Latest Post

 


SANCAnews – Marcus Mietzner, Associate Professor Australia National University yang juga seorang Indonesianis, menyoroti posisi Presiden Jokowi terkait kekisruhan Partai Demokrat.

 

Dalam diskusi daring, Jumat (12/3/2021), Marcus menilai sikap Jokowi bisa dikategorikan buruk kalau memang tidak mengetahui pergerakan Kepala Staf Presiden Moeldoko yang didaulat menjadi Ketua Umum Partai Demokrat versi KLB Deli Serdang.

 

"Kami di Australia tahu, Moeldoko akan dijadikan ketua umum Demokrat. Begitu jadi ketua, presiden dan jubir mengatakan istana kaget, kok tiba-tiba Moeldoko menjadi ketua Demokrat," kata Marcus Mietzner.

 

Menurutnya, kalaupun Jokowi tidak mengetahui sepak terjang politik kepala stafnya, maka hal itu sangat buruk.

 

Apalagi, sebelum Kongres Luar Biasa Partai Demokrat digelar di Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat (5/3), sudah santer beredar pemberitaan media massa soal Moeldoko akan menjadi Ketum PD melalui mekanisme tersebut.

 

"Sudah sejak sebulan sebelum ada KLB itu, banyak pemberitaan mengenai Moeldoko akan menjadi ketua umum Demokrat," kata dia.

 

Menurut Marcus, entah tahu atau tidak terkait kekisruhan itu, Jokowi tetap dinilainya buruk.

 

Bahkan, kata dia, Jokowi tetap buruk dalam politik walaupun tidak tahu niat Moeldoko, tidak mendukungnya, atau sama sekali tidak mengetahui rencana KLB Partai Demokrat.

 

"Kita harus tanya, kenapa presiden tidak ingin tahu, tidak bertanya atau kalau sudah diberitahu, kenapa tidak ambil langkah misalnya pemecatan," ungkapnya.

 

Marcus mengakui, selama menjadi peneliti politik, baru kali ini ada kasus presiden tidak mengetahui tindak-tanduk bawahannya.

 

"Saya belum menemukan contoh seperti ini di mana pun sebelumnya. Jadi sebenarnya kita harus mempertanyakan, apa yang Jokowi tahu? Apakah memang dia terlibat? Dia malah memberikan motivasi Moeldoko untuk ambil langkah seperti ini?" tuturnya.

 

"Atau kalau tidak tahu menahu, kenapa dia tidak tahu? Begitu sudah membaca, sudah melihat di TV, kenapa dia tidak mengambil langkah?"

 

Sebelumnya, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD memastikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam kondisi tenang dan santai di tengah kisruh Partai Demokrat.

 

Sebagai informasi, Jokowi diminta sejumlah pihak, terutama kader partai yang masih setia mendukung Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai ketua umum segera mengambil sikap.

 

"Dia (Presiden Jokowi) happy-happy saja tuh. Artinya dia kaget ketika tahu Pak Moeldoko (terlibat kudeta), tetapi beliau tidak merasa merusak ini itu, diam saja," ungkap Mahfud dikutip dari tayangan Youtube Najwa Shibab. []


 

 

SANCAnews – Para korban banjir di Desa Sumberurip, Pabayuran Kabupaten Bekasi tagih janji Presiden Jokowi. Pasalnya, rumah mereka yang dijanjikan bakal dibangun, masih berbentuk kubangan sedalam 60 sentimeter.

 

Akibatnya, para korban banjir terpaksa masih menetap di lokasi pengungsian. Sebab, rumah mereka sudah rusak akibat terendam air akibat jebolnya tanggul Citarum.

 

"Saya berharap Pak Jokowi segera bangun rumah kami, sesuai janjinya saat datang ke sini," kata Onih (45 tahun), salah satu korban banjir Pabayuran, Jumat 12 Maret 2021.

 

Hal senada juga dikatakan, warga lainnya Subandi. Menurut dia, ketika Presiden Jokowi datang, berjanji akan membangun rumah warga yang terkena banjir. "Tapi sampai sekarang belum ada pengerjaan," katanya.

 

Bahkan kata dia, warga meminta kepada Perum Jasa Tirta agar lahan yang menjadi kubangan akibat galian tanah untuk bisa dijadikan tanggul sementara. "Seharusnya diurug biar banjir tidak seperti ini," ujarnya.

 

Sementara itu, Anggota Badam Permusyawaratan Desa (BPD) Sumber Urip Mamun mengatakan, lahan yang sudah digali untuk dijadikan tanggul sementara sudah minta diurug kembali. Sayangnya, sampai sekarang permintaan itu tidak ditanggapi.

 

"Sudah dua minggu tak ada tanggapan, soalnya di lokasi ini kan harus dibangun rumah lagi," katanya.

 

Seperti yang diketahui, warga Desa Sumberurip, Kecamatan Pabayuran, Kabupaten Bekasi kehilangan tempat tinggal. Pasalnya, rumahnya hancur setelah direndam banjir pada Sabtu 20 Februari 2021. Bangunan itu tak kuat menahan derasnya arus air akibat jebolnya tanggul Sungai Citarum. []




SANCAnews – Hasil survei yang dilakukan oleh IndEX Research menunjukkan nama Prabowo Subianto masih kuat memimpin peta pertarungan menuju Pilpres 2024, sementara nama Agus Harimurti Yudhoyono muncul dan berhasil masuk empat besar.

 

Peneliti IndEX Research Hendri Kurniawan mengatakan, posisi tiga besar capres masih dikuasai Prabowo, Ridwan Kamil, dan Ganjar Pranowo. Sedangkan, Agus Harimurti Yudhoyono yang semula stabil di papan bawah, dalam 4 bulan terakhir melesat ke empat besar.

 

"Prabowo, Kang Emil, dan Ganjar mantap sebagai top three capres 2024, dibayangi AHY yang tembus ke empat besar," ujar Hendri seperti dikutip Antara, Jumat (12/3/2021).

 

Elektabilitas Prabowo fluktuatif di kisaran 19—22 persen sejak survei pada bulan Mei 2020 hingga November 2020 dan kini pada survei Maret 2021 mencapai 20,4 persen.

 

Sementara Kang Emil yang sebelumnya (survei Mei dan November 2020) hanya 7—8 persen, kini bertengger di urutan kedua dengan elektabilitas 14,1 persen.

 

Nama Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo dari survei sebelumnya (Februari 2020) hanya 9 persen, melejit ke 14—15 persen pada survei Mei dan November 2020, dan kini tergeser menjadi 13,5 persen.

 

"Prabowo masih sangat potensial dimajukan kembali pada Pemilu 2024 dengan lawan potensial antara Kang Emil atau Ganjar," ujar Hendri.

 

Kepala daerah di dua provinsi terpadat di Pulau Jawa itu dinilai potensial menjadi pemimpin nasional masa depan.

 

Hendri membahas, hal yang menarik, justru ada pada sosok AHY. Dari awalnya (survei Agustus dan November 2020) hanya 1—2 persen, dalam waktu cepat menyalip sejumlah nama, kini elektabilitasnya mencapai 7 persen.

 

Di sisi lain Sandiaga Uno, dari 10—11 persen (survei Mei 2020) melorot menjadi 6,8 persen, sedangkan Anies Baswedan dari 13 persen (Mei 2020), kini tinggal 6,3 persen.

 

"AHY diuntungkan oleh pertarungan internal di Partai Demokrat sebagai capres unggulan dari kalangan oposisi," urainya.

 

Nama Moeldoko, kata Hendri, yang mengudeta kepemimpinan Partai Demokrat justu hanya mampu meraih elektabilitas 0,4 persen atau di bawah 1 persen.

 

"Kesan AHY sebagai figur yang dizalimi tampaknya mendulang simpati dari publik," tegas Hendri.

 

Serangkaian pernyataan yang dilontarkan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga mencitrakan Demokrat tengah diobok-obok penguasa, seperti PDI kubu Megawati semasa Orde Baru yang berujung peristiwa 27 Juli 1996.

 

Selain itu, ada nama-nama, seperti Tri Rismaharini (4,6 persen), Erick Thohir (3,3 persen), Khofifah Indar Parawansa (2,7 persen), dan Giring Ganesha (2,1 persen). Berikutnya, Mahfud MD (1,6 persen), Puan Maharani (1,3 persen), Susi Pudjiastuti (1,1 persen), dan Airlangga Hartarto (1,0 persen).

 

Sisanya seperti halnya Moeldoko hanya di bawah 1 persen, antara lain Gatot Nurmantyo (0,7 persen). Mereka yang menyatakan tidak tahu/tidak menjawab 11,3 persen.

 

"Peta capres masih dinamis, apalagi masih banyak waktu hingga 3 tahun ke depan," ucap Hendri

 

Survei IndEX Research dilakukan pada tanggal 25 Februari—5 Maret 2021 terhadap 1.200 orang mewakili seluruh provinsi di Indonesia.

 

Metode survei dilakukan melalui telepon kepada responden yang dipilih acak dari survei sebelumnya sejak 2018. Margin of error ±2,9 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen. (*)


 

 

SANCAnews – Sekelompok mahasiswa Papua melaporkan Kapolresta Malang Kombes Leonardus Simarmata ke Divisi Profesi dan Pengamanan Mabes Polri, Jumat (12/3/2021). Leonardus dilaporkan atas tuduhan rasis dan diskriminatif terhadap mahasiswa Papua.

 

Menurut kuasa hukum pelapor, Michael Himan, dugaan ujaran rasis dan diskriminatif itu terjadi saat sekelompok mahasiswa asal Papua menggelar unjuk rasa memperingati International Women Day's (IWD) di Malang, Jawa Timur, Senin (8/3/2021) lalu.

 

Saat itu, kata Michael, ada dua gelombang unjuk rasa yang dilakukan oleh mahasiswa Papua. Tak hanya soal isu-isu wanita, mereka juga menyampaikan aspirasi tentang otonomi khusus Papua.

 

Ketika demo berlangsung, lanjut Michael, terjadi aksi saling dorong antara mahasiswa dan aparat. Aksi ini terjadi usai beberapa mahasiswa yang demo ditangkap petugas.

 

Buntutnya, sekelompok mahasiswa yang tergabung dalam aliansi Gerakan Perempuan Bersama Rakyat (Gerak) menyambangi Mapolresta Malang menuntut dua rekannya dibebaskan.

 

Pada saat itulah dugaan ujaran rasis dilontarkan Kapolresta Malang Kombes Leonardus Simarmata. Video peristiwa inipun menyebar di media sosial dan menarik perhatian

 

"Ujaran rasisme yang dikeluarkan Kapolres Malang sangat tidak boleh sebenarnya seorang pemimpin mengeluarkan bahasa yang demikian," kata Michael dilansir dari ANTARA.

 

Menurut Michael, laporan ini dilakukan guna meredam dampak negatif yang berpotensi terjadi akibat ucapan Leonardus.

 

"Kami memohon kepada Bapak Kapolri untuk menindaklanjuti kasus ini agar bisa mempertanggungjawabkan ucapan tersebut," kata Michael.

 

Leonardus dilaporkan ke Propam Mabes Polri dengan nomor SPSP2/815/III/2021/Bagyanduan. Laporan ini disampaikan Arman Asso selaku perwakilan mahasiswa asal Papua di Malang.

 

Dalam laporan tersebut, Leonardus dituding melontar ujaran rasis. Mereka pun meminta Leonardus meminta maaf dan dicopot dari jabatannya.

 

Sementara itu, Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo mengatakan bahwa pihaknya segera melakukan penyelidikan dan klarifikasi setelah menerima laporan mahasiswa tersebut.

 

"Langkah Divisi Propam akan mulai melaksanakan penyelidikan dan klarifikasi terhadap pihakpihak terkait, baik dari pelapor maupun terduga pelanggar," kata Ferdy.

 

Sebelumnya, beredar penggalan video yang menampilkan rekaman suara seorang polisi yang diduga Kapolresta Malang Kota Kombes Leonardus Simarmata.

 

Video tersebut antara lain dibagikan oleh aktivis HAM Papua, Veronica Koman di Twitter.

 

"Tadi malam: Kapolres Malang (Jawa) kepada mahasiswa Papua Barat di luar kantor polisi menuntut pembebasan teman mereka # IWD2021 yang ditahan: 'Kamu adalah target yang sah! Menembak! Jika Anda masuk ke sini, Anda adalah target yang sah!'" tulis Vero.




 


SANCAnews – Anggota DPR RI Fadli Zon memuji perkembangan agama Islam di Rusia. Menurut Fadli, agama itu merangsek naik sebagai agama kedua terbanyak pengikut setelah Kristen Ortodoks.

 

Di samping itu, kata Fadli, Rusia berhasil menciptakan keharmonisan antara beragama kurun 20 tahun terakhir.

 

Menurutnya, tidak ada Islamofobia di negara tersebut. Baik di antara warga sipil maupun di kalangan pemimpin. Hal itu disampaikan Fadli melalui akun Twitter @fadlizon, Jumat (12/3/2021).

 

"Rusia berhasil menciptakan harmoni 20 tahun belakangan ini. Tak ada Islamofobia di Rusia termasuk dr para pemimpinnya," tulis Fadli.

 

Fadli menambahkan, bentuk perkembangan serta sikap pemerintah terhadap Islam tercermin dari pembangunan masjid di Kota Moskow.

 

"Bahkan pemerintahnya membangun masjid terbesar di Moskwa. Islam semakin berkembang dan menjadi agama kedua terbesar setelah Kristen Ortodoks," sambungnya.

 

Kicauan Fadli ditanggapi oleh Kantor Berita Rusia, Russia Beyond the Headlines (RBTH). 


Melalui akun Twitter @RBTHIndonesia, media tersebut membenarnya pernyataan Fadli.

 

"Betul, presiden kami bahkan secara tegas mengatakan bahwa Islam dan agama lainnya sebagai bagian tak terpisahkan dari kebudayaan kami. Islam, khususnya, bukan pendatang baru. Islam sudah ada di Rusia sejak pertengahan abad ke-7 Masehi," tulis akun itu.


Baca kicauan Fadli selengkapnya di bawah ini:

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.