Wakil Ketua DPD RI, Dukung Sumbar Menjadi Daerah Istimewa Minangkabau
SANCAnews – Wakil Ketua DPD RI Sultan B Najamudin mendukung
usulan agar Sumatera Barat menjadi Daerah Istimewa Minangkabau.
Senator muda asal Bengkulu yang berdarah Minang ini
menanggapinya usulan tersebut dengan sukacita, “Saya kira Sumbar layak menjadi
Daerah Istimewa,” ujar Sultan.
Sultan menilai Sumbar memiliki peran strategis dalam
perjalanan kehidupan kebangsaan dan kenegaraan Indonesia, baik pada masa pra
kemerdekaan ataupun pasca Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
"Bahkan wilayah Bukit Tinggi, Sumatera Barat pernah
menjadi ibu kota pemerintahan darurat RI," ujar Sultannya.
Eks Wakil Gubernur ini menyampaikan perubahan status menjadi
Daerah Istimewa dapat menjadi bentuk penghargaan kepada masyarakat Minang
terhadap peran besarnya dalam sejarah Republik Indonesia.
“Ada 15 tokoh Minang yang diangkat menjadi pahlawan nasional.
Dan, mereka memiliki peran besar terhadap perjalanan sejarah kita,” ujar
Sultan.
Sultan menyebut sejumlah tokoh asal Minang di antaranya Tan
Malaka, Sutan Sjahrir, H Abdul Muis, H Agus Salim, Tuanku Imam Bonjol, M Yamin,
Rasuna Said.
“Semua berasal dari daerah Sumatera Barat. Bahkan Wakil
Presiden pertama RI M Hatta berasal dari sana,” ujar pria yang akrab dipanggil
SBN tersebut.
Saat ini pengusulan perubahan (nama) status daerah tersebut
telah menyelesaikan naskah akademik yang disusun oleh tim kerja Badan Persiapan
Provinsi Daerah Istimewa Minangkabau (BP2DIM)
Yogyakarta menjadi daerah istimewa sejak 1945 karena faktor
sejarah. Dulu, Aceh juga pernah menjadi daerah istimewa sebelum diubah menjadi
daerah khusus.
Daerah istimewa adalah daerah yang mendapat perlakuan
istimewa berdasar faktor warisan sejarah. Yogyakarta ditetapkan Presiden RI
Soekarno sebagai daerah istimewa karena peran Kesultanan yang luar biasa besar
dalam mendukung Republik.
Setidaknya ada 250 bukti sejarah bahwa Yogyakarta berjuang
sebelum dan sesudah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Lebih lanjut, Sultan mendorong Pemerintah Daerah atau
kelompok masyarakat yang mengajukan perubahan nama menjadi DI Minangkabau dapat
menikuti mekanisme aturan yang berlaku.
"Saya yakin Bapak Presiden Jokowi akan sangat antusias
terhadap wacana ini,” ujar Sultan.
Menurut Sultan, penggantian nama daerah sudah termuat dalam
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2012, namun demikian penamaan
sebuah daerah harus memenuhi ketentuan PP.
Kata Minangkabau, menurut Sultan, kerap kali merujuk pada
kelompok etnis dan kultural secara spesifik. Jadi bukan merujuk pada kota
tertentu. Sedangkan wilayah penyebaran masyarakat Minang dominan di Sumatera
Barat serta juga mencakup Riau, bagian utara Bengkulu, bagian barat Jambi,
pantai barat Sumatera Utara, Aceh, dan Negeri Sembilan Malaysia.
Sultan menambahkan Sumatera Barat yang didominasi etnis
Minangkabau adalah salah satu wilayah yang masih hidup dengan mempertahankan
nilai serta tradisi budaya yang ada. Termasuk sistem adat budaya sendiri dalam
pemerintahan non formal (nagari).
“Hal ini merupakan kekayaan bangsa yang mesti harus dijaga
serta dilestarikan di tengah gempuran globalisasi bersama nilai-nilai
liberalnya. Melalui perubahan nama menjadi Daerah Istimewa, tentu kita berharap
Sumatera Barat dapat menjadi salah satu simbol kearifan budaya Indonesia,” ujar
Sultan. []