Latest Post

 


SANCAnews – Peribahasa sudah jatuh tertimpa tangga tampaknya cocok untuk menggambarkan kondisi Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko.

 

Di mana mantan Panglima TNI itu baru saja dinobatkan sebagai ketua umum Partai Demokrat oleh sekelompok mengatasnamakan kader Partai Demokrat yang menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) sepihak di Sibolangit, Deliserdang.

 

Moeldoko dinilai telah rugi secara materi maupun harga diri karena telah menyatakan kemauan untuk diangkat sebagai ketua umum abal-abal.

 

Apalagi setelah Menko Polhukam Mahfud MD menyatakan bahwa AD/ART Partai Demokrat yang diakui pemerintah tahun 2020. Sementara KLB di Deliserdang menggunakan AD/ART 2005.

 

"Akibatnya Moeldoko rugi karena telah keluar uang banyak. Harga diri dipertaruhkan. Dan mencoreng muka Jokowi dan akhirnya dipecat?" ujar pengamat politik, Muslim Arbi kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (12/3).

 

Menurutnya, faktor-faktor ini tidak dipertimbangkan secara masak oleh Moeldoko ketika menyatakan kemauan saat didapuk mengambil alih Demokrat.

 

"Ini tentunya sangat memalukan. Kenapa tidak bikin partai saja? Lebih elegan dan tidak merampas partai orang," pungkas Muslim. []


 


SANCAnews – Kubu Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang mengklaim kantor DPP versi KLB terletak di Jalan Pemuda Nomor 712 Rawamangun, Jakarta Timur.

 

Tempat yang disebut sebagai tempat bersejarah itu membawa Ketua Majelis Tinggi PD Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi Presiden Republik Indonesia untuk dua periode.

 

"Kantor DPP Partai Demokrat berada di Jalan Pemuda Nomor 712 Rawamangun, Jakarta Timur," kata, Penggagas KLB PD versi KLB, Darmizal, dalam konferensi pers, di Jalan Terusan Lembang D54, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (11/3/2021).

 

"Tempat yang sangat bersejarah bagi Partai Demokrat dan tentu saja bagi bangsa Indonesia di mana dari tempat itulah SBY diantarkan selama dua periode menjadi Presiden Republik Indonesia selama dua periode. Tempat itu dipinjamkan oleh Bapak Jhoni Allen Marbun, yang hari ini menjadi Sekretaris Jenderal Partai Demokrat," lanjutnya.

 

Dikonfirmasi terpisah, Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat Andi Mallarangeng, menjelaskan asal usul tempat tersebut. Andi mengungkap kalau tempat itu milik Jhoni Allen Marbun.

 

"Oh iya, yang di Jalan Pemuda itu memang tempatnya punya Jhoni Allen kalau nggak salah," kata Andi kepada wartawan, Kamis (11/3/2021).

 

Menurut Andi, gedung DPP Demokrat di kawasan Rawamangun itu memang sempat menjadi kantor DPP Demokrat pada masa kepemimpinan Ketum PD Hadi Utomo. Saat itu, kata Andi, gedung tersebut masih disewa untuk dijadikan kantor DPP Demokrat.

 

"Kan waktu itu kalau nggak salah disewa atau gimana. Yang waktu itu kepemimpinannya siapa ya waktu itu ya. Pak Hadi Utomo bukan ya, atau Pak Subur (Ketua Umum Partai Demokrat, Subur Budhisantoso) bukan ya. Jadi itu saya kan tidak, saya tidak tahu tuh, tapi setahu saya sewa atau gimana waktu itu," ungkapnya.

 

"Kalau tidak salah (terakhir dipakai jadi DPP Demokrat zaman) Pak Hadi Utomo awal-awal barangkali, ya," ujarnya.

 

Andi mengatakan DPP Demokrat tidak melanjutkan sewa gedung di Rawamangun karena sudah habis kontrak. Namun ia tidak mengetahui detail keputusan tersebut.

 

"Kan nyewa, udah abis kontraknya. Tapi kan yang menentukan Ketua Umum waktu itu," ujarnya.

 

Lebih jauh Andi menjelaskan kantor DPP Demokrat sempat pindah ke kawasan di Jalan Kramat, Jakarta Pusat, pada masa kepemimpinan Ketum Anas Urbaningrum. Saat itu, dikatakannya, gedung kantor DPP Demokrat juga masih menyewa dari Menteri Perumahan Rakyat Indonesia ke-7 periode 2011-2014, Djan Faridz.

 

"Waktu Pak Anas itu pindah di Jalan Kramat apa ya, tempatnya. Waktu itu nyewa juga. Nyewa juga gedungnya. Milik Djan Faridz," ungkapnya.

 

Setelah kontrak itu selesai, DPP Demokrat membeli gedung kantor sendiri di Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat. "Ya ini punya sendiri kan. Nggak nyewa-nyewa lagi. Dari dulu nyewa-nyewa terus DPP," ujar Andi.

 

Kondisi kantor yang akan dijadikan DPP versi KLB 

Pantauan detikcom di lokasi, Kamis (11/3/2021) pukul 15.30 WIB, tak ada lagi logo dan tulisan DPP Partai Demokrat. Dari luar, terlihat ada sejumlah pekerjaan renovasi.

 

Beberapa tukang bangunan terlihat sedang bekerja. Ada tumpukan kayu, plafon, serta tripleks bekas yang ditumpuk. Kaca jendela terlihat pecah dan belum diganti dengan yang baru.

 

Seorang pria yang mengaku sebagai pelaksana renovasi gedung menyebut bangunan itu sudah kosong selama lima tahun. "Sudah kosong lima tahun terakhir," kata pria bernama Fadil itu ketika ditemui di lokasi.

 

Dia mengatakan renovasi baru berjalan sepekan. Fadil mengaku belum mengetahui nantinya gedung tersebut akan difungsikan untuk apa.

 

"Ini renovasi baru semingguan, tapi saya belum tahu nantinya ini akan dijadikan apa. Saya hanya ditugasin untuk renovasi gedung ini saja," ujar Fadil. []


 


SANCAnews – Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) 6 anggota FPI Laskar menduga ada eksekutor lain dalam peristiwa di Jalan Tol Km 50 Cikampek, 7 Desember 2020. Baku tembak yang terjadi dan selongsong peluru di TKP kemungkinan besar bukan hanya milik polisi dan anggota laskar tetapi juga pihak lain.

 

Hal itu, menurut Ketua TP3 Abdullah Hehamahua, berdasarkan keterangan sejumlah saksi mata yang ditemukan di sekitarnya, Jumat (12/3/2021).

 

"Harus diperhatikan bahwa pada sore hari, 6 Desember, di kilometer 50 ada orang berpakaian hitam membawa senjata laras panjang. Ini siapa?" kata Abdullah Hehamahua kepada tim Blak-blakan detikcom, Kamis (11/3/2021).

 

Komnas HAM menyebut ada adu tembak pada 7 Desember, tapi bagaimana mereka tahu bahwa selongsong peluru itu milik polisi dan FPI?

 

Abdullah Hehamahua merujuk pengalamannya selama di KPK. Pada 2009, kata dia, Ketua KPK Antasari Azhar menjadi tersangka kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjara Nasrudin Zulkarnain. Ternyata di persidangan terungkap tersangka eksekutor yang disewa gagal menunaikan tugas karena pistol macet. Tapi Nasrudin tetap tewas dengan peluru di bagian kepala.

 

"Jadi peluru yang mengenai korban adalah dari sniper, jarak jauh. Kalau bukan ahlinya tak mungkin tertembak karena mobil sedang bergerak. Jadi, kenapa Komnas HAM tidak mengambil pelajaran dari kasus tersebut, bahwa peluru itu bisa punya polisi, FPI, tapi juga bisa punya kelompok lain,?" papar Abdullah Hehamahua yang menjadi penasihat KPK pada 2005-2013.

 

Pada bagian lain, Abdullah juga menilai ada kejanggalan dari polisi di lapangan yang tidak memborgol empat anggota laskar. Akibatnya mereka disebut merampas senjata dan polisi lalu menghabisinya sebagai pembelaan diri.

 

Keanehan lain, polisi melakukan pembongkaran dan pembersihan lokasi kejadian. Padahal di situ ada banyak barang bukti yang semestinya dijaga hingga kasus benar-benar berkekuatan hukum tetap.

 

"Kenapa dibongkar habis? Itu barang bukti yang menurut KUHAP harus dijaga. Terus orang-orang di sekitar lokasi diambil hp-nya lalu dihapus rekaman (foto/video) di dalamnya," kata Abdullah Hehamahua. [*]


 


SANCAnews – Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan pemerintah akan berpedoman kepada tiga hal dalam penyelesaian konflik Partai Demokrat.

 

Pertama, UU 2/2008 tentang Partai Politik. Kedua, Keputusan Menkumham 34/2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Partai dan Pengurus Partai. Ketiga, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat yang berlaku saat ini.

 

"AD/ART yang berlaku yang mana? Yang sekarang masih terdaftar (hasil Kongres PD 2020)," kata Mahfud dalam acara Mata Najwa, Rabu malam (10/3).

 

Namun, Mahfud juga mengatakan bahwa Kongres Luar Biasa (KLB) yang digelar di Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat (5/3), juga akan dinilai keabsahannya.

 

"Nanti kita lihat," ujar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.

 

Menanggapi pernyataan Mahfud itu, Deputi Strategi dan Kebijakan Balitbang DPP Partai Demokrat Yan Harahap mengapresiasi dan mengucapkan terima kasih.

 

Selain itu, dia juga menyebutkan bahwa partainya akan memegang teguh ucapan Mahfud tersebut.

 

"Terima kasih atas penjelasannya Pak Mahfud MD. Jejak digital ini akan kami simpan baik-baik," ujar Yan Harahap, Kamis (11/3).

 

Setelah menggelar KLB dengan memilih Kepala KSP Moeldoko sebagai ketua umum, kepengurusan Partai Demokrat versi KLB Sibolangit akan mendaftar ke Kemenkumham.

 

Kubu Moeldoko mengaku optimistis Kemenkumham akan menerima hasil kepengurusan KLB mereka. (rmol)


 


SANCAnews – Selain Partai Demokrat, Kepala KSP Moeldoko ternyata pernah menemui M. Jusuf Kalla untuk bisa menjadi Ketua Umum Partai Golkar.

 

Hal tersebut diungkapkan Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat Andi Mallarangeng dari tulisan Hamid Awaluddin seperti dalam tayangan Satu Meja The Forum Kompas Tv, Rabu (10/3).

 

"Pak Moeldoko itu dari dulu memang cari-cari kesempatan masuk dalam politik dan segala macam," kata Andi Mallarangeng.

 

Deputi Strategi dan Kebijakan Balitbang DPP Partai Demokrat Yan Harahap mengatakan, Moeldoko lebih terhormat jika mendirikan partai politik. Bukan merebuat partai orang lain.

 

"Andai mendirikan parpol sendiri, Moeldoko jauh lebih terhormat," ujar Yan Harahap, Kamis (11/3).

 

Dengan mendorong dan menjadi ketua umum Partai Demokrat lewat Kongres luar Biasa (KLB) ilegal yang digelar di Deli Serdang, Sumatera Utara, integritas mantan Panglima TNI itu malah dipertanyakan.

 

"Dengan mencoba 'merampas' partai orang lain, reputasinya pun 'musnah dalam sekejap'," ucap Yan Harahap. (rmol)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.