Latest Post



 

SANCAnews – Hampir semua orang mengagumi nama KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, baik karena ia mantan Presiden maupun sebagai pribadi yang lugas dan sederhana. Namun di balik itu, ternyata Gus Dur memiliki sisi lain yang bisa menimbulkan gejolak di masyarakat.

 

Hal itu terkait rencananya untuk menghidupkan kembali Partai Komunisme Indonesia atau PKI seperti dikisahkan oleh Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra. Namun, rencana tersebut dihalangi oleh Yusril yang pada saat itu menjabat sebagai Menteri Kehakiman.

 

Ia pun menceritakan, kala itu dirinya menghadap Gus Dur untuk membicarakan beberapa kebijakan yang kontroversial di antaranya soal pembubaran DPR dan ideologi komunisme, marxisme, leninisme hingga PKI.

 

Diketahui, kedua kebijakan yang menimbulkan polemik tersebut tertuang pada dekrit pembubaran DPR dan pencabutan TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966 tentang pelarangan PKI dan ajaran komunisme marxisme leninisme.

 

Saat bertemu Gus Dur, Yusril mengungkapkan bahwa presiden RI ke-4 itu ngotot ingin membubarkan DPR dan menghidupkan kembali PKI dengan mencabut Tap MPRS 25 Tahun 1966.

 

“Gus Dur ngotot (ingin membubarkan DPR dan mencabut Tap MPRS 25 tahun 1966),” ungkap Yusril Ihza Mahendra.

 

Yusril menceritakan pertemuannya dengan Gus Dur tersebut saat menjelang Pemilu 2019 dalam sebuah ceramah di Medan, Sumatera Utara. Hal itu disampaikan Yusri Ihza Mahendra saat tampil di tayangan kanal Youtube Video Legend milik musisi Ahmad Dhani.

 

Melansir hops.id, menanggapi dua keinginan Gus Dur itu Yusril pun menilai tidak mungkin adanya sebuah dekrit tanpa didukung oleh kekuatan militer. Terlebih, menurut Yusril, dekrit merupakan sebuah revolusi hukum yang bisa menimbulkan isu hebat seperi tuduhan penghianat hingga kudeta.

 

“Karena dekrit itu revolusi hukum. Benar atau tidaknya tidak diukur di awal. Di ujung. Kalau dia bisa pertahankan dekritnya itu, dekritnya menjadi sah. Kalau tidak, dia bisa dituduh penghianat bahkan dituduh melakukan kudeta,” tuturnya.

 

Yusril pun mengaku tak sejalan dengan kemauan Gus Dur yang ingin menghidupkan kembali ideologi berhaluan PKI. Pasalnya, apabila ideologi PKI kembali bangkit maka bisa menghebohkan tanah air.

 

Saat Yusril menjelaskan hal itu, Presiden Gus Dur malah marah besar. Bahkan, ia juga ditegur oleh menteri Erna Witoelar karena mengkritik presiden di sidang kabinet.

 

“Saya ngomong panjang lebar, Gus Dur marah. Ambil palu diketok. Kabinet skors. Ya gimana ga dikritik masa mau ngidupin PKI, yang bener dong,” ujarnya. []


 

SANCAnews – Pemprov DKI Jakarta mengungkapkan izin operasional RM Cafe yang menjadi lokasi insiden penembakan di Cengkareng, Jakarta Barat, dikeluarkan pemerintah pusat. Izin operasional itu dikeluarkan melalui Lembaga Pengelola dan Penyelenggara Online Single Submission (OSS).

 

"Café RM memiliki izin operasional (TDUP) yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat melalui Lembaga Pengelola dan Penyelenggara OSS pada 21 Mei 2019 dan saat ini sudah berlaku efektif," kata Kabid Industri Pariwisata Disparekraf Pemprov DKI Jakarta, Bambang Ismadi dalam keterangannya kepada wartawan, Kamis (25/2/2021).

 

Ditelusuri, Lembaga Pengelola dan Penyelenggara OSS berada dinaungan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Bambang menyebut RM Cafe buka hingga larut malam dan berkamfulase untuk mengelabui petugas.

 

"Café RM buka hingga larut malam dengan cara melakukan kamuflase pada bagian depan café sehingga tidak terlihat secara jelas bahwa cafe tersebut beroperasi," ujarnya.

 

Bambang menyebut RM Cafe sebelumnya sudah 2 kali melanggar PSBB DKI Jakarta. Sehingga total sudah 3 kali melakukan pelanggaran. Sesuai aturan Pemprov DKI Jakarta, pelanggaran RM Cafe ditindak oleh Satpol PP DKI Jakarta.

 

"Terhadap pelanggaran PSBB oleh usaha tersebut, sudah tindak lanjuti oleh Satpol PP," ucap Bambang.

 

"Pelanggaran PSBB yang dilakukan oleh pengelola rumah makan/restoran/cafe sesuai Pergub No. 3 Thn 2021 Pasal 28 ayat 4, maka sanksi administrasi yang diberikan merupakan kewenangan Satpol PP, bukan Dinas Parekraf," imbuhnya.

 

RM Cafe sebelumnya terancam ditutup secara permanen. Satpol PP Jakarta Barat menunggu rekomendasi dari Disparekraf DKI untuk dilakukan penutupan karena melanggar jam operasional selama penanganan COVID-19.

 

"Kita sedang menunggu dari (Dinas) Pariwisata rekomendasikan ke kita supaya ditutup," kata Kasatpol PP Jakbar Tamo Sijabat kepada wartawan, Kamis (25/2).

 

RM Kafe menjadi sorotan karena menjadi lokasi penembakan oknum polisi Bripka CS. Sebanyak tiga orang termasuk seorang anggota TNI AD tewas akibat ditembak Bripka CS.

 

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengungkap insiden penembakan di Cengkareng terjadi saat RM Cafe hendak tutup pada pukul 04.30 WIB dini hari.

 

"Kronologis sekitar pukul 02.00 tersangka CS ke TKP yang merupakan kafe, lalu melakukan kegiatan minum-minum," kata Kombes Yusri dalam jumpa pers di Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (25/2).

 

Bripka CS Penembak Anggota TNI AD dan Warga Dijerat Pasal Pembunuhan

Kemudian, menjelang kafe tutup, terjadi percekcokan antara Bripka CS dan kasir kafe. Penembakan itu terjadi karena CS tidak terima ditagih uang minuman Rp 3,3 juta.

 

"Pukul 04.00 pada saat melakukan pembayaran, terjadi cekcok antara tersangka dan pegawai. Dengan kondisi mabuk saudara CS mengeluarkan senpi dan melakukan penembakan ke 4 korban. Tiga meninggal dunia dan satu dirawat di rumah sakit," jelasnya. (*)


 

SANCAnews – Eks Pentolan Front Persaudaraan Islam atau FPI, Munarman menjadi salah satu orang yang kecewa atas tindakan polisi yang menolak laporan soal kasus kerumunan massa ketika Presiden Joko Widodo membagi-bagikan suvenir ke warga di Maumere, Sikka, NTT, beberapa waktu lalu.

 

Terkait kerumunan massa itu, Koalisi Masyarakat Anti Ketidakadilan sempar memperkarakan peristiwa itu ke Bareskrim Polri, namun laporan ditolak. 

 

Munarman mengaku menyayangkan atas ditolaknya pelaporan itu oleh pihak Bareskrim. Sebab, menurutnya, Jokowi jelas-jelas telah melanggar aturan protokol kesehatan karena memicu kerumunan massa di masa pandemi Corona.

 

"Bukti apalagi yang didustakan?" kata Munarman saat dihubungi Suara.com, Jumat (26/2/2021).

 

Dia mengatakan ditolaknya laporan tersebut justru semakin membuktikan bahwa hukum di Indonesia hanya berlaku untuk pengkritik pemerintah.

 

"Terbukti toh. Hukum hanya berlaku untuk pengritik rezim," kata Munarman.

 

Lebih lanjut, Munarman mengatakan, dengan tidak diprosesnya kasus dugaan pelanggaran prokes yang diduga dilakukan Jokowi, maka rakyat semakin terbuka matanya melihat ketidakadilan.

 

"Rakyat akan semakin terbuka matanya dengan ketidakadilan yang sangat kasat mata ini," tandasnya.

 

Laporan Ditolak 

Bareskrim Polri tak menerima laporan kasus pelanggaran protokol kesehatan yang diduga dilakukan Presiden Joko Widodo terkait adanya kerumunan warga saat kunjungannya di Maumere, NTT, beberapa waktu lalu. Alhasil, Koalisi Masyarakat Anti Ketidakadilan gagal melaporkan Jokowi soal kasus kerumunan massa yang sempat viral di media sosial.

 

Ketua Koalisi Masyarakat Anti Ketidakadilan, Kurnia mengaku kecewa atas tindakan polisi yang tak mau menerima laporannya itu.

 

"Pihak kepolisian yang tidak mau menerbitkan Laporan Polisi atas laporan kami terhadap terduga pelaku tindak pidana pelanggaran kekarantinaan kesehatan yakni sang presiden," kata Kurnia, Kamis (25/2/2021).

 

Sejak siang tadi, Kurnia menyampaikan bahwa pihaknya telah mendatangi SPKT Bareskrim Polri sejak pukul 10.20 WIB. Hanya saja, petugas SPKT tersebut justru meminta pihaknya membuat surat laporan tertulis yang kemudian diberi stampel oleh bagian Tata Usaha dan Urusan Dalam (TAUD).

 

Lantaran gagal, Kurnia lalu mempertanyakan alasan polisi menolak laporan yang dibuatnya. Dia pun curiga tak ada lagi penerapan persamaan di hadapan hukum di Indonesia.

 

"Kami mempertanyakan asas persamaan kedudukan di hadapan hukum (equality before the law) apakah masih ada di republik ini?" ujarnya.

 

Koalisi Masyarakat Anti Ketidakadilan hendak melaporkan Jokowi atas dugaan pelanggaran protokol kesehatan terkait adanya kerumunan massa yang menyambutnya saat melakukan kunjungan kerja ke Maumere, Kabupaten Sikka, NTT. Jokowi dituding olehnya telah abai terhadap protokol kesehatan lantaran membagikan cinderamata ketika kerumunan tersebut terjadi. []




SANCAnews – Sutiyoso, Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta memberikan pandangannya soal Ibu Kota yang dibanding dengan daerah lain. Salah satunya soal permasalahan banjir sekarang yang terjadi di DKI Jakarta.

 

Hal itu disampaikan saat pria yang akrab disapa Bang Yos tersebut hadir di acara Mata Najwa dengan judul “Sengkarut Banjir Ibu Kota” yang dipandu oleh Najwa Shihab.

 

Dia mengatakan bahwa peristiwa banjir tidak hanya terjadi di DKI Jakarta, tetapi di sejumlah daerah di Indonesia.

 

“Banjir kan di mana-mana, di Jakarta dan sekitarnya, sampai di Bandung, di Semarang, di Kalimantan,” ucap Bang Yos, dikutip dari kanal Youtube Najwa Shihab, Kamis, 25 Februari 2021.

 

Kemudian, dia menyoroti banjir yang terjadi di sejumlah daerah, tetapi sosok yang ‘dihabisi’ adalah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

 

Padahal, Pemerintah Pusat telah mengatakan bahwa banjir disebabkan oleh cuaca ekstrem di Indonesia.

 

“Banjir di mana-mana, Pemerintah pusat cuma mengatakan ini ada cuaca yang ekstrem di Republik ini, tapi yang digebukin Anies. Kenapa ya? Gue heran juga kan gitu,” ujar Bang Yos.

 

Dia pun membenarkan pernyataan Najwa Shihab bahwa politisasi di DKI Jakarta lebih ‘kenceng’, karena aktor politiknya.

 

“Lah iya pasti lah, kita Ibu Kota negara, penduduknya dari tukang batu sampai RI 1 jadi penduduk Jakarta. Di tengahnya ketua partai, ketua DPR, MPR, anggota dewan tingkat I, tingkat pusat,” tutur Bang Yos.

 

Ia menambahkan bahwa ada saja pihak yang ikut campur di dalam sebuah urusan, padahal pihak tersebut tidak ada urusannya.

 

“Kalau kita hafal aja, mesti ikut aja mereka yang gak ada urusannya, sebenarnya gitu,” ujar Bang Yos.

 

Oleh karena itu, dia justru mengaku cemburu jika Anies Baswedan dan Ahmad Riza Patria justru tidak ‘digebuki’ saat ini.

 

“Jadi kalau Anies dan Riza gak digebukin, malah gua ini cemburu gitu. Kenapa waktu gua kok digebukin terus, sekarang Gubernur enggak,” kata Bang Yos.

 

Terlepas dari permasalahan tersebut, dia mengatakan bahwa nama pemimpin Ibu Kota justru akan semakin tersohor karena sering ‘digebuki’

 

“Tapi hikmahnya ada pak Anies, kita makin kesohor kalau sering digebukin. Tapi saya gak suka lah masuk ke ranah politik itu tadi,” ucap Bang Yos. (*)


 


SANCAnews – Anggota DPR RI Fraksi PDIP, Ihsan Yunus hingga saat ini masih menalani pemeriksaan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

 

Pantauan Kantor Berita Politik RMOL, Kamis malam (25/2), Ihsan Yunus belum keluar dari pemeriksaan sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi bantuan sosial Covid-19 yang dimulai sejak pukul 14.00 WIB tadi.

 

Saat hadir di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan sore hari tadi, Ihsan mengenakan kemeja warna putih dan jaket warna biru dongker dengan didampingi seorang pria.

 

Ia juga memilih bungkam saat dikonfirmasi wartawan soal penggeledahan yang dilakukan penyidik di rumahnya di Jalan Kayu Putih Selatan I, Pulogadung, Jakarta Timur pada Rabu sore (24/2).

 

Ihsan yang saat ini menjabat sebagai anggota Komisi II DPR RI ini diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Matheus Joko Santoso (MJS) selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) di Kementerian Sosial (Kemensos) yang merupakan anak buah Juliari Peter Batubara (JPB) saat menjabat sebagai Menteri Sosial.

 

Pada pemeriksaan hari ini, merupakan pemeriksaan yang pertama setelah dua kali dipanggil penyidik KPK. Pada panggilan pertama pada Rabu (23/1), Ihsan mangkir dengan alasan surat pemanggilan belum diterimanya. (RMOL)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.