Latest Post

 

 

SANCAnews – Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat, Andi Mallarangeng, akan dipolisikan Demokrat kubu Moeldoko dalam waktu dekat. Namun, Demokrat di bawah kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) tak tinggal diam, pihaknya pasang badan dan siap beri bantuan hukum.

 

"Partai Demokrat tentunya akan memberikan pendampingan hukum bagi Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat Andi Mallarangeng jika masalah ini telah masuk ke ranah hukum," kata Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat, Kamhar Lakumani, saat dihubungi Suara.com, Kamis (11/3/2021).

 

Sebelumnya Andi Mallarangeng sudah angkat bicara soal dirinya akan dipolisikan kubu Moldoko lantaran dianggap telah menyebar fitnah diduga menyebut pemerintah terlibat digelarnya KLB Deli Serdang. Pernyataan Andi disampaikan lewat akun Instagramnya kemarin.

 

Awalnya Andi menyampaikan dalam unggahannya mengaku akan menghadapi jika dirinya jadi dipolisikan oleh Demokrat di bawah kepemimpinan Moeldoko. Andi merasa tak pernah menuduh pemerintah terlibat urusan Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang.

 

Andi justru mengaku tergelitik dengan adanya laporan polisi tersebut. Baginya, langkah mempolisikan tersebut dianggap kubu Moeldoko sudah tak bisa lagi berdebat dan kehabisan akal.

 

Andi menuding Demokrat kubu Moeldoko kini sedang kalang kabut. Terlebih sampai mengancam akan mempolisikan dirinya. Andi menyatakan bersama kader lainnya akan melawan upaya pengambil alihan partai.

 

Berikut isi unggahan lengkap Andi di akun instagramnya:

 

Katanya saya akan dipolisikan, atas ucapan saya di salah satu acara televisi. Saya sendiri tidak tahu yang mana yang dimaksud, karena tidak ada info lebih lanjut. Dan saya juga tidak pernah merasa menuduh pemerintah seperti itu. Tapi tentu saja saya akan hadapi dengan baik.

 

Hehehehe... Karena sudah tidak bisa lagi berkilah, tak bisa lagi ngeles, karena yang abal-abal sudah kelihatan sebagai yang abal-abal. Mungkin karena sudah kehabisan akal, tidak mampu lagi berdebat, argumen sudah habis dan rakyat pun sudah tahu akal-akalan mereka. Lalu kalap, mengancam mengadukan ke polisi.

 

Mungkin mereka pikir, dengan diancam kami akan bungkam, takut lalu nerimo KLB abal-abal dengan ketumnya yang abal-abal pula. Tidak, ancaman seperti ini tidak akan menyurutkan saya, kader Demokrat sejati, untuk melawan kezaliman, melawan begal politik yang mau mengambil alih secara paksa kepemimpinan partai kami. Kita akan lawan, every step of the way. Insyaallah kebenaran akan menang.

 

Dipolisikan 

Kepala Badan Komunikasi Publik DPP Demokrat kubu Moeldoko, Razman Nasution mengatakan pihaknya dalam waktu dekat akan melaporkan Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat Andi Mallarangeng ke Bareskrim Polri. Andi dianggap telah menyebar fitnah karena sebut pemerintah intervensi diadakannya KLB Deli Serdang.

 

"Kita lapor ke Bareskrim karena ini menyangkut negara. Dia telah menuduh pemerintah mengintervensi terjadinya KLB. Ini justifikasi ini fitnah," kata Razman kepada Suara.com, Rabu (10/3/2021).

 

Razman mengklaim, bahwa Moeldoko selaku ketua umum partai hasil KLB menyatakan tak ada hubungannya Presiden Joko Widodo dengan gelaran KLB Deli Serdang.

 

"Bahwa pak Moeldoko tidak ada hubungannya dengan pak Jokowi urusan sebagai ketua umum Demokrat KLB," ungkapnya.

 

Razman mengatakan, dirinya akan memperkarakan secara hukum pernyataan Andi Mallarangeng pada saat hadiri acara dialog di sebuah televisi swasta dengan nama program Prime Time pada 8 Maret 2021. Menurutnya, kubu AHY selalu punya narasi pemerintah ikut campur soal adanya KLB. []


 

SANCAnews – Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Indonesia (Menko Polhukam) Djoko Suyanto, mengaku prihatin dengan apa yang menimpa partai Demokrat pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) saat ini.

 

Hal tersebut disampaikan oleh Djoko Suyanto saat merespon Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di Deli Serdang, Sumatera Utara yang menetapkan Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko sebagai ketua umumnya.

 

"Saya tidak menilai dengan pendekatan masalah internal PD, SBY dan AHY, dan Moeldoko. Itu sangat banyak variable dan itu bukan bagian saya. Tapi terus terang saya sangat prihatin terhadap buruknya kualitas kehidupan dan cara-cara berpolitik seperti ini," kata Djoko Suyanto dalam pesan singkatnya, Selasa, (9/3/2021).

 

Terlebih lagi, kata Djoko Suyanto, proses pengambilalihan kepimpinan Partai Demokrat melalui KLB dilakukan oleh seorang mantan Panglilma TNI yakni Moeldoko.

 

"Mengorbankan Integritas, karakter, dan etika sebagai petugas dan juga gentlement. Padahal, prinsip inilah yang harus dipegang selamanya," ungkap Djoko Suyanto.

 

Pria yang pernah menjabat sebagai mantan Panglima TNI ini juga menilai, apa yang dilakukan oleh Moeldoko akan memberikan contoh buruk bagi prajurit TNI yang masih aktif.

 

"Apa yang diajarkan, didoktrinkan, yang diperoleh dan dinikmati dan nama baik sirna dalam sekejap," tandas Djoko Suyanto. (*)


 


SANCAnews – Penyidik Bareskrim Polri telah rampung melakukan serangkaian gelar perkara dalam kasus dugaan pembunuhan di luar hukum atau unlawful killing yang dilakukan oleh tiga anggota Polda Metro Jaya terhadap empat orang laskar FPI di Tol Jakarta-Cikampek KM50 Karawang, Jawa Barat. Hasilnya, perkara tersebut naik ke tahap penyidikan.

 

"Hasil daripada gelar perkara hari ini,  statusnya dinaikkan menjadi penyidikan. Dengan yang disangkakan terhadap 3 anggota polri," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (10/3).

 

Meski kasus sudah dinaikan ke penyidikan, namun belum ada penetapan tersangka terhadap 3 pelapor anggota Polda Metro Jaya.

 

"Saat ini proses penyidikan dulu. Nanti dari proses itu akan diketahui secara terang benderang telah terjadi tindak pidana, maka ada penentuan tersangka," ujar Rusdi.

 

Lebih lanjut Rusdi mengatakan, ketiga anggota Polda Metro Jaya sebagai terlapor diduga melanggar Pasal 338 Jo pasal 351 KUHP tentang pembunuhan. Namun untuk inisial calon tersangka, Rusdi enggan menyebutkan terlebih dahulu sebelum ada penetapan secara resmi.

 

Sementara terkait barang bukti yang dihadirkan saat gelar perkara, lanjut Rusdi, berupa petunjuk dan keterangan sejumlah saksi, serta alat bukti yang berasal dari Komnas HAM.

 

"Bukti-bukti tentunya bermacam-macam, bisa petunjuk, keterangan dan bukti lain. Kemudian  telah ada penyerahaan beberapa bukti dari Komnas HAM terhadap penyidik Bareskrim," tuturnya.

 

Sebelumnya, penyidik Bareskrim Polri telah menindaklanjuti rekomendasi Komnas HAM terkait kasus unlawful killing dengan melakukan penyelidikan.

 

"Polri akan menyelesaikan perkara ini sejalan dengan rekomendasi dari  Komnas HAM. Polri akan menyelesaikan perkara ini secara profesional, transparan dan akuntabel," tegasnya.

 

Sebelumnya diketahui, penyidik Bareskrim Polri sudah memiliki bukti permulaan terkait kasus Unlawful Killing atau pembunuhan diluar proses hukum terhadap 4 Laskar FPI di Tol Jakarta-Cikampek.

 

Direktur Tipidum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian Djajadi mengatakan, penyidik tengah melengkapi sejumlah alat bukti untuk dinaikan statusnya ke penyidikan dalam gelar perkara atau ekspose.

 

"Kami sudah dapat bukti permulaan.  Saat ini tinggal menyusun, melengkapi, dan Minggu depan kami gelar untuk dinaikan ke penyidikan," kata Andi Rian saat dihubungi di Jakarta, Jumat (5/3).

 

Komnas HAM dalam rekomendasi dan temuan investigasi, telah menemukan adanya dugaan Unlawful Killing terkait kasus pembunuhan 6 anggota laskar FPI. (rmol)


 


SANCAnews – Rencana Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi akan melaporkan Moeldoko dan kawan-kawan yang melanggar prokes Covid-19 pada acara KLB ilegal di Sibolangit, Delisersang, mendapat sambutan baik.

 

Dukungan pada langkah Edy Rahmayadi diutarakan kader Partai Demokrat Medan, Arief Tampubolon.

 

"Partai Demokrat pasti sangat respek dengan langkah Gubsu. Jika ini benar dilakukan Edy maka akan memperjelas status KLB itu ilegal adanya," ucap Arief Tampubolon, dikutip Kantor Berita RMOLSumut, Rabu (10/3).

 

Secara pribadi, Edy sebagai Kasatgas Covid-19 Sumut seharusnya bisa menjaga wilayah kerjanya dari perbuatan oknum-oknum pelanggar prokes di tengah pandemi.

 

"Artinya, ini Gubsu kan berarti kebobolan ada KLB di tengah pandemi Covid-19, tidak ada izin pula acaranya. Jadi sikap Edy harus jelas, rencana atau serius melaporkannya," jelasnya.

 

Yang pasti, kata Arief, Partai Demokrat mendukung rencana Gubsu Edy Rahmayadi akan melaporkan Moeldoko, Marzuki Alie, Jhoni Allen Marbun (JAM), Darmizal, dan panitia KLB ilegal di Sibolangit.

 

"Kita tunggu saja kapan laporannya dibuat, mudah-mudahan Edy membuktikan ucapannya," tandas Arief. (rmol)


 


SANCAnews – Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi, dan menantunya, Rezky Herbiyono, divonis 6 tahun bui serta denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan. Jaksa penuntut umum pada KPK langsung menyatakan banding.

 

"Atas putusan majelis hakim tersebut, kami menyatakan banding," ujar jaksa KPK Wawan Yunarwanto dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (10/3/2021).

 

Pihak Nurhadi mengaku pikir-pikir atas putusan hakim. Pengacara Nurhadi, Maqdir Ismail, mengatakan bakal berunding dengan kliennya lebih dulu, "Kami rencanakan pikir-pikir Yang Mulia," ujar pengacara Nurhadi, Maqdir Ismail.

 

Diketahui, Nurhadi terbukti menerima suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara sebesar Rp 49 miliar. Nurhadi dalam perkara ini divonis bersama menantunya, Rezky Herbiyono.

 

Hakim mengatakan Nurhadi dan Rezky terbukti menerima suap Rp 35.726.955.000 dari Direktur PT MIT Hiendra Soenjoto berkaitan dengan penanganan perkara melawan PT KBN. Selain itu, Nurhadi dan Rezky terbukti menerima gratifikasi Rp 13.787.000.000.

 

Jika ditotal suap Rp 35.726.955.000 dan gratifikasi Rp 13.787.000.000, jumlahnya Rp 49.513.955.000.

 

Nurhadi dan Rezky dinyatakan melanggar Pasal 11 dan Pasal 12 B UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 dan 65 ayat 1 KUHP.

 

Vonis hakim lebih rendah dari tuntutan jaksa. Nurhadi dituntut oleh jaksa 12 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Sedangkan Rezky Herbiyono dituntut 11 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

 

Keduanya diyakini jaksa bersalah menerima suap senilai Rp 45.726.955.000 dan gratifikasi senilai Rp 37.287.000.000. Jika ditotal Rp 83.013.955.000. Menyoroti tuntutan tersebut, pengacara terdakwa, Maqdir, menilai tuntutan tersebut merupakan salah satu sikap jaksa penuntut umum melampiaskan rasa ketidaksukaannya kepada terdakwa karena dianggap tidak kooperatif. (dtk)

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.