Latest Post

 


SANCAnews – Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan pemerintah akan berpedoman kepada tiga hal dalam penyelesaian konflik Partai Demokrat.

 

Pertama, UU 2/2008 tentang Partai Politik. Kedua, Keputusan Menkumham 34/2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Partai dan Pengurus Partai. Ketiga, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat yang berlaku saat ini.

 

"AD/ART yang berlaku yang mana? Yang sekarang masih terdaftar (hasil Kongres PD 2020)," kata Mahfud dalam acara Mata Najwa, Rabu malam (10/3).

 

Namun, Mahfud juga mengatakan bahwa Kongres Luar Biasa (KLB) yang digelar di Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat (5/3), juga akan dinilai keabsahannya.

 

"Nanti kita lihat," ujar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.

 

Menanggapi pernyataan Mahfud itu, Deputi Strategi dan Kebijakan Balitbang DPP Partai Demokrat Yan Harahap mengapresiasi dan mengucapkan terima kasih.

 

Selain itu, dia juga menyebutkan bahwa partainya akan memegang teguh ucapan Mahfud tersebut.

 

"Terima kasih atas penjelasannya Pak Mahfud MD. Jejak digital ini akan kami simpan baik-baik," ujar Yan Harahap, Kamis (11/3).

 

Setelah menggelar KLB dengan memilih Kepala KSP Moeldoko sebagai ketua umum, kepengurusan Partai Demokrat versi KLB Sibolangit akan mendaftar ke Kemenkumham.

 

Kubu Moeldoko mengaku optimistis Kemenkumham akan menerima hasil kepengurusan KLB mereka. (rmol)


 


SANCAnews – Selain Partai Demokrat, Kepala KSP Moeldoko ternyata pernah menemui M. Jusuf Kalla untuk bisa menjadi Ketua Umum Partai Golkar.

 

Hal tersebut diungkapkan Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat Andi Mallarangeng dari tulisan Hamid Awaluddin seperti dalam tayangan Satu Meja The Forum Kompas Tv, Rabu (10/3).

 

"Pak Moeldoko itu dari dulu memang cari-cari kesempatan masuk dalam politik dan segala macam," kata Andi Mallarangeng.

 

Deputi Strategi dan Kebijakan Balitbang DPP Partai Demokrat Yan Harahap mengatakan, Moeldoko lebih terhormat jika mendirikan partai politik. Bukan merebuat partai orang lain.

 

"Andai mendirikan parpol sendiri, Moeldoko jauh lebih terhormat," ujar Yan Harahap, Kamis (11/3).

 

Dengan mendorong dan menjadi ketua umum Partai Demokrat lewat Kongres luar Biasa (KLB) ilegal yang digelar di Deli Serdang, Sumatera Utara, integritas mantan Panglima TNI itu malah dipertanyakan.

 

"Dengan mencoba 'merampas' partai orang lain, reputasinya pun 'musnah dalam sekejap'," ucap Yan Harahap. (rmol)



 

SANCAnews – Hasil kegiatan yang diklaim sebagai Kongrers Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di Deliserdang, Sumatera Utara, tidak bisa disahkan Kementerian Hukum dan Ham.

 

Begitulah pendapat pakar hukum tata negara, Margarito Kamis, saat diwawancarai Kantor Berita Politik RMOL, dibilangan Depok, Jawa Barat, Rabu (10/3).

 

Margarito menerangkan, penyelenggaraan KLB Deliserdang tidak memiliki dasar hukum yang kuat, karena tidak merujuk pada AD/ART tahun 2020 yang disahkan bersamaan dengan kepengurusan Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurthi Yudhoyono, oleh Kemenkumham.

 

"KLB itu didasarkan (pada) anggaran dasar anggaran rumah tangga yang sudah dicabut, maka untuk alasan apapun KLB itu tidak sah," ujar Margarito Kamis.

 

Dari perpektif itu, Margarito melihat Menteri Hukum dan Ham, Yasonna H Laoly, tidak memiliki dalih untuk mengesahkan hasil KLB Deliserdang.

 

Walaupun menurutnya, KLB Deliserdang menghasilkan struktur kepengurusan partai dan AD/ART baru.

 

"Kalau yang digunakan anggaran dasar anggaran rumah tangga yang sudah expired, maka dengan alasan apapun, secanggih apapun kongres itu, tetap tidak sah," ucapnya.

 

"Konsekuensinya, kepengurusan yang dilahirkan atau apapun yang dilahirkan dari situ tidak bisa diterima sebagai hal hukum yang sah. suka atau tidak suka," demikian Margarito Kamis.

 

Dalam jumpa pers dibilangan Kuningan, Jakarta Selatan, dua hari lalu, panitia penyelenggara berdalih bawa KLB Deliserdang sah diselenggarakan karena merujuk pada AD/ART 2005.

 

Sebab menurut para peneyelenggara yang merupakan eks kader Partai Demokrat, AD/ART tahun 2020 memberikan kewenangan yang berlebih kepada Majelis Tinggi, bahkan kewenanganya dianggap melebihi Kongres. (*)


 


SANCAnews – Setelah kongres luar biasa Partai Demokrat di Deli Serdang, tensi politik di internal partai itu semakin tinggi. Berbagai peristiwa politik susulan muncul akibat kekecewaan di antara kubu Moeldoko dan Agus Harimurti Yudhoyono, mulai dari isu santet sampai ancaman lapor ke polisi.

 

Di antara rentetan peristiwa yang belakangan menjadi perhatian, kubu Moeldoko mengancam akan melaporkan Sekretaris Majelis Tinggi Demokrat Andi Mallarangeng (kubu AHY) ke Polda Metro Jaya, Kamis (11/3/2021), sore, karena narasi yang disampaikan Andi mereka duga mengait-ngaitkan pemerintah dalam pusaran politik.

 

"Pencemaran nama baik serta menyeret-menyeret negara dalam persoalan ini. Dia bilang pemerintah, kepala pemerintahan siapa? Pak Jokowi. Berarti dia seret-seret Pak Jokowi dong," kata koordinator tim hukum Partai Demokrat kubu Moeldoko, Razman Nasution.

 

Pernyataan Andi disampaikan ketika dia berdialog di salah satu stasiun televisi swasta pada 8 Maret 2021.

 

Apa tanggapan Andi? 

Andi mempertanyakan bagian mana ucapannya yang menuduh pemerintah terlibat. Tapi kalau memang akan dilaporkan ke polisi, Andi mengatakan siap untuk menghadapi proses hukum.

 

"Hehehehe... Karena sudah tidak bisa lagi berkilah, tak bisa lagi ngeles, karena yang abal-abal sudah kelihatan sebagai yang abal-abal. Mungkin karena sudah kehabisan akal, tidak mampu lagi berdebat, argumen sudah habis dan rakyat pun sudah tahu akal-akalan mereka. Lalu kalap, mengancam mengadukan ke polisi," kata Andi.

 

Andi menduga, ancaman tersebut untuk membuat nyalinya menciut. Tapi dia menegaskan, "Kita akan lawan, every step of the way. Insyaallah kebenaran akan menang."

 

"Mungkin mereka pikir, dengan diancam kami akan bungkam, takut lalu nerimo KLB abal-abal dengan ketumnya yang abal-abal pula. Tidak, ancaman seperti ini tidak akan menyurutkan saya, kader Demokrat sejati, untuk melawan kezaliman, melawan begal politik yang mau mengambil alih secara paksa kepemimpinan partai kami," tulisnya Andi. [sc]


 


SANCAnews – Istana akan dianggap sebagai produsen konflik jika hasil Kongres Luar Biasa (KLB) yang dilakukan sekelompok orang mengatasnamakan Partai Demokrat di Deliserdang disahkan.

 

Pengamat sosial politik, Muslim Arbi mengatakan bahwa pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD sebenarnya sudah cukup jelas untuk menjadi dasar bahwa kepengurusan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) merupakan yang sah di Demokrat.

 

Sebab, Menko Mahfud mengatakan bahwa AD/ART terakhir yang diserahkan Partai Demokrat adalah tahun 2020. Sementara KLB Deliserdang berpegangan pada AD/ART 2005.

 

"Tetapi jika Jokowi membiarkan Menkumham Yasona Laoly mengesahkan Demokrat versi KLB, berarti ini ada unsur kesengajaan yang memang dikondisikan agar tercipta perpecahan dalam tubuh Demokrat menjadi legal," ujar Muslim kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (11/3).

 

Bahkan, sambung Muslim, jika Presiden Joko Widodo membiarkan konflik Demokrat yang melibatkan Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko berlarut-larut, maka itu bisa disebut sebagai upaya memperlemah daya kritis yang selama ini disuarakan partai berlambang mercy tersebut.

 

Artinya, Istana dengan sengaja menghendaki adanya konflik di tubuh Partai Demokrat, "Jika perpecahan ini dibiarkan dan dilegalkan, maka produsen konflik itu memang Istana. Dan Moeldoko hanya wayang Jokowi," kata Muslim. (*)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.