SANCAnews –
Habib Rizieq Shihab (HRS) akan segera menjalani sidang di Pengadilan Negeri
Jakarta Timur (PN Jaktim) terkait kasus kerumunan dan kasus hasil swab test.
Habib Rizieq akan didakwa pasal berlapis dalam kedua kasus ini. Apa saja?
Dalam
keterangan yang disampaikan pejabat Humas PN Jakarta Timur Alex Adam Faisal,
Selasa (9/3/2021), Habib Rizieq akan didakwa pasal berlapis di sidang kasus
kerumunan dan swab test. Berikut rinciannya:
Kasus
Kerumunan Petamburan, Jakarta Pusat:
Dakwaan
Kesatu:
Pasal 160 KUHP juncto Pasal 93 Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 6
Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,
atau
Kedua: Pasal
216 ayat (1) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, atau
Ketiga:
Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan juncto Pasal 55
ayat (1) ke-1 KUHP, atau
Keempat:
Pasal 14 ayat (1) UU RI Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular
juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dan
Kelima:
Pasal 82A ayat (1) juncto 59 ayat (3) huruf c dan d UU RI Nomor 16 Tahun 2017
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2017 tentang Perubahan atas UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi
Kemasyarakatan Menjadi Undang-Undang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto
Pasal 10 huruf b KUHP juncto Pasal 35 ayat (1) KUHP.
Kasus
Kerumunan di Megamendung, Jawa Barat:
Dakwaan
Kesatu:
Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan, atau
Kedua: Pasal
14 ayat (1) UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, atau
Ketiga:
Pasal 216 ayat (1) KUHP
Kasus swab
test COVID-19 di RS Ummi Bogor:
Dakwaan
Pertama
primer: Pasal 14 ayat (1) UU RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum
Pidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
Subsider:
Pasal 14 ayat (2) UU RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana
juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
Lebih
subsider: Pasal 15 UU RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana
juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, atau
Kedua: Pasal
14 ayat (1) UU RI Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular juncto Pasal
55 ayat (1) ke-1 KUHP, atau
Ketiga:
Pasal 216 ayat (1) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
- KUHP
Pasal 10
huruf b
Pidana
tambahan pencabutan hak-hak tertentu; perampasan barang-barang tertentu;
pengumuman putusan hakim.
Pasal 35
ayat (1)
(1) Hak-hak
terpidana yang dengan putusan hakim dapat dicabut dalam hal-hal yang ditentukan
dalam kitab undang-undang ini, atau dalam aturan umum lainnya ialah:
1. hak
memegang jabatan pada umumnya atau jabatan yang tertentu;
2. hak
memasuki Angkatan Bersenjata;
3. hak
memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan
umum.
4. hak
menjadi penasihat hukum atau pengurus atas penetapan pengadilan, hak menjadi
wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas, atas orang yang bukan
anak sendiri;
5. hak
menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau pengampuan atas anak
sendiri;
6. hak
menjalankan mata pencarian tertentu.
Pasal 55
ayat (1) ke-1
(1) Dipidana
sebagai pelaku tindak pidana: 1. Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan,
dan yang turut serta melakukan perbuatan; 2. Mereka yang dengan memberi atau
menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan
kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau
keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.
Pasal 160
Barang siapa
di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan
pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik
ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasar
ketentuan undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama 6 tahun atau
pidana denda paling banyak Rp 4.500.
Pasal 216
ayat (1)
(1) Barang
siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan
menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu atau yang
tugasnya maupun diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa perbuatan pidana;
demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau
menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang-undang yang dilakukan
oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama
4 bulan 2 minggu atau pidana denda paling banyak Rp 9.000.
- UU 6/2018
tentang Kekarantinaan Kesehatan
Pasal 93
Setiap orang
yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan
Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp 100.000.000.
- UU 4/1984
tentang Wabah Penyakit Menular
Pasal 14
ayat 1
Barang siapa
dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 1 tahun dan/atau
denda setinggi-tingginya Rp 1.000.000.
- UU 1/1946
tentang Peraturan Hukum Pidana
Pasal 14
ayat 1
(1) Barang
siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja
menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara
setinggi-tingginya 10 tahun.
Pasal 14
ayat 2
(2) Barang
siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat
menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka
bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara
setinggi-tingginya 3 tahun.
Pasal 15 UU
Barang siapa
menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak
lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga, bahwa
kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat,
dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya 2 tahun.
- UU 16/2017
tentang Ormas
Pasal 59
ayat (3) huruf c dan d
Ormas
dilarang
C. Melakukan
tindakan kekerasan, mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, atau merusak
fasilitas umum dan fasilitas sosial;
dan/atau
D. Melakukan
kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.
Pasal 82A
ayat 1
Yang
dimaksud 'dengan sengaja', adalah adanya niat atau kesengajaan dalam bentuk
apapun (kesengajaan dengan kemungkinan, keseng4jaan dengan maksud/tujuan,
kesengajaan dengan kepastian). Untuk itu, kesengajaan telah nyata dari adanya
"persiapan perbuatan" (luoorbereidingings handeling) sudah dapat
dipidana, dan ini sebagai perluasan adanya percobaan, pembantuan, atau
permufakatan jahat. Yang dimaksud dengan "secara langsung atau tidak
langsung" adalah pernyataan pikiran dan atau kegiatan Ormas yang sejak
pendaftaran untuk disahkan sebagai badan hukum atau bukan badan hukum, telah
memiliki niat jahat (mens-rea atau itikad tidak baik yang terkandung di balik
pernyataan tertulis pengakuan sebagai Ormas yang berasaskan Pancasila dan UUD
RI 1945 yang dinyatakan dan tercantum di dalam Anggaran Dasar ormas, namun di
dalam kegiatannya terkandung pikiran' atau perbuatan yang bertentangan dengan
Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. (dtk)