Latest Post

 


SANCAnews – Penyidik Bareskrim Polri telah rampung melakukan serangkaian gelar perkara dalam kasus dugaan pembunuhan di luar hukum atau unlawful killing yang dilakukan oleh tiga anggota Polda Metro Jaya terhadap empat orang laskar FPI di Tol Jakarta-Cikampek KM50 Karawang, Jawa Barat. Hasilnya, perkara tersebut naik ke tahap penyidikan.

 

"Hasil daripada gelar perkara hari ini,  statusnya dinaikkan menjadi penyidikan. Dengan yang disangkakan terhadap 3 anggota polri," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (10/3).

 

Meski kasus sudah dinaikan ke penyidikan, namun belum ada penetapan tersangka terhadap 3 pelapor anggota Polda Metro Jaya.

 

"Saat ini proses penyidikan dulu. Nanti dari proses itu akan diketahui secara terang benderang telah terjadi tindak pidana, maka ada penentuan tersangka," ujar Rusdi.

 

Lebih lanjut Rusdi mengatakan, ketiga anggota Polda Metro Jaya sebagai terlapor diduga melanggar Pasal 338 Jo pasal 351 KUHP tentang pembunuhan. Namun untuk inisial calon tersangka, Rusdi enggan menyebutkan terlebih dahulu sebelum ada penetapan secara resmi.

 

Sementara terkait barang bukti yang dihadirkan saat gelar perkara, lanjut Rusdi, berupa petunjuk dan keterangan sejumlah saksi, serta alat bukti yang berasal dari Komnas HAM.

 

"Bukti-bukti tentunya bermacam-macam, bisa petunjuk, keterangan dan bukti lain. Kemudian  telah ada penyerahaan beberapa bukti dari Komnas HAM terhadap penyidik Bareskrim," tuturnya.

 

Sebelumnya, penyidik Bareskrim Polri telah menindaklanjuti rekomendasi Komnas HAM terkait kasus unlawful killing dengan melakukan penyelidikan.

 

"Polri akan menyelesaikan perkara ini sejalan dengan rekomendasi dari  Komnas HAM. Polri akan menyelesaikan perkara ini secara profesional, transparan dan akuntabel," tegasnya.

 

Sebelumnya diketahui, penyidik Bareskrim Polri sudah memiliki bukti permulaan terkait kasus Unlawful Killing atau pembunuhan diluar proses hukum terhadap 4 Laskar FPI di Tol Jakarta-Cikampek.

 

Direktur Tipidum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian Djajadi mengatakan, penyidik tengah melengkapi sejumlah alat bukti untuk dinaikan statusnya ke penyidikan dalam gelar perkara atau ekspose.

 

"Kami sudah dapat bukti permulaan.  Saat ini tinggal menyusun, melengkapi, dan Minggu depan kami gelar untuk dinaikan ke penyidikan," kata Andi Rian saat dihubungi di Jakarta, Jumat (5/3).

 

Komnas HAM dalam rekomendasi dan temuan investigasi, telah menemukan adanya dugaan Unlawful Killing terkait kasus pembunuhan 6 anggota laskar FPI. (rmol)


 


SANCAnews – Rencana Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi akan melaporkan Moeldoko dan kawan-kawan yang melanggar prokes Covid-19 pada acara KLB ilegal di Sibolangit, Delisersang, mendapat sambutan baik.

 

Dukungan pada langkah Edy Rahmayadi diutarakan kader Partai Demokrat Medan, Arief Tampubolon.

 

"Partai Demokrat pasti sangat respek dengan langkah Gubsu. Jika ini benar dilakukan Edy maka akan memperjelas status KLB itu ilegal adanya," ucap Arief Tampubolon, dikutip Kantor Berita RMOLSumut, Rabu (10/3).

 

Secara pribadi, Edy sebagai Kasatgas Covid-19 Sumut seharusnya bisa menjaga wilayah kerjanya dari perbuatan oknum-oknum pelanggar prokes di tengah pandemi.

 

"Artinya, ini Gubsu kan berarti kebobolan ada KLB di tengah pandemi Covid-19, tidak ada izin pula acaranya. Jadi sikap Edy harus jelas, rencana atau serius melaporkannya," jelasnya.

 

Yang pasti, kata Arief, Partai Demokrat mendukung rencana Gubsu Edy Rahmayadi akan melaporkan Moeldoko, Marzuki Alie, Jhoni Allen Marbun (JAM), Darmizal, dan panitia KLB ilegal di Sibolangit.

 

"Kita tunggu saja kapan laporannya dibuat, mudah-mudahan Edy membuktikan ucapannya," tandas Arief. (rmol)


 


SANCAnews – Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi, dan menantunya, Rezky Herbiyono, divonis 6 tahun bui serta denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan. Jaksa penuntut umum pada KPK langsung menyatakan banding.

 

"Atas putusan majelis hakim tersebut, kami menyatakan banding," ujar jaksa KPK Wawan Yunarwanto dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (10/3/2021).

 

Pihak Nurhadi mengaku pikir-pikir atas putusan hakim. Pengacara Nurhadi, Maqdir Ismail, mengatakan bakal berunding dengan kliennya lebih dulu, "Kami rencanakan pikir-pikir Yang Mulia," ujar pengacara Nurhadi, Maqdir Ismail.

 

Diketahui, Nurhadi terbukti menerima suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara sebesar Rp 49 miliar. Nurhadi dalam perkara ini divonis bersama menantunya, Rezky Herbiyono.

 

Hakim mengatakan Nurhadi dan Rezky terbukti menerima suap Rp 35.726.955.000 dari Direktur PT MIT Hiendra Soenjoto berkaitan dengan penanganan perkara melawan PT KBN. Selain itu, Nurhadi dan Rezky terbukti menerima gratifikasi Rp 13.787.000.000.

 

Jika ditotal suap Rp 35.726.955.000 dan gratifikasi Rp 13.787.000.000, jumlahnya Rp 49.513.955.000.

 

Nurhadi dan Rezky dinyatakan melanggar Pasal 11 dan Pasal 12 B UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 dan 65 ayat 1 KUHP.

 

Vonis hakim lebih rendah dari tuntutan jaksa. Nurhadi dituntut oleh jaksa 12 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Sedangkan Rezky Herbiyono dituntut 11 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

 

Keduanya diyakini jaksa bersalah menerima suap senilai Rp 45.726.955.000 dan gratifikasi senilai Rp 37.287.000.000. Jika ditotal Rp 83.013.955.000. Menyoroti tuntutan tersebut, pengacara terdakwa, Maqdir, menilai tuntutan tersebut merupakan salah satu sikap jaksa penuntut umum melampiaskan rasa ketidaksukaannya kepada terdakwa karena dianggap tidak kooperatif. (dtk)

 


SANCAnews – Komnas HAM meminta ada CCTV dalam ruang pemeriksaan demi mencegah kasus dugaan penyiksaan seperti dialami Herman.

 

Polri mengatakan sebenarnya sudah ada ruang pemeriksaan yang dilengkapi handycam untuk pengawasan.

 

"Kita periksa bukan pakai CCTV tapi pakai handycam," ujar Kadiv Humas Polri, Irjen Argo Yuwono, saat dimintai konfirmasi, Rabu (10/3/2021).

 

"Fungsinya sama dengan CCTV untuk pengawasan pemeriksaan," sambungnya.

 

Argo menjamin Polri bakal meningkatkan pengawasan di ruang pemeriksaan. Dia mengatakan pengawasan yang ketat diperlukan untuk mencegah kasus seperti yang dialami Herman terulang.

 

"Secara bertahap sudah kita lakukan. Pengawasan ditingkatkan agar tidak terulang," tutur Argo.

 

Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Rusdi Hartono, menyebut Polisi menghargai masukan Komnas HAM. Dia mengatakan Polri bakal menindaklanjuti masukan dari Komnas HAM.

 

"Ke depan ada masukan-masukan di ruang pemeriksaan dibuatkan CCTV. Itu menjadi masukan berharga bagi Polri. Polri menghargai itu dan tentunya akan tindaklanjuti untuk betul-betul ke depannya tugas-tugas kepolisian bisa dipertanggungjawabkan. Itu masukan baik," kata Rusdi.

 

Sebelumnya, kasus dugaan penyiksaan terhadap Herman yang diduga dilakukan oknum kepolisian disayangkan oleh Komnas HAM. Komisioner Komnas HAM Choirul Anam meminta Polri memasang CCTV di ruang pemeriksaan untuk menghindari kasus tersebut terulang.

 

"Salah satu tindakan yang paling sederhana adalah memasang CCTV di ruang pemeriksaan," kata Anam saat jumpa pers di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Rabu (10/3).

 

"Karena itu, bagian dari proses penegakan hukum sehingga kalau ada apa-apa, karena itu alatnya resmi dan sebagainya, menggunakan untuk kepentingan-kepentingan hukum, memastikan untuk prosesnya berjalan dengan baik juga bisa maksimal," sambungnya.

 

Enam anggota Polresta Banjarmasin telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tewasnya Herman. Selain enam anggota itu, ada satu anggota Polresta Banjarmasin lagi yang juga diberi sanksi terkait kasus tewasnya Herman.

 

"Satu orang, karena tanggung jawab pengawasan. Dia bertanggung jawab mengawasi," kata Kapolda Kalimantan Timur Irjen Rudolf Nahak di kantor Komnas HAM. Nahak menjawab pertanyaan ada berapa anggota Polresta Banjarmasin yang diberi sanksi terkait kasus tewasnya Herman. (dtk)


 

SANCAnews – Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas mengkritik Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim lantaran 'agama' tak ada dalam Visi Pendidikan Indonesia 2035.

 

Anwar menyebut draf peta jalan pendidikan Indonesia itu bertentangan dengan Pasal 29 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945. Pasal 29 ayat (1) UUD '45 menyatakan bahwa negara berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa.

 

"Lalu kalau seandainya tidak menyebut-nyebut agama dalam visi pendidikan, ya bertentangan dengan Pasal 29 ayat (1)," kata Abbas kepada CNNIndonesia.com, Selasa (9/3).

 

Menurut Anwar, sesuai dengan ketentuan dalam pasal tersebut, negara berjalan berdasarkan ketentuan agama-agama yang diakui. Sehingga, seluruh aspek kehidupan dalam negara harus menyertakan agama.

 

"Kalau ada yang bilang agama jangan dibawa-bawa ke politik itu orang telah bertindak inkonstitusional," ujarnya.

 

Anwar kemudian mempertanyakan kecerdasan seperti apa yang coba dibangun oleh Nadiem Makarim lewat Visi Pendidikan Indonesia 2035.

 

Ia mengingatkan dalam Islam terdapat keyakinan kehidupan setelah mati. Sehingga, terdapat dua jenis kecerdasan, yakni kecerdasan duniawi dan kecerdasan ukhrowi.

 

"Kalo seandainya kita tidak memiliki kecerdasan ukhrowi kita bisa masuk neraka," kata Anwar.

 

Menurutnya dua jenis kecerdasan tersebut tidak bisa dipisahkan. Kesukesan di akhirat, kata Anwar, ditentukan kesuksean di dunia. Sementara, tanpa kecerdasan dunia hidup akan sulit.

 

"Dalam perspektif islam dan juga dalam perspektif konstitusi ya, apapun yang dikakukan oleh orang di negeri ini harus dijiwai oleh nilai-nilai yang ada di dalam ajaran agamanya," kata Anwar.

 

Sebelumnya, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyyah Haedar Nashir memprotes tidak adanya diksi 'agama' dalam draf rancangan terbaru visi Peta Jalan Pendidikan 2035. Haedar merasa heran kenapa pemerintah menggunakan diksi 'budaya'.

 

"Saya bertanya, hilangnya kata agama itu kealpaan atau memang sengaja? Oke kalau Pancasila itu dasar (negara), tapi kenapa budaya itu masuk?" kata Haedar dalam keterangan resmi yang dikutip Senin (8/3).

 

Visi Pendidikan Indonesia 2035 yakni, "Membangun rakyat Indonesia untuk menjadi pembelajar seumur hidup yang unggul, terus berkembang, sejahtera, dan berakhlak mulia dengan menumbuhkan nilai-nilai budaya Indonesia dan Pancasila."

 

Menurut Haedar, tidak adanya diksi 'agama' dalam visi tersebut bertentangan dengan konstitusi. []


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.