Latest Post



SANCAnews  Kapolsek Astanaanyar Bandung dan 11 anggotanya diamankan Propam Mabes Polri dan Polda Jabar terkait narkoba.

 

Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengatakan kasus ini merupakan pukulan telak bagi institusi kepolisian, terkhusus Kapolri Jenderal Listyo Sigit.

 

"Kasus polisi terlibat narkoba selalu berulang. Namun ini yang pertama kali ada serombongan polisi ditangkap karena terlibat narkoba," ujar Neta saat dihubungi detikcom, Rabu (17/2/2021).

 

"Bagaimana pun kasus yang sangat memalukan ini merupakan pukulan telak bagi Polri, khususnya Kapolri baru. IPW berharap kasus ini diusut tuntas agar diketahui apakah ke-12 polisi itu merupakan bagian dari sindikat narkoba di Jawa barat atau hanya sekadar pemakai," kata Neta menegaskan.

 

Menurut Neta, hal yang patut dicurigai adalah jumlah polisi yang diamankan karena diduga terlibat dalam penggunaan narkoba. "Tapi mengingat jumlah mereka begitu besar patut diduga mereka adalah sebuah sindikat. IPW berharap dalam proses di pengadilan ke-12 polisi itu dijatuhi vonis hukuman mati karena sudah mempermalukan institusi Polri," katanya.

 

Menurutnya, profesi polisi sangat rawan terjerembab dalam lembah penyalahgunaan narkotika. Dalam catatannya, jumlah polisi yang terlibat narkoba di Indonesia terus bertambah setiap tahunnya.

 

"Hal ini dikarenakan uang yang didapat dari peredaran narkoba adalah dana segar yang gurih dan para bandar tak segan-segan memberikan dana segar itu untuk oknum polisi asal bisnisnya lancar," kata Neta.

 

Sebelumnya, diamankannya kapolsek berpangkat kompol itu bermula dari aduan masyarakat. Kapolsek perempuan itu diamankan di sebuah tempat di Bandung, Selasa (16/2).

 

"Yang jelas memang ada pengamanan anggota Polsek Astanaanyar terkait yang diduga melakukan penyalahgunaan narkoba. Tetapi kronologinya adalah adanya satu dumas (aduan masyarakat) yang disampaikan kepada Propam Mabes Polri. Kemudian Propam Mabes Polri menyampaikan ke Propam Polda Jabar, seketika itu juga Propam Polda Jabar bergerak menuju Polsek Astanaanyar untuk mencari beberapa orang yang sudah dicurigai," ujar Kabid Humas Polda Jabar Kombes Erdi A Chaniago di Mapolda Jabar, Jalan Soekarno Hatta, Kota Bandung, Rabu (17/2/2021).

 

Dari pengaduan itu, kata Erdi, petugas Propam bergerak dan mengamankan sejumlah orang. Total ada 12 polisi yang diamankan Propam, termasuk kapolsek.

 

"Total ada 12 (orang). Iya, termasuk kapolseknya. Jadi semuanya anggota Polsek Astana Anyar," kata dia.

 

Saat diamankan, menurut Erdi, pihak Propam tak menemukan ada barang bukti di tangan kapolsek tersebut. "Barang bukti tidak ada," katanya.

 

12 orang ini masih dilakukan pemeriksaan. Namun, menurut Erdi, belasan orang tersebut sudah dilakukan tes urine.

 

"Nah sekarang masih dilakukan tes urine dan masih dilakukan pemeriksaan, nanti perkembangan akan kita sampaikan. Kebetulan ada beberapa orang yang positif setelah dicek urine, ini yang akan didalami," tutur Erdi. []




SANCAnews – Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo menilai, eks Menteri KKP Edhy Prabowo dan mantan Mensos Juliari P Batubara memenuhi unsur untuk dijerat dengan Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

 

Agus memandang praktik korupsi yang dilakukan Edhy dan Juliari di tengah pandemi Covid-19 itu layak diganjar dengan hukuman mati.

 

"Undang-undangnya memungkinkan. Apabila syaratnya terpenuhi bisa diterapkan hukuman mati," kata Agus saat dikonfirmasi, Rabu (17/2).

 

Ia menganggap hukuman mati terhadap kedua bekas menteri Kabinet Indonesia Maju itu bisa menjadi efek jera yang paling efektif.

 

Harapannya, perilaku koruptif pejabat negara dapat dicegah di kemudian hari, "Pertimbangan penting lainnya efek pencegahan, karena hukuman mati akan membuat orang takut atau jera melakukan korupsi," ucap Agus.

 

Selain itu, ia juga meminta KPK untuk mengenakan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) kepada Edhy dan Juliari.

 

Kasus keduanya mulai terkuak adanya pihak-pihak lain yang ikut kebagian uang hasil korupsi, serta ada upaya menyembunyikan uang korupsi dalam bentuk lain.

 

"Hukuman maksimal lain pantas digunakan, yaitu hukuman seumur hidup dan diberlakukan TPPU kepada yang bersangkutan," tegas Agus. []



 

SANCAnews – Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Din Syamsuddin, meminta Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri tentang aturan seragam sekolah untuk dicabut.

 

Din menilai keputusan itu justru tidak relevan dengan kehidupan masyarakat sehari-hari. Din mengungkapkan kalau SKB 3 Menteri tidak memiliki urgensi terutama bagi para murid. Karena itu menurutnya lebih baik keputusan itu ditarik atau direvisi sesuai dengan masukan dari sejumlah ahli.

 

"SKB 3 Menteri ini tidak relevan, tidak urgen, dan tidak siginifkan, maka ia adalah kebijakan yang tidak bijak dan kebijakan yang tidak sensitif terhadap realitas. Oleh karena itu maka karena itu, baiknya bisa untuk dihilangkan, dicabut, ditarik, atau saran moderat yang banyak disampaikan tadi adalah di revisi agar tidak menyimpang dari nilai dasar dan nilai budaya Indonesia," kata Din dalam diskusi daring bertajuk 'SKB Tiga Menteri Untuk Apa?' pada Rabu (17/2/2021).

 

Ada sejumlah alasan mengapa Din menyebut SKB 3 Menteri itu tidak relevan, tidak urgen dan tidak sensitif terhadap realitas.

 

Pertama ialah karena keputusan itu justru dianggapnya menghambat pengamalan sila pertama Pancasila dan UUD 1945 tentang kebebasan beragama dan beribadah.

 

Kemudian ia menyebut jika ditinjau dari aspek sosiologi kultural masyarakat Indonesia, banyak sekali yang memiliki kearifan lokal berbeda-beda. Itu pun kerap beririsan dengan nilai agama seperti misalnya di Sumatera Barat.

 

"Maka praktek sosial kebudayaan yang dicerahi dengan nilai agama itu jangan sampai dihilangkan," ujarnya.

 

Lebih lanjut, Din juga menganggap SKB 3 Menteri tersebut tidak bersifat urgen lantaran dikeluarkan di tengah kondisi pandemi Covid-19.

 

Ia justru meminta kepada pemerintah untuk tidak mengeluarkan kebijakan yang memperparah situasi sosial kebangsaan.

 

Sebelumnya, pemerintah Indonesia resmi mengeluarkan surat keputusan tentang larangan sekolah negeri menggunakan seragam dengan atribut agama tertentu.

 

Larangan tersebut merupakan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri yang ditandatangi oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.

 

Menurut Nadiem, SKB 3 Menteri ini menegaskan bahwa keputusan untuk berseragam dengan atau tanpa kekhususan agama adalah sepenuhnya hak individu setiap guru, murid, dan orang tua.

 

"Pemerintah daerah ataupun sekolah tidak boleh mewajibkan ataupun melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama," kata Nadiem dalam jumpa pers virtual, Rabu (3/2/2021). []




SANCAnews – Kementerian dalam negeri (Kemendagri) menegur Wali Kota Pariaman Genius Umar karena menolak menerapkan surat keputusan bersama (SKB) 3 menteri terkait seragam sekolah. Genius menganggap teguran itu merupakan bentuk sapa dari Kemendagri.

 

"Kalau dalam bahasa Piaman (Pariaman), ditegur itu sama dengan disapa. Saya sering disapa (Kemendagri) kok" kata Genius Umar kepada detikcom, Rabu (17/2/2021).

 

Genius mengatakan apa yang disampaikannya itu sebagai koreksi untuk pemerintah, khususnya Mendikbud Nadiem Makarim. Meski begitu, Genius menyebut pihaknya tetap menghormati kebijakan pemerintah pusat.

 

Begitu juga sebaliknya, dia meminta pemerintah pusat memperhatikan kearifan lokal di daerah.

 

"Apa yang saya sampaikan itu hanya semacam koreksi kepada pemerintah, khususnya Mendikbud Nadiem Makarim. Jangan dianggap sama, digeneralisir. Kita hormati pemerintah pusat, hanya saja (pusat) harus menghargai kearifan lokal juga," ujarnya.

 

"Hakikinya otonomi daerah itu salah satunya adalah kearifan lokal itu. Yang dikhususkan itu memang Aceh. Tapi dalam soal ini, bukan hanya soal Aceh saja. Di Sumbar ini ada konsep Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah yang juga harus dihargai. Intinya bagi saya, harus mengakui kearifan lokal," tambah Genius.

 

Sebelumnya, Kemendagri mengaku sudah menegur Wali Kota Pariaman Genius Umar karena menolak SKB 3 menteri terkait seragam sekolah. Teguran itu dilakukan secara lisan.

 

"Kami menegur yang bersangkutan," kata Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik kepada wartawan di Gedung A Kemendagri, Jalan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (17/2/2021).

 

Kemendagri mengatakan tidak menutup kemungkinan akan menerapkan sanksi terhadap Genius agar paham akan tugas yang diemban.

 

"Sanksi kami memungkinkan, yang jelas melalui komunikasi saya yakin Pak Wali (Kota Pariaman) akan mampu memahami tanggung jawabnya," ujar Akmal.

 

"Saya ingatkan tugasnya kepala daerah itu adalah mentaati seluruh peraturan perundang-undangan. SKB adalah peraturan perundang-undangan," tegasnya.()




SANCAnews – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) secara resmi akan mendengar keterangan dari pihak Bareskrim Polri soal kematian Soni Eranata alias Ustaz Maheer At-Thuwailibi.

 

"Komnas HAM akan menerima keterangan dan penjelasan secara langsung dari pihak Kepolisian terkait kasus meninggalnya almarhum Ustaz Maheer At-Thuwailibi yang dijadwalkan pada Kamis, 18 Februari 2021 pukul 14.00," kata Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Choirul Anam dalam keteranganya, Rabu (17/2).

 

Anam mengatakan, hal ini merupakan tindak lanjut dari surat yang telah dilayangkan Komnas HAM RI beberapa waktu yang lalu kepada Bareskrim Polri untuk mendapat keterangan dan penjelasan perihal kasus meninggalnya almarhum Ustaz Maheer At-Thuwailibi.

 

Sebelumnya, Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono memberikan penjelasan seputar meninggalnya Ustaz Maaher At-Thuwailibi alias Soni Eranata di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri.

 

Argo mengungkapkan, perkara Ustad Maaher masuk tahap 2 dan sudah diserahkan ke kejaksaan. Sebelum tahap 2 (barang bukti dan tersangka diaerahkan ke jaksa), Maaher mengeluh sakit.

 

Kemudian petugas rutan termasuk tim dokter membawanya ke RS Polri Kramat Jati. "Setelah diobati dan dinyatakan sembuh yang bersangkutan dibawa lagi ke Rutan Bareskrim," kata Argo saat dikonformasi, Senin (8/2).

 

Menurut Argo, setelah tahap 2 selesai barang bukti dan tersangka diserahkan ke jaksa Maaher kembali mengeluh sakit.

 

Lagi-lagi petugas rutan dan tim dokter menyarankan agar dibawa ke RS Polri tapi yang bersangkutan tidak mau sampai akhirnya meninggal dunia, "Soal sakitnya apa tim dokter yang lebih tau," ungkap Argo.

 

"Jadi perkara Ustas Maaher ini sudah masuk tahap 2 dan  menjadi tahanan jaksa," tambah Argo.

 

Maaher ditetapkan sebagai tersangka karena diduga telah melakukan penghinaan terhadap Habib Luthfi. Dia dijerat Pasal 45 ayat (2) Juncto Pasal 28 ayat (2) UU 19/2016 tentang Perubahan atas UU 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Dengan ancaman hukuman maksimal enam tahun penjara. (rmol)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.