Latest Post

 

 

SANCAnews – Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) se-Jawa mengkritisi soal kerumunan yang muncul dalam kunjungan Presiden Joko Widodo ke Maumere, Ibu Kota Kabupaten Sikki, Nusa Tenggara Barat pada 23 Februari 2021.

 

Dalam surat pernyataan yang ditandatangani oleh empat presidium KAMI, AP-KAMI DKI Jakarta dan Sekretaris KAMI disebutkan bahwa di negara hukum tidak mengenal adanya diskriminasi dan standar ganda.

 

"Negara Indonesia sebagai negara hukum (recht staat), tidak mengenal adanya diskriminasi dan double standard demi hukum dan keadilan, yang berlaku sama (equality before the law) untuk semua warga negara," tulis KAMI se-Jawa dalam pernyataan yang diterima detikcom, Jumat (26/2/2021).

 

Dalam rekaman yang beredar, terlihat Jokowi menyapa masyarakat dari atap kendaraannya yang disambut antusias warga NTT. Dalam video yang beredar, sejumlah warga tampak berkerumun mendekat ke arah mobil Presiden Jokowi. Mereka tampak ingin mengabadikan kedatangan Jokowi di NTT.

 

Dari atas mobil, Jokowi juga sempat menyapa warga dengan melambaikan tangan. Jokowi juga terlihat mengingatkan warga untuk menggunakan masker. Selain itu, Jokowi membagikan suvenir ke warga yang berkerumun.

 

"Padahal perbuatan Presiden tersebut sangat disadari akan menimbulkan kerumunan massa, seperti yang terlihat pada beberapa video. Dengan jumlah massa yang sangat banyak, dengan jarak yang sangat rapat, bahkan terlihat kerumunan masyarakat tersebut ada yang tidak menggunakan masker," tulis KAMI se-Jawa.

 

KAMI se-Jawa pun menyatakan demi tegaknya hukum, keadilann dan pengendalian COVID-19 presiden pun harus diproses hukum. "Bahwa demi tegaknya hukum dan keadilan, dan suksesnya Pengendalian COVID-19 Presiden harus menerima kenyataan untuk di proses hukum sesuai hukum yang berlaku di Indonesia," tulis KAMI.

 

Selama menjalani proses hukum tersebut, KAMI se-Jawa meminta agar Jokowi mengundurkan diri selama menjalani proses hukum. "Presiden dengan kesadaran, kebesaran jiwanya dan atas kemauannya sendiri, untuk sementara waktu mengundurkan diri sebagai presiden Republik Indonesia, apabila penegakkan hukum akan dan/ atau selama proses hukum berlangsung (due process of law)," pungkasnya.

 

Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin membenarkan peristiwa itu terjadi di Maumere. Bey menjelaskan masyarakat saat itu sudah menunggu rombongan Presiden Jokowi di pinggir jalan.

 

"Benar itu video di Maumere. Setibanya di Maumere, Presiden dan rombongan melanjutkan perjalanan menuju Bendungan Napun Gete. Saat dalam perjalanan, masyarakat sudah menunggu rangkaian di pinggir jalan, saat rangkaian melambat masyarakat maju ke tengah jalan sehingga membuat iring-iringan berhenti," kata Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin kepada wartawan, Selasa (23/2/2021).

 

Bey mengatakan masyarakat Maumere spontan menyambut kedatangan Jokowi. Jokowi pun, kata Bey, menyapa masyarakat dari atap mobil.

 

"Dan kebetulan mobil yang digunakan Presiden atapnya dapat dibuka, sehingga Presiden dapat menyapa masyarakat, sekaligus mengingatkan penggunaan masker. Karena kalau diperhatikan, dalam video tampak saat menyapa pun Presiden mengingatkan warga untuk menggunakan masker dengan menunjukkan masker yang digunakannya," ujar Bey.

 

Mengenai suvenir yang diberikan kepada warga, Bey menjelaskan hal itu sebagai bentuk respons spontan Jokowi. Suvenir itu juga berisi masker hingga kaus. (*)


 


SANCAnews – Mantan Wakil Presiden dua periode (2004-2009 dan 2014-2019), Jusuf Kalla (JK) kembali mengungkapkan uneg-unegnya seputar kiprah para buzzer di tanah air. Dia mengakui buzzer sengaja hadir dan mendapat ruang dalam kampanye pemilu untuk menyampaikan segala hal positif kandidat yang didukungnya. Juga sebaliknya mereka dipersiapkan untuk mengkritisi kekurangan para kandidat lain yang menjadi lawannya.

 

"Sebenarnya buzzer itu mulai pada setiap kampanye. Tapi itu biasa saja, bagaimana memuji pasangan calon yang didukungnya atau mencela lawannya," kata JK menjawab Tim Blak-blakan detikcom yang menemuinya di Kantor PMI, Selasa (23/2/2021).

 

Mestinya, tegas JK melanjutkan, kerja mereka berhenti setelah pemilu selesai karena suda ada pihak yang menjadi pemenangnya. Tapi yang terjadi kemudian justru menjadi geng yang terus dipelihara, dibayar untuk membuli siapa yang mengkritik.

 

"Jadi tolonglah siapa itu yang bisa memperbaiki. Sebab sumber segala kekacauan adalah buzzer-buzzer itu. Seharusnya sudah lah, tidak perlu lagi ada pencitraan yang macam-macam. Tidak perlu lagi merusak nama orang, biar demokrasi berjalan dengan baik," papar JK.

 

Selain itu, dia menambahkan, media massa juga sebaiknya tidak lagi ikut memberi ruang bagi para buzzer. "Anda juga ikut bertanggung jawab itu," ujarnya menunjuk detikcom sambil tersenyum kecil.

 

Terkait soal banjir, khususnya di DKI Jakarta, Jusuf Kalla menegaskan pentingnya ketegasan, komitmen yang kuat dan konsekuen. Dia mencontohkan pembangunan Banjir Kanal Timur yang dapat selesai dalam tempo dua tahun. Begitu juga peninggian jalur tol Sedyatmo yang menuju Bandara Soekarno - Hatta selesai dikerjakan dalam 8 bulan pasca kebanjiran pada 2008.

 

Pada bagian lain, Tim Blak-blakan sempat meminta tanggapannya atas sejumlah tuduhan yang dilontarkan politisi PDIP Dewi Tanjung. Benarkah dia menjadi pelindung mantan Direktur Utama PT Pelindo II, RJ Lino? Bagaimana latar hubungan dirinya dengan Lino yang sudah lima tahun ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK? Simak paparannya dalam Blak-blakan Jusuf Kalla, "Banjir, Buzzer, dan Sejumlah Tuduhan itu" di detikcom, Jumat (26/2/2021). []


 


SANCAnews – Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Muhyiddin Junaidi menentang kebijakan pemerintah yang menetapkan industri minuman keras (miras) yang masuk kategori usaha terbuka.

 

“Kebijakan tersebut sangat kontraproduktif dengan upaya pemerintah dalam mengatasi penyakit masyarakat dan cenderung memperkeruh instabiltas sosial di tengah pandemi Covid-19,” kata Kiai Muhyiddin kepada Suara Islam Online, Kamis (25/2/2021).

 

Menurutnya, kebijakan tersebut sungguh mencederai perasaan umat Islam sebagai mayoritas penduduk negeri ini. “Bahkan bisa ditafsirkan sebagai tamparan keras kepada para ulama dan tokoh masyarakat yang sudah berjuang keras menjaga moralitas anak bangsa,” jelas Kiai Muhyiddin.

 

Ketua Lembaga Kerjasama dan Hubungan Luar Negeri Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah itu mengatakan, dengan kebijakan tersebut angka korban tindak kekerasan akan berlipat ganda.

 

“Seharusnya pemerintah sensitif dan melakukan instropeksi diri bahwa miras adalah pintu masuk bagi segala kekacauan dan sumber utama penyakit masyarakat,” jelasnya.

 

Kiai Muhyiddin menegaskan bahwa semua agama melarang pengikutnya untuk mengkonsumsi miras. Dan fakta di lapangan menunjukan bahwa mudaratnya jauh lebih besar dari manfaatnya.

 

“Kasus penembakan yang dilakukan seorang polisi di Cafe Cengkareng yang menewaskan tiga orang adalah bukti nyata tentang bahaya miras, karena merusak saraf otak manusia,” ungkapnya.

 

Apalagi, kata Kiai Muhyiddin, selama ini undang-undang tentang peredaran miras di Indonesia sering diabaikan dan penegakan hukum yang amburadul. “Membuka peluang di sektor investasi miras adalah ‘undangan resmi’ untuk melakukan proses penghancuran moralitas anak bangsa,” tuturnya.

 

Mantan Ketua MUI Bidang Luar Negeri itu mengatakan, di luar negeri yang penegakan hukumnya ketat, tetap saja miras masih menempati urutan pertama penyebab kasus kekerasan dan tindak kriminal.

 

MUI sendiri, kata Kiai Muhyiddin, secara resmi telah menyampaikan kepada DPR dalam rancangan UU Omnibuslaw agar investasi tentang miras dihapus dari pembahasan.

 

Sebelumnya, dilansir dari Kompas.com, pemerintah membuka pintu investasi untuk industri miras besar sampai eceran.

 

Pemerintah menetapkan industri minuman keras sebagai daftar positif investasi (DPI) terhitung sejak tahun ini. Sebelumnya, industri tersebut masuk kategori bidang usaha tertutup.

 

Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Beleid yang merupakan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ini telah ditandatangani Presiden Joko Widodo dan mulai berlaku per tanggal 2 Februari 2021. []


 


SANCAnews – Relawan Covid-19 Tirta Mandiri Hudhi alias dr. Tirta angkat bicara terkait polemik aksi bagi-bagi suvenir yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat kunjungannya di Kota Maumere, NTT yang disambut kerumunan massa.

 

dr. Tirta menilai, tidak ada yang salah dengan tindakan Jokowi itu. Pasalnya, dia pun yang sering mengisi acara seminar selalu membawa hadiah untuk dibagikan kepada para peserta seminar.

 

Oleh karena itu, dr. Tirta menilai, aksi bagi-bagi suvenir yang dilakukan Jokowi adalah hal yang wajar dilakukan presiden ketika bertemu rakyatnya.

 

Hal itu disampaikan dr. Tirta saat menjadi narasumber di acara "Dua Sisi" bertajuk "Ketika Presiden Jokowi Disambut Kerumunan" pada Kamis, 25 Februari 2021. 

 

"Saya kasih contoh, saya selama ngisi seminar 645 kali dari 2014, saya selalu bawa hadiah, mau disuruh atau enggak," kata dr. Tirta, yang dikutip ari tayangan kanal YouTube tvOneNews, Jumat, 26 Februari 2021. 

 

Menurut dr. Tirta, suvenir yang dibawa Jokowi itu bukan khusus disediakan, tapi mungkin memang Jokowi selalu menyediakannya untuk dibawa dalam setiap kunjungan kerjanya ke daerah. 

 

"Itu ada stok, kecuali presiden baginya handphone, giveaway, atau bagi sepatu, sepeda dilempar. Itu yang dibagi cuma kaos, bisa aja nyetok," ujar dr. Tirta. 

 

dr. Tirta bahkan menilai bahwa aksi bagi-bagi suvenir yang dilakukan Jokowi itu adalah untuk membubarkan kerumunan. 

 

dr. Tirta pun tak terima jika dirinya disebut cebong karena membela Jokowi, dan pembelaannya itu disambung-sambungkan dengan kasus Habib Rizieq Shihab (HRS).

 

"Kalau yang dipermasalahkan hadiah, itu kan dalam rangka membubarkan kerumunan. Orang bilang berarti dr. Tirta cebong, kemarin Pak HRS gak kayak gitu. Loh gak gitu," ujar dr. Tirta.

 

dr. Tirta lantas menegaskan bahwa sejak awal dia tidak pernah mengkritik kerumunan massa yang menyambut HRS di Bandara Soekarno-Hatta, dan hanya mengkritik acara pernikahan putri HRS di Petamburan.

 

"Memang waktu Pak HRS datang ke bandara saya kritisi? Enggak, itu spontanitas. Yang saya kritisi pernikahan di Petamburan yang ada tenda-tendanya, itu viral. Kok jadi dibanding-bandingkan bandara? Kalau di bandara setahu saya itu tidak dipermasalahkan," tutur dr. Tirta.

 

Namun, pernyataan dr. Tirta itu dibantah oleh Pengamat Politik Ujang Komarudin yang menyebut aksi bagi-bagi suvenir yang dilakukan Jokowi justru semakin merekatkan kerumunan massa.

 

"Sudah saya katakan Pak Jokowi itu hobinya membagi-bagikan suvenir. Persoalannya ketika membagi suvenir di NTT itu bukan memisahkan kerumunan, tapi berebut kerumunan, merekatkan kerumunan. Jadi harus diingat dr. Tirta, faktanya ketika orang dibagi hadiah itu pasti berkerumun," ujar Ujang Komarudin.

 

Namun, dr. Tirta kembali membantah, dan menyebut bahwa kerumunan massa sudah ada sebelum Jokowi melakukan bagi-bagi suvenir.

 

"Kalau memang bagi-bagi suvenir mengundang massa. Massa ada sebelum dibagi suvenir atau sesudah dibagi suvenir?," ujar dr. Tirta.***


 


SANCAnews – Jejak digital itu kejam! Ini juga mungkin yang dirasakan calon duta besar Indonesia untuk Arab Saudi, Zuhairi Misrawi. Kader muda Nahdlatul Ulama cum mantan calon legislatif Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini tengah berharap-harap cemas.

 

Salah satu syarat seseorang jadi duta besar harus mendapat persetujuan dari negara yang dituju. Nah, masalahnya Zuhairi dalam sejumlah cuitannya di Twitter pernah menuding ibadah umrah yang disebutnya ibadah yang sangat mahal dan menguntungkan Pemerintah Arab Saudi.

 

Kontan saja pernyataan lama tersebut kini diungkap lagi para penulis dan juga netizen dan diviralkan. Beberapa pernyataan kontroversial Zuhairi tentang ibadah umrah misalnya, “Di kampung kalau mau berdo’a cukup baca Yasin atau ziarah kubur. Sekarang harus ke Mekkah dengan biaya tinggi. Beragama jadi mahal”.

 

Cuitan susulan lainnya, “Padahal, kalau kita umroh berarti kita menyumbang devisa bagi Arab Saudi”.

 

Dikatakan lagi Zuhairi, “Secara sosiologis ziarah kubur itu menjadikan biaya beragama relatif lebih murah daripada harus umroh ke Mekkah”.

 

Menko Polhukam Mahfud MD sempat menanggapi pernyataan Zuhairi yang kini menjabat Komisaris Independen PT Yodya Karya (Persero) ini. Mahfud yang juga sesama Madura menyebut Zuhairi keblinger.

 

“Banyak orang yang berwisata ke Eropa, Australia, Amerika dan negara lain sekadar wisata. Masak orang berwisata umroh diejek? Keblinger dan genit toh,” sindir Mahfud.


Kita tunggu saja, seperti apa reaksi Arab Saudi. Jadikah Zuhairi berkantor di Riyadh?


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.