Latest Post

 

 

SANCAnews – Ratusan mahasiswa dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Sumbar siang ini, Senin (1/3). Mahasiswa dari PMII menyuarakan agar dugaan penyelewenangan anggaran penanganan covid-19 Sumbar yang angkanya miliaran rupiah.

 

"Penggunaan dana penanganan covid harus transparan. Tidak boleh ada oknum memperkaya diri dari uang rakyat yang kehidupannya saat ini sedang susah," kata koordinator lapangan aksi Muharsyad.

 

Muharsyad menyebut, PMII ikut tergerak menyuarakan pendapat mereka dengan turun ke jalan setelah membaca berita Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terkait kepatuhan penanganan covid-19.

 

Di mana terdapat temuan penggelembungan harga pengadaan handsanitizer senilai Rp 4,9 miliar dan juga ada kecurigaan Rp 49 miliar dimanfaatkan tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.

 

Mahasiswa aksi juga menuntut agar KPK ikut turun tangan menangani dugaan korupsi dana covid-19 di Sumbar ini. "KPK perlu turun langsung, menangkap oknum pejabat yang terbukti melakukan korupsi sampai ke akar-akarnya,” katanya. (rol)



SANCAnews – Sebuah video sekelompok pemuda membaca doa,  mirip doa sehabis sholat, beredar di group-group WhatsApp (WA), Minggu, 28 Februari 2021.

 

Namun yang mengejutkan, doa bersama itu dilakukan dalam sebuah ruangan yang ditengarai sebuah room karaoke.

 

Dalam video terlihat, seseorang pemuda memimpin pembacaan doa layaknya seusai melaksanakan ibadah sholat.

 

Sambil menggunakan mikrofon, pemuda itu begitu fasih melafalkan doa dalam bahasa arab tersebut.

 

Di sekelilingnya, ada enam pria, termasuk perekam video. Salah satu dari keenam pria itu bahkan mengenakan peci hitam.

 

Terlihat juga tiga wanita berpakaian seksi yang diyakini sebagai pemandu lagu/ Lady companion (LC)

 

Saat doa dibacakan, semua yang ada di ruangan besar didominasi warga merah dan oranye serta penuh dengan pernik itu, menengadahkan tangan, layaknya orang memanjatkan doa.

 

Dihadapan mereka ada dua buah meja, diatasnya terdapat puluhan botol minuman keras dan sebuah bolu, mirip molu ulang tahun.

 

Belum diketahui pasti, siapa orang-orang dalam video tersebut. Bahkan sampai saat ini belum ada pihak yang mengklaim soal dimana lokasi video itu diambil.

 

Sampai, Minggu 28 Februari 2021, video baca doa di room karaoke ini telah dibagikan dan beredar pada puluhan group WA.***


 


SANCAnews – Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Prof Dr KH Didin Hafidhuddin menyesalkan adanya aturan pemerintah yang membuka pintu investasi untuk minuman keras (miras).

 

“Sebagai Kaum Muslimin kita menyesali dengan keadaan ini, padahal miras itu sumber utama dari kejahatan,” kata Kiai Didin dikutip Suara Islam Online dari kajian online di Kalam TV, Ahad pagi (28/2/2021).

 

Kiai Didin menjelaskan bahwa miras itu sangat membahayakan. “Dengan miras akan hilang kesadaran dan kalau hilang kesadaran akan melakukan apa saja, gelap mata dan hatinya dan dia akan menghalalkan segala cara,” ujarnya.

 

Di dalam Al-Qur’an surat Al Maidah ayat 90-91 dijelaskan tentang minuman keras, Allah SWT berfirman:

 

Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.

 

Dengan minuman keras dan judi itu, setan hanyalah bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu, dan menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan melaksanakan salat, maka tidakkah kamu mau berhenti?

 

“Jadi Allah memerintahkan untuk menjauhi perbuatan itu, kalau ingin mendapat kebahagiaan. Setan melalui khmar (miras) akan menyebabkan lupa dengan Allah, meninggalkan shalat, bahkan menimbulkan kebencian dan pertentangan,” jelas Kiai Didin.

 

Oleh karena itu, Ketua Pembina Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII) itu mengimbau kepada pemerintah supaya tidak membuka pintu untuk investasi miras karena itu sama dengan ingin menghancurkan bangsa sendiri.

 

Baca juga: Investasi Miras Dibuka, Wantim MUI: Ini Melukai Umat Islam dan Tamparan Keras bagi Ulama

 

“Bangsa yang akan makmur adalah bangsa yang warganya berakhlak baik, menjauhkan diri dari perbuatan yang dilarang Allah. Dan saya yakin, kalau dibuka pintu miras maka kemaksiatan yang lain akan subur, perzinaan dan kemaksiatan lainnya akan dianggap biasa,” kata Kiai Didin.

 

MUI sendiri, kata Kiai Didin, sudah membuat pernyataan yang menyesali adanya kebijakan tentang miras tesebut.

 

Sekarang ini, kita bersama sedang menggerakkan halal food, pariwisata halal, zakat, wakaf dan lainnya.

 

“Harusnya ada kolerasi yang kuat antara perintah agama dan larangan. Jangan disatukan, perintah dilaksanakan larangan juga dikerjakaan,” jelas Kiai Didin.

 

Menurutnya, penolakan ini untuk kemaslahatan bangsa kita yang kita cintai, jangan sampai ada kebijakan yang menyebabkan timbulnya kemaksiatan di negeri kita.

 

Kiai mengingatkan bahwa indikator kemakmuran sebuah bangsa itu ada tiga, pertama beribadah kepada Allah dengan melaksanakan seluruh yang diperintahkan dan menjauhi setiap larangan. Kedua, terpenuhinya kebutuhan pokok, kedaulatan pangan yang kuat. Dan ketiga, adanya ketenagan dalam hidup dengan menjadikan ibadah sebagai yang utama dalam kehidupan kita. []


 


SANCAnews – Perpres soal perizinan investasi minuman keras alias Miras di 4 provinsi menuai pro kontra. Ada masyarakat yang menentang, ada juga sebagian yang mendukung.

 

Misalnya tokoh NU KH Cholil Nafis, pengasuh Ponpes Cendekia Amanah, dan juga pimpinan MUI. Cholil Nafis tegas menyebut haram.

 

Tapi ada juga salah satu suara yang memberi dukungan yakni Pengasuh Pondok Pesantren Kaliwining Jember yang juga Wakil Ketua PP LAZIS NU, Gus Ubaidillah Amin Moch.

 

"Masyarakat tidak perlu menanggapi secara berlebihan tentang kebijakan ini, tinggal mengupayakan bagaimana dalam penerapannya kebijakan ini bisa berjalan tepat sasaran, terlebih hasil dari investasi ini menambah pemasukan bagi negara," jelas kiai lulusan Al Azhar Mesir yang akrab disapa Gus Ubaid ini, Minggu (28/2).

 

Gus Ubaid memberi penjelasan, kata dia, kebijakan seperti ini jauh hari sudah pernah disuarakan oleh Mufti Mesir sekaligus Guru Besar Al-Azhar, Syekh Ali Jum’ah yang pernah memfatwakan bolehnya menjual miras bagi orang muslim di kawasan barat atau di negara-negara yang melegalkan miras, bahkan di restoran-restoran tertentu selama tidak menjualnya pada orang muslim. 

 

Gus Ubaid juga mengutip fatwa Syekh Ali, berikut kutipan fatwa tersebut: 

Dr. Ali Jum’ah, mufti Negara mesir terdahulu pernah memfatwakan bahwa boleh bagi orang muslim untuk menjual dan memindah (ekspor-impor) khamar di negara barat dan negara yang memperbolehkan khamar. Dan boleh pula menawarkan khamar dan makanan minuman sejenisnya yang haram bagi orang muslim di restoran orang muslim tapi dengan syarat tidak menawarkan dan menjualnya pada orang muslim.

 

"Mufti Republik Mesir ini mengisyaratkan bahwa boleh bagi seorang muslim untuk menjual khamar pada non muslim dalam mazhabnya Imam Abu Hanifah pada kondisi-kondisi tertentu," terang dia.

 

Gus Ubaid juga menyampaikan, banyak masyarakat yang termakan berita ini tanpa memperhatikan secara utuh bahwa pembukaan izin usaha miras ini hanya berlaku di kawasan wisata yang mayoritas penduduknya berstatus non-muslim, yakni di provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara dan Papua.

 

"Sehingga peraturan ini tidak berlaku bagi kawasan provinsi lain yang mayoritas penduduknya menganut Agama Islam," tutur dia.

 

Gus Ubaid menjelaskan, dalam menyikapi persoalan ini ada dua poin yang mesti dilakukan oleh pemerintah. Pertama, Pemerintah harus menjelaskan secara gamblang kepada rakyat tentang detail perpres ini agar tidak menimbulkan kesalahpahaman masyarakat yang justru akan mengurangi nilai kepercayaan masyarakat pada pemerintah.

 

Kedua, dalam penerapan perpres ini, pemerintah harus melakukan pemantauan secara serius agar dalam pelaksanaannya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti produksi miras melebar ke wilayah selain empat provinsi di atas yang akan mengakibatkan rusaknya tatanan sosial serta kearifan lokal masyarakat setempat, terlebih pada kawasan yang terkenal religius.

 

"Dengan memperhatikan dan melaksanakan secara serius kedua poin di atas maka akan tercipta komunikasi yang baik antara pemerintah dan rakyat," tutur dia. (*)


Maka kebijakan pemerintah dalam hal ini sebenarnya sudah ada padanannya, terlebih dalam kajian fikih klasik Imam Abu Hanifah melegalkan bagi seorang muslim untuk menjual miras pada non muslim.--Gus Ubaid


 


SANCAnews – Ketaatan dalam menjalankan protokol kesehatan merupakan hal penting yang harus dilakukan semua pihak lantaran Indonesia masih berada dalam zona bahaya Covid-19.

 

Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher turut mengingatkan agar para tokoh bisa menahan diri dan tidak menjadi pemicu kerumunan.

 

“Bisa jadi prediksi Kemenkes bahwa  kasus  Covid-19 pada akhir 2021 mencapai 1,7 juta akan terlampaui. Dengan kondisi ini, tidak  pantas jika gelaran kegiatan menimbulkan kerumunan, apalagi jika dilakukan oleh pejabat publik,” ucap Netty kepada wartawan, Minggu (28/2).

 

Melawan pandemi Covid-19, kata Netty, harus dengan menghimpun segenap daya, upaya dan energi bangsa Indonesia. Sehingga, pejabat pemerintah, tokoh masyarakat, influencer dari berbagai kalangan harus menjadi penggerak dan teladan di masyarakat dalam melawan pandemi.

 

“Rakyat harus dihimpun dan digerakkan dengan leadership dan keteladanan. Jika pejabat pemerintah tidak menunjukkan keteladanan, maka jangan salahkan rakyat jika tidak taat prokes dan bersikap masa bodoh,” tegasnya.

 

Ketua DPP PKS ini meminta agar pejabat pemerintah dapat memastikan langkah antisipatif setiap kali membuat kegiatan agar tidak memicu terjadinya spontanitas kerumunan rakyat.

 

"Jika kegiatannya membagi-bagi atau melempar barang, tentu saja rakyat yang memang sedang kesulitan ekonomi akan berebut untuk mendapatkannya. Sebaiknya dipikirkan bentuk kegiatan lain yang lebih humanis, kreatif dan mendidik, sehingga prokes terjaga, rakyat pun aman,” ucapnya.

 

Netty mengingatkan bahwa meskipun Indonesia sedang menjalankan proses vaksinasi, bukan berarti sudah bebas Covid-19.

 

Mereka yang divaksin juga tidak lantas langsung kebal. Bahkan, jangan sampai proses vaksinasi justru menjadi tempat terjadinya kerumunan seperti yang terjadi di Pasar Tanah Abang dan lainnya.

 

“Selain itu, penerapan aturan seperti larangan berkerumun harusnya berlaku bagi siapa saja, rakyat biasa maupun pejabat pemerintah. Begitu juga dengan sanksi yang mengikutinya jika terbukti melanggar. Aparat penegak hukum tidak usah tebang pilih dalam menjalankan tugasnya,” tegasnya.

 

Terakhir Netty meningatkan agar semua pihak tidak menganggap remeh pandemi Covid-19. Kebijakan 3T harus ditingkatkan lebih masif lagi, gerakan 3M harus semakin ketat. Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk memastikan kemanan dan kesehatan rakyat, “Oleh karena itu, berikanlah contoh yang baik agar bisa menjadi teladan di tengah masyarakat dan bukan sekadar jargon saja,” tutupnya. (rmol)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.