Latest Post

 

 

SANCAnews – Pemerintah mesti bertanggungjawab atas keriuhan yang terjadi akibat Perpres 10/2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang didalamnya mengatur soal investasi minuman keras (miras).

 

Pasalnya, perpres yang merupakan turunan dari UU 11/2020 tentang Cipta Kerja, omnibus law ini telah membuat publik gaduh, meskipun belakangan dicabut oleh Presiden Joko Widodo.

 

Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah, pihak yang paling harus bertanggungjawab dalam hal ini bukanlah Jokowi sebagai kepala negata.

 

Melainkan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia dan Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Menko Marvest) Luhut Binsar Pandjaitan. Keduanya adalah perpanjangan tangan Presiden Jokowi yang mengurusi persoalan investasi.

 

"Kepala BKPM adalah yang paling bertanggungjawab, juga Menko Luhut perlu mendapat evaluasi presiden," kata Dedi Kurnia Syah kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (2/3).

 

Menurut Dedi Kurnia, selain karena telah membuat gaduh, pembantu Presiden Jokowi itu juga telah ikut andil menurunkan citra kepala negara karena dianggap tidak tegas atas kebijakan.

 

"Semakin sering presiden membatalkan kebijakan, semakin buruk citra dan reputasi kepemimpinan Presiden," tuturnya.

 

Selain itu, pembatalan perpres investasi miras ini juga mengisyaratkan bahwa Presiden Jokowi seolah tidak memiliki visi kebijakan yang baik.

 

Padahal sebelum mengambil keputusan sensitif, seharusnya lebih dulu Presiden mendengarkan aspirasi publik, "Bukan dengan menunggu reaksi penolakan," tandasnya.

 

Presiden Jokowi sebelumnya memutuskan mencabut lampiran Perpres 10/2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Di mana dalam Perpres tersebut Jokowi menetapkan industri minuman keras masuk dalam Daftar Positif Investasi (DPI) mulai 2 Februari 2021. (*)


 


SANCAnews – Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan untuk menutup keran investasi minuman beralkohol atau minuman keras (miras) setelah menuai polemik. Lantas, siapa yang awalnya mengusulkan agar pintu investasi miras dibuka? 

 

Pertama, dapat diketahui dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal, keran investasi miras dibuka untuk Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua.

 

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menjelaskan itu atas dasar masukan dari pemerintah daerah dan tokoh masyarakat setempat dengan mempertimbangkan kearifan lokal.

 

"Jadi dasar pertimbangannya (investasi miras) itu adalah memerhatikan masukan dari pemerintah daerah dan masyarakat setempat terhadap kearifan lokal," kata Bahlil dalam konferensi pers virtual, Selasa (2/3/2021).

 

Bicara mengenai kearifan lokal, dia mencontohkan di NTT ada yang namanya sopi. Sopi adalah minuman yang didapatkan lewat proses pertanian masyarakat.

 

"Nah di masyarakat tersebutlah kemudian mereka mengelola, bahkan di sana sebagian kelompok masyarakat itu menjadi tradisi. Tetapi itu kan tidak bisa dimanfaatkan karena dilarang. Dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut dan juga bisa diolah untuk produk ekspor maka itu dilakukan," paparnya.

 

Begitu pula di Bali, disebutkan Bahlil di provinsi tersebut ada arak lokal yang berkualitas ekspor. Untuk itu izin investasi miras dibuka juga untuk Bali.

 

"Itu akan ekonomis kalau itu dibangun berbentuk industri. Tapi kalau dibangun sedikit-sedikit apalagi itu dilarang maka tidak mempunyai nilai ekonomi. Itulah kemudian kenapa dikatakan bahwa memperhatikan budaya dan kearifan setempat," jelas Bahlil.

 

Dia memahami bahwa kalangan dunia usaha menginginkan agar investasi miras tetap dilanjutkan. Namun, atas pertimbangan berbagai kalangan, Presiden Jokowi memutuskan untuk tetap menutup pintu investasi miras. Kata Bahlil itu untuk kepentingan yang lebih besar.

 

"Saya juga memahami kepada teman-teman dunia usaha yang menginginkan agar (investasi miras) ini tetap dilanjutkan. Kita harus bijak melihat mana kepentingan negara yang lebih besar. Apalagi kita semua umat beragama dan sudah barang tentu tahu ajaran kita untuk kebaikan," tambah Bahlil. (dtk)



 

SANCAnews – Ulama kondang Ustaz Abdul Somad atau biasa disapa UAS ikut berkomentar menentang peraturan presiden nomor 10 Tahun 2021 yang mengatur soal investasi minuman beralkohol alias minuman keras (miras).

 

Dikutip VIVA dari Instagram pribadinya, @ustadzabdulsomad_official, Selasa 2 Maret 2021, UAS menolak keras perpres tersebut. "Saya menolak legalitas miras di Indonesia," tulis UAS.

 

UAS mengutip salah satu surat di Alquran yang menyatakan adanya larangan minum-minuman keras. Yakni Surat Al-Maidah ayat 90, begini bunyinya:

 

"Hai-orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kau mendapat keberuntungan,"

 

Seperti diketahui, Jokowi sudah meneken Peraturan Presiden yang isinya tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang diteken kepala negara pada 2 Februari 2021. Aturan itu merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

 

Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tersebut, pada lampiran III bidang Usaha Miras tertulis di dalamnya.

 

Pemerintah mengatur syarat untuk usaha minuman beralkohol dengan bisa dilakukan untuk penanaman modal baru. Tapi tunggu dulu, hanya saja, penanaman modal ini cuma bisa dilakukan pada Provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat. []


 

SANCAnews – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan pencabutan lampiran Perpres yang mengatur pembukaan investasi baru industri miras. Pakar gesture mengungkap kondisi emosi Jokowi saat mengumumkan pencabutan lampiran Perpres ini.

 

Pengumuman terkait pencabutan lampiran Perpres ini disiarkan akun Youtube Sekretariat Presiden, Selasa (2/3/2021). Pakar gesture Handoko Gani memakai alat Layerd Voice Analysis (LVA) untuk menganalisis ucapan Jokowi tersebut.

 

"Perihal konsultasi dengan pihak-pihak terkait adalah benar," kata Handoko kepada wartawan, Selasa (2/3/2021).

 

Handoko Gani menjelaskan dirinya adalah satu-satunya instruktur Ahli Deteksi Kebohongan dari dunia sipil yang memiliki gelar diploma di bidangnya, serta terotorisasi dalam penggunaan alat Layerd Voice Analysis (LVA).

 

Dia juga mengungkap kondisi emosi Jokowi saat mengumumkan hal ini. Ada temuan penekanan dalam suara Jokowi.

 

"Soal kondisi emosi, berdasarkan pemeriksaan suara, ditemukan memang ada highly stressed hingga high tension bisa dilihat di bar 7-9 (tools dalam LVA) tersebut," tuturnya.

 

Handoko juga mengatakan bahwa ucapan Jokowi terkait keputusan pencabutan itu sudah benar adanya. Dia menilai Jokowi mencabut Perpres itu karena untuk menghindari polemik.

 

"Presiden memutuskan pencabutan untuk menghindari polemik/gegeran/kesalahpahaman yang bisa semakin menjadi. Sekalipun sebetulnya Presiden punya pemikiran lain. Dan betul telah konsultasi, secara khusus kepada ulama-ulama, MUI dan NU yang sempat disebutkan dua kali sebetulnya (Nahdatul Ulama dan NU)," ungkapnya.

 

Sebelumnya, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal memicu polemik di masyarakat. Pasalnya, Perpres itu memuat lampiran tentang pembukaan investasi untuk minuman keras. Jokowi pun akhirnya mencabut lampiran III dalam Perpres ini.

 

"Bersama ini saya sampaikan, saya putuskan lampiran perpres terkait pembukaan investasi baru dalam industri miras yang mengandung alkohol saya nyatakan dicabut," kata Jokowi dalam siaran pers virtual, Selasa (2/3/2021).

 

Jokowi menjelaskan alasannya mencabut lampiran perpres terkait investasi baru miras ini. Jokowi mengaku menerima masukan dari ulama dan ormas-ormas Islam.

 

"Setelah menerima masukan-masukan dari ulama-ulama MUI, Nahdlatul Ulama NU, Muhammadiyah dan ormas-ormas lainnya, serta tokoh-tokoh agama yang lain, dan juga masukan-masukan dari provinsi dan daerah," jelas Jokowi. (dtk)



 


SANCAnews – Derasnya penolakan izin investasi minuman beralkohol seperti termuat dalam Perpres 10/2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal harus menjadi perhatian serius oleh pemerintah.

 

Wakil Ketua Dewan Majelis Syuro PKS, Hidayat Nur Wahid menjelaskan, setidaknya pemerintah perlu menimbang beragam penolakan yang sudah disampaikan sejumlah organisasi masyarakat, seperti halnya Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

 

"PB Nahdlatul Ulama dan PP Muhammadiyah tegas tolak izin investasi miras," kata HNW di akun Twitternya, Senin (1/3).

 

Selain dua ormas Islam terbesar di Indonesia tersebut, pemerintah juga perlu mempeprtimbangkan sikap penolakan publik, termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), serta beberapa lainnya.

 

"Akan sangat baik kalau Presiden Jokowi menarik Perpres investasi miras yang bermasalah itu," demikian Wakil Ketua MPR RI ini.

 

Sebelumnya, penolakan tegas disampaikan Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Sirodj. ia menurutkan, Alquran telah jelas mengharamkan miras karena menimbulkan banyak mudharat. Dalam hal ini, Kiai Said mengutip Surat Al Baqaroh ayat 195.

 

“Kita sangat tidak setuju dengan Perpres terkait investasi miras. Dalam Alquran dinyatakan, ‘dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri dalam kebinasaan’,” tutur Said Aqil Siradj.

 

Pun demikian dengan PP Muhammadiyah. Ketua PP Muhammadiyah, Dadang Kahmad menegaskan, miras merupakan barang yang haram bagi umat Islam, baik yang memproduksi, mengedarkan, bahkan yang meminumnya.

 

"Mudaratnya besar. Oleh karena itu kami menyesalkan dan sangat tidak setuju kepada pemerintah membuka izin untuk industri minol ini dengan skala besar walaupun hanya di empat provinsi apapun alasannya," jelas Dadang Kahmad. (*)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.