Latest Post

 


SANCAnews – Kerumunan yang terjadi saat kunjungan kerja Presiden Joko Widodo di Nusa Tenggara Timur (NTT) ikut ditanggapi Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

 

Ketua Satgas Covid-19 IDI, Zubairi Djoerban mengaku sudah menonton video kerumunan yang terjadi di NTT tersebut. Menurutnya, wajar kejadian itu disoroti publik.

 

"Intinya, kerumunan akan selalu jadi sorotan. Apalagi menyangkut situasi saat ini," ujar Zubairi Djoerban dalam akun Twitternya yang diposting Kamis (25/2).

 

Penemu virus HIV Aids yang pertama di Indonesia ini memberikan satu bentuk sorotan yang mungkin saja diperbincangkan publik sekarang ini.

 

"Anak-anak belajar daring dan usaha kecil menderita. Mereka akan bertanya-tanya, kenapa kerumunan itu boleh dan kenapa kerumunan yang lain tidak boleh," kicaunya.

 

Dalam cuitannya yang lain, Zubairi Djoerban menekankan tentang pentingnya protokol kesehatan Covid-19 di kondisi yang belum menentu sekarang ini, dan tanpa pengecualian harus diterapkan oleh siapapun.

 

"Yang jelas, bagaimana mengelola dan mengontrol kerumunan itu adalah PR kita bersama. Ini bukan tentang politik. Ini bicara tentang protokol kesehatan untuk kemaslahatan," tuturnya.

 

"Kabar baiknya, angka kasus Covid-19 aktif di beberapa daerah Indonesia telah turun. Bismillah kita bisa," demikian Zubairi Djoerban menutup cuitannya. (rmol)


 


SANCAnews – Insiden penembakan di RM Cafe, Cengkareng, Jakarta Barat, yang dilakukan Bripka CS menewaskan 3 orang dan 1 lainnya terluka. Salah satu korban penembakan, Fery Saut Simanjuntak bekerja sebagai waiter RM Cafe.

 

Menurut penuturan tetangga, Fery meninggalkan seorang istri. Malangnya, istrinya tengah hamil muda.

 

"Iya istrinya hamil baru sekitar dua bulan," ungkap Lilis saat ditemui wartawan, Kamis (25/2/2021).

 

Rumah duka berada di salah satu permukiman warga di Jalan Pesing Garden, Kedoya Utara, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Terdapat dua karangan bunga dari kepolisian di rumah duka Fery Saut Simanjutak.

 

Karangan bunga tersebut merupakan kiriman dari Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran dan Kapolsek Kalideres Kompol Slamet beserta jajaran.

 

Fadil Imran juga menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya para korban. Mantan Kapolda Jawa Timur ini juga menyampaikan permintaan maaf atas kejadian penembakan yang dilakukan oleh oknum polisi Bripka CS.

 

Polda Metro Jaya akan melakukan langkah cepat dalam penerapan proses hukum kepada Bripka CS. Fadil Imran memastikan Bripka CS akan dipecat dari institusi Polri.

 

"Kami akan ambil langkah cepat agar tersangka dapat segera diproses dengan pidana, tersangka akan diproses secara kode etik sampai dengan hukuman dinyatakan tidak layak jadi anggota Polri," tegas Fadil Imran.

 

Polisi sita 2 dus dari RM Cafe, lokasi penembakan di Cengkareng, Jakbar usai olah TKP, Kamis (25/2/2021).

 

Insiden penembakan itu terjadi pagi tadi sekitar pukul 04.00 WIB. Penembakan terjadi di RM Cafe.

 

Ketika itu Bripka CS minum-minum. Saat kafe hendak ditutup pada pukul 04.00 WIB, terjadi percekcokan antara Bripka CS dan pegawai kafe karena persoalan bill Rp 3,3 juta.

 

Bripka CS kemudian mengeluarkan senjata api dan melakukan penembakan. Tiga orang tewas, salah satunya prajurit TNI AD, dan 1 lainnya terluka akibat kejadian itu. (dtk)




SANCAnews – Pengamat Keamanan Siber Teguh Aprianto menyebut Virtual Police atau Polisi Virtual yang diluncurkan Bareskrim Polri membuat masyarakat takut untuk mengeluarkan pendapat di media sosial.

 

"Ini malah sebenarnya yang mereka (Polri) lakukan ini cenderung bikin masyarakat lebih takut untuk mengeluarkan pendapat," ujar Teguh kepada CNNIndonesia.com, Kamis (25/2).

 

Lebih lanjut ia menilai, cara pihak Kepolisian yang memberikan teguran kepada pengguna media sosial melalui Direct Message (DM) telah dinilai tidak tepat, karena bukan tugas pihak Kepolisian.

 

"Polisi mengambil peran untuk memberi peringatan itu enggak tepat. itu bukan tugas Polisi." ujarnya.

 

Teguh mengatakan, untuk menyimpulkan suatu postingan mengandung unsur hoax maupun ujaran kebencian, perlu melewati proses hukum yang sesuai dengan konstitusional. Lalu kemudian di tindak oleh Kepolisian untuk diproses secara hukum.

 

Ia menilai, cara kepolisian dalam menentukan sebuah postingan hanya berdasarkan pandangan kepolisian saja. Menurutnya, klaim hoax sebuah postingan hanya bisa ditentukan oleh Hakim. Bukan dari pihak kepolisian.

 

"Mereka kaya bisa menentukan salah atau benar postingan itu. Sementara kan untuk melewati itu harus melewati proses pengadilan. Enggak bisa mereka menentukan ini salah dan ini benar. ini tugasnya hakim," pungkasnya.

 

Di samping itu, ia menyinggung pihak Kepolisian yang kerap tidak bisa membedakan informasi yang tergolong hoax atau opini. Hal itu menurutnya menjadi hal harus digarisbawahi.

 

Lebih lanjut ia menjelaskan, cara ini tidak banyak dilakukan oleh kepolisian di luar negeri. Karena menurutnya masalah siber lebih banyak dan lebih besar daripada mengurus masyarakat bermedia sosial.

 

Sebelumnya Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri meluncurkan Polisi Virtual untuk mencegah tindak pidana terkait Undang-Undang Tindak Pidana Siber di Indonesia. 


Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Slamet Uliandi mengatakan tim tersebut telah resmi beroperasi sejak kemarin.

 

"Per 24 Februari 2021 sudah dikirimkan melalui DM (direct message) sebanyak 12 peringatan virtual polisi kepada akun medsos. Artinya kita sudah mulai jalan," kata Slamet dalam keterangan tertulis, Kamis (25/2).

 

Dia menuturkan, tim tersebut pertama akan mulai beroperasi dengan melakukan patroli siber di media sosial. Mereka, mengawasi konten-konten yang terindikasi mengandung hoax serta hasutan di berbagai platform, seperti di Facebook, Twitter, dan Instagram.

 

Apabila virtual police menemukan konten yang terindikasi melakukan pelanggaran itu, maka tim akan mengirimkan peringatan lewat medium pesan atau direct message ke pemilik akun.

 

Peringatan itu, kata dia, diberikan usai tim melakukan kajian terhadap konten bersama dengan sejumlah ahli. Kata dia, polisi akan melibatkan ahli bahasa, ahli pidana, hingga ahli ITE. Hal tersebut dilakukan guna menekan subjektivitas polisi dalam menilai suatu konten yang tersebar di internet untuk kemudian ditegur. []




SANCAnews – Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran geram dengan kelakuan oknum polisi di RM Cafe, Cengkareng, Jakbar. Fadil menjamin akan ada tindakan tegas pada polisi berinisial CS dan berpangkat Bripka itu.

 

"Seiring dengan hal tersebut tersangka juga kami akan proses secara kode etik sampai dengan hukuman dinyatakan tidak layak menjadi anggota Polri," jelas Kapolda Metro Irjen Fadil Imran dalam jumpa pers di Mapolda Metro, Kamis (25/2).

 

Kami akan menindak pelaku dengan tegas, akan melakukan penegakan hukum yang berkeadilan
- Kapolda Metro Irjen Fadil Imran


Penembakan itu sendiri terjadi pukul 04.30 WIB. Pelaku, CS, marah saat ditagih bill sebesar Rp 3,3 juta. Hingga akhirnya terlibat cekcok. CS tiba-tiba mengeluarkan senjata api dan melakukan penembakan.

 

"Kami akan mengambil langkah-langkah cepat agar tersangka bisa diproses secara pidana," tegas Fadil.


CS kini sudah ditahan di Polda Metro Jaya. Dia mabuk saat melakukan penembakan itu.(gelora)


 


SANCAnews – Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menilai ada kesamaan kerumunan yang terjadi saat Presiden Joko Widodo melakukan kunjungan kerja di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan kerumunan yang terjadi saat masyarakat menjemput Habib Rizieq Shihab di Bandara Soekarno Hatta.

 

Kata Anwar, aparat penegak hukum harus bertindak adil. Nika Habib Rizieq ditahan karena dan denda karena kerumunan, maka Presiden Jokowi juga harus ditahan.

 

“Masalahnya Pak Jokowi juga sudah melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan oleh Habib Rizieq. Kalau Habib Rizieq ditahan karena tindakannya, maka logika hukumnya supaya keadilan tegak dan kepercayaan masyarakat kepada hukum dan para penegak hukum bisa tegak maka Presiden Jokowi tentu juga harus ditahan,” kata Anwar Abbas dalam keterangan tertulis, Kamis (25/2).

 

Akan tetapi, menurut Anwar, jika Jokowi sebagai kepala negara ditahan, maka negara akan berantakan. Demikian juga Habib Rizieq.

 

“Tapi kalau Presiden Jokowi ditahan, negara bisa berantakan. Dan kalau Habib Rizieq ditahan, umatnya tentu juga akan berantakan. Padahal kita tidak mau bangsa dan negara serta rakyat dan umat kita berantakan,” papar Anwar Abbas.

 

Anwar pun mengingatkan siapapun untuk tidak mempermainkan hukum. Karena itu dalam kasus ini dia sekaligus menyarankan, demi keadilan maka hukuman bagi kedua tokoh tersebut bisa berupa sama-sama didenda ketimbang disanksi penahanan.

 

“Untuk itu Jokowi harus dihukum dengan dikenakan denda dan Habib Rizieq juga dihukum dengan dikenakan denda, sehingga dengan demikian masing-masing mereka tetap bisa bebas melaksanakan tugas dan aktivitasnya sehari-hari,” terang Anwar.

 

Anwar menilai hukuman berupa denda lebih baik dan maslahat bagi para pelanggar ketentuan protokol kesehatan tersebut. Sehingga, para pelanggar nantinya tetap bisa melaksanakan tugas sehari-harinya dan para pengikut serta pendukungnya pun tetap tenang.

 

“Karena hukum tegak dan ditegakkan secara berkeadilan. Sehingga tidak ada orang dan para pihak di negeri ini yang tersakiti hatinya,” kata dia.

 

Anwar lantas menyarankan agar Presiden Jokowi maupun Rizieq mengurangi intensitas kunjungan ke daerah-daerah di tengah pandemi. Hal itu bertujuan agar tak menimbulkan keramaian masyarakat yang berpotensi menimbulkan klaster penularan virus corona.

 

“Usahakan agar tidak diketahui orang banyak sehingga tidak terjadi penumpukan masa,” saran Anwar. []


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.