Latest Post

 


SANCAnews – Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat Benny K. Harman menyindir Presiden Joko Widodo terkait kerumunan warga dalam kunjungan kerja (kunker) di Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Selasa (24/2).

 

Ia menilai kerumunan itu terjadi karena Jokowi ingin menguji kekebalan vaksin Covid-19 yang telah diterima beberapa waktu lalu.

 

"Presiden mau menguji bahwa setelah divaksin dia menjadi kebal atau imun meningkat," kata Benny lewat keterangan tertulis kepada wartawan, Rabu (25/2).

 

Selain itu, dia menilai, insiden kerumunan itu terjadi karena Jokowi ingin menguji nyali Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam penegakan hukum terkait pelaksanaan protokol kesehatan (prokes) Covid-19.

 

"Presiden mau menguji Kapolri, mantan ajudannya, apakah punya nyali tidak untuk menegakkan hukum, ada nyali tidak untuk menindak secara hukum Presiden yang jelas-jelas kasat mata melanggar aturan Prokes, aturan yang dibikin Presiden sendiri," ucapnya.

 

Berkaca dari kerumunan itu, Benny memandang, Jokowi justru hendak mempertontonkan diri sebagai orang yang tidak tunduk pada hukum.

 

Menurutnya, peristiwa kerumunan itu juga memperlihatkan masyarakat NTT rela mati dan mengorbankan diri untuk terpapar Covid-19 hanya untuk melihat langsung wajah Jokowi.

 

"Salut untuk Presiden Jokowi yang langsung menyapa rakyatnya tanpa takut terpapar Covid-19," ucap Benny.

 

Anggota Komisi III DPR RI itu pun meminta Kapolri berani menindak Jokowi. Ia mengingatkan bahwa semua warga negara Indonesia memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum, termasuk Presiden RI.

 

"Kapolri harus menindak presidennya, semua orang sama di depan hukum, equality before the law. Presiden jika terlibat korupsi pun, Kapolri atau KPK atau Jaksa Agung harus berani periksa bila perlu tangkap dan tahan. Itu hukum kita, hukum di negara kita. Konstitusi tidak memberi kekebalan hukum apapun kepada presiden," kata Benny. []


 


SANCAnews – Ketua Bidang Politik dan Kebijakan Publik Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Islam (PP GPI) Eko Saputra menyayangkan kerumunan masyarakat saat kunjungan Presiden Joko Widodo di Maumere, Nusa Tenggara Timur (NTT).

 

"Presiden harusnya memberikan contoh teladan bagi seluruh pejabat dan instansi lainnya yang di pimpinnya. Justru malah memberikan contoh buruk hanya demi pencitraan," kata Eko Saputra dalam keteranganya, Rabu (24/2).

 

Disisi lain, ia juga menyayangkan Gubernur NTT yang tidak melarang dan atau membubarkan kerumunan massa yang datang dengan antusiasme tinggi saat kunjungan kerja Presiden itu.

 

"Seharusnya ini di sikapi dengan bijak dan di bubarkan seperti halnya kerumunan lainnya," tandasnya.

 

Berdasarkan kerumunan yang terjadi saat kunker tersebut, ia menyimpulkan secara tidak langsung Presiden sudah melanggar Pasal 93 UU 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan serta UU 4/1984 tentang Wabah Penyakit Menular.

 

Untuk itu, Eko berencana untuk membuat laporan polisi (LP) terkait dugaan pelanggaran protokol kesehatan yang dilakukan oleh Presiden Jokowi ke Mabes Polri. 


Pelaporan ini, sekaligus dimanfaatkan Eko untuk menguji komitmen Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yakni hukum tidak dijadikan alat kekuasaan dan hukum berkeadilan tidak tajam ke bawah namun tumpul ke atas.

 

"Kami akan membuat laporan resmi ke Mabes Polri terkait pelanggaran Protokol Kesehatan yang di lakukan oleh Presiden Joko Widodo dan berharap semoga masih ada keadilan dan ketegasan hukum di negeri ini sebagaimana janji dari Kapolri Jenderal Sigit. Hukum jangan cuma di jadikan mainan dan alat kekuasaan saja. Harus merata bagi semua warga negara. Tidak boleh tajam ke bawah dan tumpul ke atas," tegas Eko. []


 


SANCAnews – Politisi asal Papua Christ Wamea ikut mengomentari kerumunan yang terjadi ketika Presiden Joko Widodo (Jokowi) tiba di Maumere, Sikka, NTT dalam rangka kunjungan kerja pada Selasa (23/2/2021) kemarin.

 

Menurut Christ, seandainya kerumunan itu dilakukan eks pimpinan FPI Habib Rizieq Shihab (HRS) atau Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, maka bakal diserang buzzer Jokowi hingga 2024.

 

"Seandainya kerumunan ini dilakukan oleh pak HRS atau Pak Anies pasti buzzernya pak Jokowi caci maki sampai tahun 2024," tulis Christ di akun Twitternya, Rabu (23/2/2021).

 

"Kata istana : semua ini terjadi secara spontanitas dan antusiasme rakyat. Hanya Tuhan saja yang tahu," sentil @PutraWadapi.

 

Sebelumnya diberitakan, Presiden Jokowi melakukan kunjungan kerja ke beberapa daerah di NTT pada Selasa (24/2/2021), salah satunya mengunjungi Kabupaten Sikka untuk meresmikan Bendungan Napun Gete yang dibangun sejak tahun 2016.

 

Kedatangan Presiden Jokowi itu langsung disambut keramaian masyarakat setempat, mulai dari anak-anak, orang dewasa hingga lansia. Dalam video dan foto yang beredar luas di media sosial, warga tampak berkerumun mendekat ke arah mobil Presiden Jokowi.

 

Sementara dari atas mobil, Jokowi melambaikan tangan menyapa warga hingga melemparkan suvenir ke arah massa. Sontak, hal itu disambut riuh masyarakat. Presiden juga terlihat mengingatkan warga untuk menggunakan masker.

 

Peristiwa kerumunan itu jadi viral di media sosial dan menuai kritik serta kecaman dari banyak pihak, karena dinilai melanggar protokol kesehatan (prokes) Covid-19. Apalagi jumlah massa yang berkerumun terlihat cukup masif dan tanpa ada jarak antarwarga.

 

Terkait hal itu, Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden, Bey Machmudin mengatakan, kerumunan tersebut merupakan bentuk spontanitas dan antusiasme warga Maumere menyambut kedatangan Jokowi. Ia mengklaim tidak ada niatan presiden membuat kerumunan.

 

"Dan kebetulan mobil yang digunakan Presiden atapnya dapat dibuka, sehingga Presiden dapat menyapa masyarakat, sekaligus mengingatkan penggunaan masker. Karena kalau diperhatikan, dalam video tampak saat menyapa pun Presiden mengingatkan warga untuk menggunakan masker dengan menunjukkan masker yang digunakannya," kata Bey kepada wartawan, Selasa (23/2/2021).

 

Soal suvenir yang dibagikan Jokowi, menurut Bey, itu juga terjadi secara spontanitas sebagai bentuk penghargaan presiden terhadap antusiasme masyarakat. Ia pun kembali menegaskan bahwa Presiden tetap mengingatkan warga untuk menaati protokol kesehatan. "Suvenirnya itu buku, kaos, dan masker. Tapi poinnya, presiden tetap mengingatkan warga tetap taati protokol kesehatan," jelasnya. []


 

SANCAnews – Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu menyoroti kunjungan Presiden Jokowi ke NTT yang diduga melanggar protokol kesehatan.

 

Said Didu menilai, Jokowi telah melanggar peraturan yang dibuatnya. Disaat dirinya melarang rakyat melakukan sesuatu dengan alasan demi hukum. Namun secara terbuka Jokowi bangga melakukan hal yang dilarang tersebut.

 

Said Didu menyatakan, Jokowi sedang mengalami persoalan diri yang serius, "Pemimpin yg melarang rakyatnya utk melakukan sesuatu dengan alasan demi penegakan hukum, tapi secara terbuka bangga melakukan hal yg dilarang tersebut," kata Said Didu dalam akun Twitternya.

 

"sepertinya sedang menghadapi persoalan diri yg serius," lanjutnya.

 

Sebelumnya, dalam kunjungan ke Nusa Tenggara Timur (NTT) Presiden Jokowi disebut langgar prokes di tengah pandemi covid-19.

 

Sebuah video yang menunjukan kerumunan di masa pandemi covid-19 viral di media sosial.

 

Video itu merupakan video kerumunan yang terjadi saat kunjungan Presiden Joko Widodo atau Jokowi ke Maumere Sikka, NTT, Selasa (23/2/2021).

 

Dalam video tersebut, warga Maumere berkerumun di pinggir jalan sambil menunggu kedatangan Kepala Negara di NTT tanpa peduli jaga jarak dan tak pakai masker. []


 

SANCAnews – Kerumunan masyarakat terjadi saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) berkunjung ke Nusa Tenggara Timur (NTT), Selasa (23/2). Peristiwa itu tepatnya di Maumere.

 

Saking antusiasnya masyarakat menimbulkan kerumunan dan menjadi sorotan di media sosial.

 

Beberapa kalangan mengkritisi pelanggaran protokol kesehatan Covid-19 yang terjadi yakni kerumunan masa saat menyambut orang nomor satu di Indonesia itu.

 

Apalagi banyak masyarakat yang tidak disiplin menerapkan protokol kesehatan, misalnya tak memakai masker dan menjaga jarak, serta menghindari kerumunan.

 

Filsuf Rocky Gerung mengaku sempat tidak percaya kejadian itu.

 

"Itu bukannya hoaks? Saya kira itu hoaks. Saya pikir itu video lama kemudian diakali pakai masker, kemudian ada yang kena lemparan bansos. Polanyakan begitu jadi saya belum tahu itu hoaks atau bukan. Tergantung Istana," ujarnya di kanal YouTube Hersubeno Arief Point, Rabu (24/2).

 

Menurutnya peristiwa itu dramatis tetapi menjadi tragis. Alasannya, karena terjadi di masa pandemi Covid-19.

 

Ditambah lagi pemerintah tengah menerapkan PPKM Mikro untuk membatasi penularan Covid-19 yang angkanya sudah tembus sejuta kasus.

 

"Jadi sebetulnya itu dramatis sekali peristiwa itu tetapi akibatnya tragis karena ini di masa pandemi. Kalau enggak ada pandemi sih itu dramatis bisa menaikkan elektabilitas sang tokoh. Namun, jadi tragis karena ada pembandingnya," ujarnya.

 

Rocky menimpali, ketika melihat video tersebut dirinya mengira yang mengeluarkan kepala dari dalam mobil itu Habib Rizieq Shihab.

 

"Saya tadinya berpikir yang keluarin kepala di mobil itu Habib Rizieq seperti di bandara. Kan Habib Rizieq dulu begitu," katanya.

 

Peristiwa yang menggegerkan ini semestinya bukan hanya dijawab dengan keterangan istana saja. Karena publik pasti akan membandingkan dengan Habib Rizieq yang dipenjara gara-gara kasus kerumunan.

 

"Jadi kalau kita bikin perbandingan mestinya ada keterangan lain dari Istana. Perlu diterangkan kecurigaan publik atas peristiwa itu atau kejengkelan publik atas peristiwa itu. Jadi istana tidak cukup menerangkan bahwa peristiwa itu yang terjadi karena kesiagaan yang kurang dan antusiasme masyarakat yang berlebihan," bebernya.

 

Karena kalau melihat video itu artinya presiden memancing kerumunan dengan melemparkan benda-benda dari dalam mobil yang disebut hadiah.

 

"Itu kan artinya minta rakyat berkumpul, nih ada hadiah," sambungnya.

 

Kalau presiden merasa ini waktu masih pandemi mestinya diam saja di dalam mobil, lanjutnya, cukup melambaikan tangan, sehingga ada kesempatan Paspampres meluruskan arah mobil agar kerumunan tidak mendekat. Namun, justru presiden memancing dengan melempar hadiah.

 

"Mana ada orang dilempari hadiah malah menjauh, ya pasti mendekatlah," ucapnya.

 

Makanya tidak heran peristiwa ini dipersoalkan netizen, karena prinsip hukum itu equality before the law, ada persamaan di hadapan hukum. Asas di mana setiap orang tunduk pada hukum peradilan yang sama.

 

"Yang terjadi adalah stupidity before the law, karena orang bandingkan langsung dengan Habib Rizieq yang juga dituduh melakukan kerumunan tapi dihukum," jelasnya.

 

Presiden menurut Rocky sebaiknya langsung melakukan klarifikasi tanpa perlu menunggu istana minta maaf.

 

"Oke, saya telah melakukan kesalahan karenanya saya akan membayar denda Rp50 juta, karena itu sebenarnya lebih beradab supaya kontroversi berhenti," pungkasnya. []


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.