Latest Post



SANCAnews – Nama Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini atau Risma mengekor Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam rilis survei terkait Pilgub DKI Jakarta. PKB menilai posisi Anies di Pilgub DKI sangat terancam.

 

"(Anies) sangat terancam," kata Ketua DPP PKB Faisol Riza kepada wartawan, Kamis (18/2/2021).

 

Faisol meyakini Risma berpotensi besar menjadi pemimpin DKI Jakarta selanjutnya. Ia mengatakan justru posisi wakil gubernurlah yang saat ini sedang diperebutkan.

 

"Bu Risma akan jadi kandidat terkuat Pilgub DKI," ujar Ketua Komisi VI DPR RI itu.

 

"Hampir pasti Gubernur DKI mendatang Risma. Sekarang yang diperebutkan adalah wagub," imbuhnya.

 

Menurut Faisol, masa jabatan Anies sebagai pejabat publik akan berakhir pada 2022, sedangkan Risma akan terus tampil sebagai menteri hingga 2023.

 

Karena itu, kondisi tersebut dinilai akan berpengaruh terhadap elektabilitas Anies ataupun Risma menjelang perhelatan Pilgub DKI.

 

"Pak Anies selesai 2022, panggung politiknya berkurang. Sementara Bu Risma masih menteri sampai 2023. Setahun akan berubah banyak," ujarnya.

 

Diketahui, nama Tri Rismaharini atau Risma kian hari kian membuntuti Anies Baswedan dalam hasil survei sejumlah lembaga survei. Hasil survei terbaru lembaga survei Median menunjukkan nama Tri Rismaharini berada tepat di bawah nama Anies Baswedan terkait Pilgub DKI Jakarta.

 

Populasi survei Median ini adalah warga DKI Jakarta yang memiliki hak pilih dengan target sampel 400 responden, yang dipilih dengan teknik multistage random sampling. Waktu survei dilakukan pada 31 Januari-3 Februari 2021.

 

Survei dilakukan dengan wawancara tatap muka dan menjalankan protokol kesehatan. Margin of error survei ini +/- 4,9%, dengan tingkat kepercayaan 95%.

 

Hasilnya:

1. Anies Baswedan: 40,5%

2. Tri Rismaharini; 16,5%

3. Basuki Tjahja Purnama (Ahok): 8,5%

4. Sandiaga Uno: 3,0%




SANCAnews – Mabes Polri melalui Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono menegaskan, pihaknya tidak akan mentolelir perbuatan pidana terutama penyalahgunaan narkoba yang dilakukan oleh anggota. Bahkan, saat itu, mantan Kapolri Jenderal Idham Azis secara tegas mengatakan bagi setiap anggota yang terlibat narkoba diancam dengan hukuman mati.

 

Argo menekankan, pihaknya akan melihat fakta-fakta hukum dalam kasus Kapolsek Astana nyar Kompol Yuni Purwanti Kusuma Dewi yang nyabu bareng 11 anggota polisi lainya.

 

"Kita harus melihat fakta hukum dilapangan dari kasus tersebut. Apakah hanya pemakai, apakah ikut-ikutan, apakah pengedar. Semua perlu pendalaman oleh penyidik," kata Argo kepada wartawan di Jakarta, Kamis (18/2).

 

Argo tak mau mendahului penyidik internal dalam hal ini Propam soal apakah Yuni terindikasi menyalahgunakan kewenangan sebagai anggota Polisi--misalnya mengambil barang bukti.

 

"Masih proses, tunggu saja," tandas Argo sekaligus menekankan pencegahan internal terus masif dilakukan dan tindakan tegas bagi anggota yang diduga melakukan tindak pidana.

 

Kabar Kompol Yuni Purwanti terjerat kasus narkoba, memang sangat mengejutkan banyak pihak. Sebab, selama ini, Polwan yang biasa dipanggil anak buahnya Bunda itu sarat prestasi dalam hal pemberantas peredaran gelap, dan penyalahgunaan narkoba. (*)




SANCAnews – Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) menjadi ganjalan terbesar bagi kebebasan berpendapat warga Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Pasal karet yang termuat dalam Undang-undang itu menjadi 'hantu' bagi warga untuk menyampaikan pendapat, yang seyogianya dijamin hukum nasional maupun internasional.

 

Kehadiran pendengung atau buzzer pun disebut sejumlah pihak menjadi tantangan selain UU ITE bagi warga berpendapat di ruang maya. Esensi demokrasi menjadi terganggu.

 

Southeast Asian Freedom of Expression Network (SAFEnet), lembaga nirlaba yang berfokus pada kebebasan berekspresi mencatat sejak UU ITE diundangkan pada 2008 sampai 31 Oktober 2018, terdapat sekitar 381 korban UU ITE. Sekitar 90 persen dijerat dengan tuduhan pencemaran nama baik dan sisanya dengan tuduhan ujaran kebencian.

 

Sementara untuk tahun 2020, ada 84 kasus pemidanaan warganet di mana 64 di antaranya terkena jerat UU ITE. Kepala Divisi Kebebasan Berekspresi SAFEnet, Ika Ningtyas, menuturkan dalam praktiknya banyak pelapor yang berasal dari kalangan pejabat, aparat dan pemodal.

 

"Trennya seperti itu, tapi di 2020 ini ada kecenderungan dari aparat sendiri yang juga tinggi," kata Ika saat dihubungi CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Rabu (17/2).

 

Dalam database SAFEnet, kasus tertinggi terjadi pada tahun 2016 bersamaan dengan UU ITE direvisi. Totalnya ada 83 kasus. Sedangkan untuk tahun 2017 ada 53 kasus, 2018 dengan 25 kasus dan 2019 dengan 24 kasus.

 

Ika berujar terdapat pola pemidanaan dari laporan dengan mencantumkan aturan di UU ITE, yakni balas dendam, membungkam kritik, shock therapy, dan persekusi kelompok. Ia menilai aturan ini sebagai upaya untuk memberangus kebebasan berpendapat dan membungkam kritik.

 

"Oh iya jelas [memberangus kebebasan berpendapat dan membungkam kritik] karena terutama pemakaian Pasal 27 ayat 3 dan Pasal 28 ayat 2 digunakan untuk mereka yang mengkritik dan menyalurkan aspirasi secara sah. Kasus terbaru Mas Marco [eks Ketua Bidang Pengelolaan Pesisir TGUPP DKI Jakarta]," tuturnya.

 

Sepanjang perjalanannya, lanjut Ika, laporan terhadap defamasi atau pencemaran nama baik menempati posisi teratas dalam implementasi UU ITE. Kemudian disusul ujaran kebencian, melanggar kesusilaan, dan berita bohong, "Kecenderungannya masih defamasi dan ujaran kebencian Pasal 28 ayat 2," imbuhnya.

 

Lebih lanjut, Ika mengatakan kehadiran buzzer dengan UU ITE saling berkaitan baik secara langsung maupun tidak perihal kebebasan berpendapat. Kata dia, "tantangan dalam berekspresi di internet semakin banyak. Selain UU ITE, ada buzzer. Buzzer bisa bekerja secara lebih serius untuk melakukan serangan digital bahkan melaporkan dengan UU ITE."

 

Berdasarkan kondisi saat ini, ia menganggap buzzer senantiasa memberikan 'serangan balik' terhadap kritik yang disampaikan warga maupun kelompok warga terhadap kebijakan pemerintah.

 

"Di sisi lain dia akan menjadi counter terhadap isu-isu yang dikritik oleh kelompok masyarakat sipil. Misal saat itu muncul tagar #sawitbaik," pungkasnya.

 

Merujuk data Indonesia Corruption Watch (ICW), pemerintah menggelontorkan anggaran Rp90,45 miliar untuk jasa influencer baik individu atau kelompok dengan tujuan mempengaruhi opini publik terkait kebijakan.

 

Salah satu yang sempat menjadi berpolemik yakni kabar bahwa pemerintah menggandeng influencer dan artis untuk mempromosikan Undang-undang Cipta Kerja. Namun, hal itu sudah dibantah pemerintah.

 

Sementara untuk UU ITE, Presiden Joko Widodo sudah meminta kepada Kapolri untuk meningkatkan pengawasan agar implementasi terhadap penegakan Undang-undang tersebut dapat berjalan secara konsisten, akuntabel dan berkeadilan.

 

Jika aturan tersebut belum memberikan rasa keadilan, Jokowi menyatakan akan meminta DPR untuk merevisi UU ITE, terutama untuk pasal-pasal yang bisa diinterpretasikan sepihak.

 

Niat baik Jokowi menimbulkan pertanyaan baru. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia (AII), Usman Hamid, meminta Jokowi membebaskan seluruh korban kriminalisasi UU ITE sebagai langkah awal komitmen memberikan rasa keadilan.

 

Berdasarkan catatan AII, sepanjang tahun 2020 terdapat 119 kasus dugaan pelanggaran hak atas kebebasan berekspresi dengan menggunakan UU ITE, dengan total 141 tersangka termasuk di antaranya 18 aktivis dan jurnalis.

 

Sementara koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari YLBHI, KontraS, ICJR, SAFEnet dan lainnya memberikan sejumlah catatan bagi Jokowi terkait keseriusan merevisi UU ITE.

 

Koalisi meminta seluruh pasal yang multitafsir untuk dihapus. Beberapa di antaranya seperti Pasal 27 ayat 1 yang memuat unsur 'melanggar kesusilaan', Pasal 27 ayat 3 yang kerap membungkam kebebasan berekspresi dan Pasal 28 ayat 2 terkait ujaran kebencian.

 

"Laporan yang dihimpun koalisi masyarakat sipil menunjukkan sejak 2016 sampai dengan Februari 2020, untuk kasus-kasus dengan Pasal 27, 28, dan 29 UU ITE menunjukkan penghukuman mencapai 96,8 persen (744 perkara) dengan tingkat pemenjaraan yang sangat tinggi mencapai 88 persen (676 perkara)," ujar koalisi dalam rilisnya.

 

Sementara catatan kedua adalah konsep fair trial perihal ketentuan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan dalam revisi UU ITE nantinya harus kembali diberlakukan.

 

"Dalam UU ITE yang sekarang berlaku, upaya paksa justru menjadi diskresi aparat penegak hukum dan menghilangkan izin dari Ketua Pengadilan," lanjutnya.

 

Catatan berikutnya yakni kewenangan mengenai pengaturan blocking dan filtering konten harus diatur secara tegas mekanismenya sesuai dengan due process of law.

 

"Terlalu besarnya kewenangan pemerintah eksekutif melakukan blocking dan filtering konten internet perlu ditinjau ulang dengan memasukkan mekanisme kontrol sebelum dan setelah melaksanakan pemutusan," ucap koalisi. (*)



SANCAnews – Politikus PDIP Henry Yosodiningrat mengaku tak gentar meski Politisi Partai Demokrat Andi Arief berencana melaporkannya ke polisi atas tuduhan pengancaman penganiayaan terhadap Andi dan keluarganya

 

"Saya tidak pernah takut menghadapi laporan dari siapapun, termasuk dan tidak terkecuali laporan Andi Arief itu," kata Henry kepada Suara.com, Kamis (18/2/2021).

 

Henry justru mengaku siap mempertanggungjawabkan di depan hukum dan Tuhan jika seandainya dugaan pengancaman terbukti dilakukan dirinya itu benar. Ia mempersilakan penyidik untuk membuktikan.

 

"Kalau seandainya benar, saya pernah melakukan sesuatu baik itu ucapan maupun perbuatan, dan ucapan atau perbuatan itu memenuhi rumusan unsur pasal tindak pidana yang disangkakan kepada saya, maka sebagai manusia yang bertanggung jawab saya akan mempertanggung jawabkan ucapan atau perbuatan saya itu baik di hadapan hukum maupun di hadapan Allah," tuturnya.

 

Rencananya,  Andi Arief bakal melaporkan Henry Yoso ke Bareskrim Polri pada Kamis (18/2/2021) hari ini.

 

Hal itu disampaikan oleh kuasa hukum Andi Arief, Taufiqurrahman saat dikonfirmasi Suara.com, Rabu (17/2) kemarin. Dia berujar, hari ini rencananya akan melaporkan kasus tersebut ke Bareskrim Polri.

 

"Jadi (melaporkan Henry Yosodiningrat), mungkin besok (Kamis)," kata Taufiqurrahman.

 

Konsultasi Laporan 

Sebelumnya, Andi Arief mengklaim telah berkonsultasi dengan penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum (Dit Tipidum) Bareskrim Polri terkait rencananya untuk melaporkan kasus tersebut.

 

"Hari ini berkonsultasi untuk melaporkan tindak pidana lain terhadap Henry Yosodiningrat. Seperti kita tahu, mengancam memukul saya di depan anak istri saya," kata Andi Arief di Bareskrim Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (16/2/2021).

 

Menurut Andi Arief, dirinya sengaja melaporkan Henry Yosodiningrat berkaitan dengan tindak pidana umum. Dia menyatakan tak ingin melaporkan seseorang berkaitan dengan perkara pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sebagaimana yang dilakukan oleh Henry Yosodiningrat terhadap dirinya atas tudingan melakukan pencemaran nama baik.

 

Seperti diketahui, pada tahun 2019 lalu Henry Yosodiningrat melaporkan Andi Arief ke Direktorat Tindak Pidana Siber ( Dit Tipidsiber) Bareskrim Polri atas tudingan telah mencemarkan nama baiknya.

 

Dugaan pencemaran nama baik itu berkaitan dengan kicauan Andi Arief yang menyebut Henry Yosodiningrat sebagai preman.

 

"Saya sih nggak mau menggunakan UU ITE pada Pak Henry Yosodiningrat. Tapi saya lagi konsultasi tindak pidana umum biasa. Jadi mungkin ini karena kalau UU ITE kan lagi kontroversi ini. Saya termasuk orang yang menolak penggunaan UU ITE," katanya.

 

Lebih lanjut, Andi Arief mengklaim bahwa dirinya sebetulnya telah melakukan dugaan tindak ancaman yang dilakukan oleh Henry Yosodiningrat sejak lama. Namun, kata dia, hingga kekinian tak ada itikad baik dari Henry Yosodiningrat untuk menyelesaikan permasalahan tersebut yang menyangkut dengan keselamatan anak dan istirnya.

 

"Henry Yosodiningrat ini masih saudara saya. Jadi saya tau perilakunya, anak, keluarga saya juga tau. Ancaman itu tidak main-main ancaman itu cukup serius, saya juga akan menghadapi dengan serius," pungkasnya. [sc]




SANCAnews – Pelaksana tugas (Plt) Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama, Oman Fathurahman, menepis ada jemaah haji Indonesia yang ditolak karena belum membayar biaya akomodasi ke Arab Saudi. Oman menegaskan Indonesia tidak mempunyai utang akomodasi jemaah.

 

“Informasi Indonesia belum bayar akomodasi jemaah jelas keliru dan menyesatkan. Jemaah haji Indonesia juga tidak pernah ditolak Arab Saudi,” kata Oman dalam keterangan tertulis, Jakarta, Kamis, 18 Februari 2021.

 

Oman mengatakan Indonesia dikenal sebagai negara dengan manajemen penyelenggaraan haji terbaik di dunia. Hal itu tidak terlepas dari manajemen pengelolaan haji dalam segala aspek, termasuk proses pengadaan layanan di Arab Saudi, baik transportasi, katering, maupun akomodasi.

 

"Indonesia itu terbaik dalam manajemen penyelenggaraan ibadah haji. Itu diakui banyak negara, dan tidak sedikit dari mereka yang melakukan studi banding,” ujar Oman.

 

Oman menyampaikan pengelolaan dana haji kini dialihkan kepada Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Ini sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji.

 

“Per Februari dana haji sebesar Rp103 triliun, semuanya sudah menjadi wewenang BPKH,” tegasnya.

 

Setelah adanya BPKH, terang Oman, Kementerian Agama sudah tidak mempunyai tugas pokok dan fungsi untuk mengelola dana haji. Apalagi, mengembangkan dana haji. []


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.