Latest Post

 


SANCAnews – Langkah kuda Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko dalam berpolitik harus diwaspadai Presiden Joko Widodo.

 

Pesan ini disampaikan pengamat sosial politik, Muslim Arbi yang yakin Presiden Jokowi kini sedang berat menimbang nasib Kongres Luar Biasa (KLB) yang digelar sekelompok orang mengatasnamakan Partai Demokrat dan menunjuk Moeldoko sebagai ketua umum.

 

Muslim Arbi mengingatkan bahwa pengesahan kepengurusan Moeldoko itu akan sangat berbahaya bagi Jokowi baik secara hukum maupun politik.

 

Sebab tidak menutup kemungkinan Moeldoko akan melakukan pengkhianatan kepada Jokowi di kemudian hari. Hal ini bercermin dari “pengkhianatan” mantan Panglima TNI itu kepada Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang telah membesarkannya.

 

"Apakah KLB Moeldoko di kemudian hari tidak khianati Jokowi, seperti Moeldoko khianati SBY?" ujar Muslim kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (11/3).

 

Sehingga, kata Muslim, satu-satunya solusi bagi Jokowi adalah, tidak memberikan peluang untuk Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly untuk mengesahkan Demokrat versi KLB.

 

"Maka solusinya Jokowi segera pecat Moeldoko dari KSP. Jika tidak asumsi publik tetap anggap Jokowi 'Korlap' untuk ambisi politiknya meraih tiga periode jadi Presiden. Dan Moeldoko sebagai wayang dan tumbal Jokowi saja," pungkasnya. []


 


SANCAnews – Pemerintah memastikan tidak ikut campur dalam urusan gerakan sepihak yang diklaim sebagai Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di Sibolangit, Sumatera Utara (Sumut) beberapa waktu lalu.

 

Hingga saat ini pun pemerintah masih mengakui Partai Demokrat pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sah secara hukum sebagaimana terdaftar di Kemenkumham dan lembar negara.

 

Demikian disampaikan Menko Polhukam, Mahfud MD dalam acara Satu Meja The Forum KompasTV bertajuk "Demokrat Terbelah Istana Dimana?", Rabu malam (10/3).

 

"Dari sudut hukum, posisi pemerintah itu tidak melihat (Demokrat) terpecah karena apa? Karena sekarang secara resmi belum ada permintaan perubahan pengurus. Sampai hari ini (ketum Demokrat) masih AHY, pengurus-pengurus daerah juga masih yang terdaftar di KPU-KPU, Sipol Pemilu kan masih ada," tegas Mahfud MD.

 

Mahfud mengatakan, pemerintah masih berpedoman pada aturan UU terkait perubahan pengurus, sebagaimana keputusan Menkumham Nomor 34/2017 dan AD/ART Partai Demokrat, "Yang berlaku itu yang masih terdaftar di KPU sampai sekarang," tegasnya.

 

Atas dasar itu, Mahfud juga menegaskan manuver Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko adalah murni inisiatif pribadi tanpa intervensi Istana.

 

"Iya pasti dong (inisiatif Moeldoko). Kehadiran Pak Moeldoko, keterlibatannya di situ adalah inisiatif Pak Moeldoko," tegasnya.

 

"Saya tanya ke Pak Moeldoko, 'Pak Moeldoko, betul enggak Bapak tidak bercerita ke Pak Presiden?' ketawa dia. 'Saya memang bertemu Pak Presiden hari Kamis gitu ya, saya tidak ditanya juga, untuk apa juga kita cerita'. Itu aja," demikian Mahfud MD turut menirukan percakapan Moeldoko. (rmol)


 


SANCAnews – Permintaan bukti pelanggaran HAM berat atas tragedi tewasnya enam laskar FPI di KM 50 tol Jakarta Cikampek yang disampaikan pemerintah saat menerima kedatangan Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) dianggap keliru.

 

Sebab menurut mantan Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai, bukti-bukti kasus KM 50 murni sebagai tugas negara.

 

"Mahfud MD salah besar tuntut rakyat (Amien Cs) bawa bukti KM 50. Soal cari bukti, itu urusan negara," kata Natalius Pigai kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis dini hari (11/3).

 

Negara, kata Pigai, wajib mencari bukti dugaan pelanggaran HAM berat seperti yang dituduhkan Amien Rais cs dengan mengerahkan penyidik baik dari Komnas HAM, kepolisian, maupun kejaksaan.

 

"Mereka itu sebagai state obligation. Nantinya, hasil Komnas HAM itu bisa diangkat sebagai (pelanggaran) HAM berat, tinggal (pemerintah) mau atau tidak," demikian Pigai.

 

Saat pertemuan dengan Presiden Joko Widodo yang turut dihadiri Mahfud MD, TP3 enam laskar FPI meminta peristiwa di Km 50 ditetapkan sebagai pelanggaran HAM berat.

 

Namun Mahfud MD merespons bahwa tuduhan pelanggaran HAM berat harus disertai dengan bukti, bukan sebatas keyakinan.

 

Mereka yakin telah terjadi pelanggaran HAM berat. Saya katakan, pemerintah terbuka kalau ada bukti pelanggaran HAM beratnya. Mana, sampaikan sekarang. Atau nanti sampaikan menyusul kepada presiden," tegas Mahfud MD. (*)


 


SANCAnews – Kebesaran sang pencipta menjadi refleksi Presiden Joko Widodo dalam memperingati Isra Miraj 1442 Hijriah yang jatuh pada hari ini, Kamis (11/3).

 

Lewat akun media sosialnya, Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa perjalanan bersejarah Nabi Muhammad SAW yang berujung pada kewajiban umat Islam untuk menjalankan shalat lima waktu, merupakan tanda kebesaran Tuhan sang pencipta. 

 

“Perjalanan agung Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa, lalu ke langit ketujuh, mengingatkan kita betapa besar kekuasaan dan kebesaran Allah SWT,” kata Presiden Joko Widodo.

 

Atas alasan tersebut juga, mantan gubernur DKI Jakarta itu mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bisa bersama-sama mendekatkan diri kepada Tuhan. Khususnya dalam menghadapi beragam marabahaya seperti pandemi Covid-19.

 

“Hanya kepada-Nya kita berlindung dari segala bencana, penyakit, dan marabahaya,” demikian Jokowi. [rmol]


 


SANCAnews – Presiden Joko Widodo (Jokowi) bertemu dengan Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) Laskar FPI dua hari yang lalu. Pertemuan itu membahas perihal kasus Km 50 yang menewaskan 6 Laskar FPI.

 

Ada 7 orang yang hadir bertemu Jokowi saat itu. Ketua TP3 Abdullah Hehamahua, Amien Rais, Marwan Batubara, Muhyiddin Junaidi, Ustaz Sambo, Firdaus Syam dan Wirawan Adnan.

 

Dari sisi TP3, pertemuan dengan Jokowi itu cukup mendadak dan mengagetkan. Abdullah menerima kabar Jokowi mau menerima TP3 tepat sehari sebelum pertemuan dilangsungkan.

 

Kala itu, sekira pukul 14.00 WIB, Senin 8 Maret 2021, ponsel Abdullah tiba-tiba berdering. Nama Sekretaris TP3, Marwan Batubara muncul dalam layar ponselnya.

 

Abdullah kemudian mengangkat panggilan telepon dari Marwan itu. Ternyata, Marwan membawa pesan dari Istana. Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersedia menerima TP3 di Istana, Jakarta pada Selasa 9 Maret 2021.

 

"Tahu-tahu kemudian hari Senin, saya sedang ada pertemuan di suatu tempat, sekitar jam 1, jam 2, ditelepon oleh Sekretaris TP3 Pak Marwan. Pak Abdullah ini ada telepon dari Istana, Setneg, bahwa besok kita diterima jam 10 pagi," kata Abdullah kepada detikcom, Rabu (10/3/2021).

 

Mendengar kabar itu, Abdullah kaget. Sebab, menurutnya, panggilan itu sangat mendadak. Apalagi saat itu, waktu sudah hampir sore hari. Sedangkan untuk ke Istana, dibutuhkan persiapan seperti tes PCR COVID-19 dan lain sebagainya.

 

Tak ingin membuang waktu, Abdullah yang saat itu tengah dalam sebuah pertemuan pun mengakhiri pertemuannya. Dia kemudian menyampaikan kabar itu, melalui sambungan telepon, kepada anggota TP3 lainnya, salah satunya Amien Rais.

 

Amien Rais yang kebetulan berada di Jakarta kemudian menyanggupi untuk ikut bersama ke Istana. Selain Amien Rais, 5 orang lainnya, yakni Marwan Batubara, Muhyiddin Junaidi, Ustaz Sambo, Firdaus Syam dan Wirawan Adnan, juga ditetapkan untuk berangkat bertemu Jokowi.

 

"Akhirnya kemudian 7 orang datang di RS bunda di Menteng. Terus swab, selesai. Dari rumah sakit kami kumpul ke rumah Pak Amien, menyusun itu (pernyataan sikap tertulis) saja 1 halaman. Pak Amien buat itu, Pak Marwan buat itu 1 halaman, poin-poinnya itu," ungkap dia.

 

Abdullah mengaku tak memiliki persiapan khusus untuk pertemuan tersebut. Dia mengungkapkan, TP3 hanya menyiapkan pernyataan sikap tertulis untuk dibacakan di depan Jokowi.

 

"Kami sudah sepakat kami datang itu hanya untuk supaya tidak terjadi dialog panjang lebar seperti pertemuan-pertemuan lainnya. Maka ditetapkan Pak Amien Rais dan sekretaris saja. Dibuat tertulis, Pak Amien Rais buat 1 halaman, Pak Sekretaris 1 halaman. Itu dibacakan. Jadi tidak sampai berapa menit, intinya itu Pak Amien mengutip saja dua ayat Al-Qur'an tentang membunuh orang tanpa hak sama saja membunuh seluruh manusia, hukumannya itu ya di akhirat neraka jahanam. Hanya mengingatkan pemerintah seperti itu," papar Abdullah. []


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.