal itu sudah jelas dan tegas diatur dalam Pasal 7 UUD 1945," tegasnya.

 

Apalagi, kata Satyo, bangsa Indonesia pernah mengalami masa kekuasaan seorang presiden yang terlalu lama, sehingga cenderung otoriter dan koruptif.

 

"Namun seiring dorongan aspirasi politik yang kuat melalui gerakan reformasi tahun 1998 bangsa Indonesia memasuki periode yang lebih demokratis," jelas Satyo.

 

Menurut Satyo, pembatasan masa jabatan presiden merupakan isu penting dalam perubahan UUD 1945 untuk menghindari masa jabatan yang tidak terbatas sebagaimana yang pernah terjadi di masa Orde Lama dan Orde Baru.

 

"Sebab pengalaman memberikan pelajaran bahwa semakin lama masa jabatan seorang presiden, maka semakin besar peluang terjadinya penyalahgunaan maupun penyelewengan kekuasaan," pungkas Satyo. []

 


SANCAnews – Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) enam laskar Front Pembela Islam (FPI) bersikukuh menyatakan jika kasus kematian para pengawal khusus Habib Rizieq Shihab itu adalah tindakan pelanggaran HAM berat. Mereka bahkan mengklaim memiliki bukti setebal dua jilid buku.

 

Hal itu diungkapkan oleh Ketua TP3 Abdullah Hehamahua dalam diskusi bertajuk 'Terungkap! Maksud Amien Rais Temui Jokowi Soal FPI!', pada Minggu, (14/3/2021).

 

Eks Penasihat KPK itu mengklaim, bukti setebal dua jilid buku itu menunjukkan adanya upaya terstruktur, sistematis dan masif di balik tragedi enam laskar FPI yang ditembak mati oleh anggota Polda Metro Jaya di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek.

 

"Kami Insya Allah punya data-data itu. Kami saat ini sedang susun dalam buku putih dua jilid. Karena tebal kami buat dua jilid," ungkap Abdullah.

 

Abdullah merincikan bahwa jilid pertama berisi ringkasan terkait kasus tersebut. Sedangkan, jilid kedua berisi data-data.

 

Rencananya, kata dia, dalam waktu dekat ini bukti setebal dua jilid itu akan diserahkan kepada Presiden Joko Widodo alias Jokowi.

 

"Itu nanti akan kita sampaikan kepada presiden, kepada Kapolri, Jaksa Agung, Komnas HAM, dan instansi terkait baik dalam negeri dan luar negeri," katanya.

 

Sulit Diadili di Pengadilan Belanda

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik sebelumnya menilai kasus kematian enam laskar FPI sulit dibawa ke Mahkamah Pidana Internasional atau International Criminal Court (ICC) di Den Haag, Belanda. Terlebih, hasil penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM menyimpulkan kasus tersebut bukan kategori pelanggaran HAM berat.

 

Taufan mengungkapkan, ada 12 kasus di Indonesia yang berdasar hasil penyelidikan Komnas HAM disimpulkan sebagai kasus pelanggaran HAM berat. Hasil penyelidikan itu telah diserahkan ke Kejaksaan Agung RI. Namun, hingga kekinian belum ada perkembangan yang signifikan.

 

"Kalau kita perhatikan sampai hari ini itu nggak maju-maju itu kasusnya. Kenapa? Memang tidak mudah untuk membuktikan apa yang kita sebut sebagai pelanggaran HAM berat," kata Taufan dalam diskusi bertajuk 'Tetungkap! Maksud Amien Rais Temui Jokowi Soal FPI!', Minggu.

 

Lebih lanjut, Komnas HAM, kata Taufan juga pernah berkonsultasi dan berupaya membawa 12 kasus tersebut untuk diadili di ICC. Hal itu dilakukan jauh sebelumnya Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) laskar FPI yang belakangan berencana membawa kasus tersebut ke ICC.

 

"Jadi kalau teman TP3 katanya mau ke ICC, Komnas HAM itu udah duluan untuk 12 kasus ini," beber Taufan.

 

Menurut Taufan, upaya Komnas HAM untuk membawa 12 kasus tersebut ke ICC terkendala status Indonesia yang bukan merupakan negara anggota Statuta Roma. Apalagi, dalam kasus kematian enam laskar FPI ini Komnas HAM juga telah menyimpulkan bukan kategori pelanggaran HAM berat.

 

"ICC apa jawabnya kepada kami, 'kalian bukan negara pihak, karena itu selesaikan dengan sistem hukum di negara kalian'," pungkasnya. []





SANCAnews – Aktivis politik Rahman Simatupang menilai buzzerRP langsung terdiam usai beredarnya kabar politikus asal PDIP, Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi diduga terlibat kasus korupsi lahan rumah DP 0 Rupiah.

 

Sebelumnya, Rahman menilai bahwa para buzzerRP ini menyerang Anies soal kasus lahan rumah DP 0 rupiah.

 

“Ketika nama politikus PDIP disebut dan diduga terlibat korupsi lahan rumah DP 0 rupiah, buzzerRP langsung membisu,” ujarnya, Jumat (12/3/2021).

 

“Padahal sebelumnya buzzerRP menyerang Anies kasus lahan rumah DP 0 rupiah,” sambung Rahman.

 

Hal ini ia katakan berdasarkan pengamatannya yang melihat buzzerRP hanya menyerang Anies maupun kelompok yang berseberangan dengan penguasa.

 

Rahman bahkan berkata buzzerRP takkan menyerang partai yang berkuasa seperti PDIP.

 

“BuzzerRP tidak akan menyerang korupsi yang dilakukan PDIP maupun anggota partai penguasa lainnya,” ungkap Rahman.

 

BuzzerRP dinilai Rahmat sengaja dipelihara untuk mendukung para penguasa. Selain itu, kata Rahman, buzzerRp mendapatkan uang dari taipan dan koruptor, “Taipan dan koruptor sengaja memelihara para buzzerRp,” pungkasnya.

 

Sebelumnya, nama Prasetyo Edi Marsudi diduga menjadi salah satu aktor yang mengkorupsi lahan rumah DP 0 rupiah.

 

Dikutip dari Koran Tempo, Prasetyo Edi Marsudi disebut-sebut berperan mengatur alokasi dana pengadaan tanah bagi Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya. []


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.