Latest Post



SANCAnews – Kapolri Listyo Sigit Prabowo memerintahkan jajaran di bawahnya segera menyelesaikan kasus bentrok antara polisi dengan Laskar FPI di jalan tol Jakarta-Cikampek KM 50 yang terjadi pada Desember 2020.

 

Arahan itu disampaikan Listyo dalam Rapat Pimpinan (Rapim) Polri 2021 yang digelar pada Selasa (16/2).

 

"Terkait kasus yang menjadi perhatian publik seperti KM 50 segera diselesaikan," kata Listyo dalam arahannya.

 

Dia mengatakan perkara tersebut harus diselesaikan sesuai dengan rekomendasi dan temuan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

 

Selain itu, Listyo juga mengungkit penanganan perkara dugaan pelanggaran protokol kesehatan yang menjerat mantan pentolan Front Pembela Islam (FPI), Rizieq Shihab dan beberapa rekannya. Dia menekankan agar kasus-kasus yang menarik perhatian publik itu harus sigap dirampungkan.

 

"Karena sudah ada rekomendasi dari Komnas HAM, jadi tentunya kita harus selesaikan sesuai rekomendasi tersebut," ujarnya.

 

Bareskrim baru menerima sejumlah barang bukti dari Komnas HAM terkait investigasi insiden KM 50 tersebut hari ini. Barang bukti itu, nantinya akan dipelajari oleh penyidik untuk mendukung penyelidikan yang dilakukan.

 

"Nanti kita akan pilah, tujuannya untuk mendukung penyidikan yang sedang kita lakukan membuat terang," kata Direktur Tindak Pidana Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Andi Rian Djajadi kepada wartawan, Selasa (17/2).

 

Andi menuturkan ada tiga jenis barang bukti yang diterima pihaknya. Nantinya barang bukti yang sudah dipilah itu akan digabungkan dengan alat bukti yang sudah dimiliki penyidik sebelumnya.

 

Sebagai informasi, hasil investigasi Komnas HAM yang dirilis pada 7 Desember 2020 lalu itu menyimpulkan petugas polisi melanggar HAM karena membunuh 4 dari 6 orang anggota laskar tanpa upaya mencegah kematian dalam bentrokan.

 

Komnas HAM juga merekomendasikan agar kasus tersebut dilanjutkan ke penegakan hukum dengan mekanisme pengadilan pidana.

 

Terkait kasus ini, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) telah menginstruksikan jajarannya untuk menindaklanjuti hasil investigasi Komnas HAM tersebut. []




SANCAnews – Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggelar sidang lanjutan perkara ujaran kebencian dengan terdakwa Sugi Nur Raharja alias Gus Nur, Selasa (16/2).

 

Sidang dengan agenda pemeriksaan saksi dibuka oleh hakim ketua Toto Ridarto sekitar pukul 11.00 WIB.

 

Berdasarkan pantauan JPNN.com, dalam ruang sidang hanya dihadiri satu orang dari kubu JPU.

 

Sedangkan, kubu Gus Nur hanya dihadiri satu kuasa hukum Gus Nur yakni Ricky Fatmazaya. Sementara, Gus Nur hadir secara virtual.

 

Namun, dua saksi dari pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sedianya akan memberikan keterangan, juga tidak hadir.

 

Dua saksi itu ialah Yaqut Cholil Qoumas alias Gus Yaqut dalam kapasitasnya sebagai Ketum GP Anshor dan Ketua Umum Pengurus Besar Nadhatul Ulama (PBNU) KH. Said Aqil Siradj.

 

Keduanya juga tidak hadir pada persidangan pekan lalu. Akhirnya sidang terpaksa ditunda, "Saksi belum bisa hadir, Yang Mulia," ungkap JPU di ruang sidang utama.

 

Sidang juga diwarnai aksi walkout dari kuasa hukum Gus Nur, Ricky Fatamazaya, Ricky pun menyampaikan alasan pihaknya memilih walkout dari ruang sidang, jarena ini sesuai kesepakatan bersama tim kuasa hukum lainnya.

 

Pasalnya, hakim tak kunjung mengabulkan permintaan mereka untuk menghadirkan Gus Nur secara langsung di ruang sidang. Sidang hari ini pun, Gus Nur hanya dihadirkan secara virtual dari rutan Bareskrim.

 

"Sesuai kesepakatan tim kemarin karena kami konfirmasi juga tetap seperti ini (terdakwa tidak hadir), dengan dasar Perma (Peraturan MA) dan dari dasar aturan yang ada, kami walkout saja," ujar Ricky.

 

Sebelumnya, anggota tim kuasa hukum Gus Nur, Novel Bamukmin, sudah menyampaikan ancaman akan walkout jika kliennya tidak dihadirkan secara langsung di ruang sidang. Ancaman tersebut dijuwudkan hari ini.

 

Sidang akan kembali digelar pada Selasa (23/2) pekan depan. Hakim Toto pun meminta agar JPU dapat menghadirkan saksi pada persidangan berikutnya.

 

Adapun perkara yang menyeret Gus Nur tercatat dalam nomor perkara 1/Pid.Sus/2021/PN.JKT.SEL. Penuntut umum dalam perkara ini adalah Jaksa Leonard S Simalango.

 

Gus Nur sebelumnya ditangkap oleh penyidik Bareskrim Polri di kediamannya yang berlokasi di Kecamatan Pakis, Malang, Jawa Timur, pada Sabtu (24/10) dini hari.

 

Setelah ditangkap, Gus Nur langsung digelandang ke Bareskrim Polri.  Penangkapan terhadap Gus Nur dilakukan atas dugaan tindak pidana terkait menyebarkan informasi yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap NU melalui akun YouTube Munjiat Channel pada 16 Oktober 2020 lalu.

 

Pada tanggal 21 Oktober 2020 Gus Nur juga telah dilaporkan oleh Ketua Pengurus Nahdlatul Ulama Cabang Cirebon Azis Hakim ke Bareskrim Polri. Laporan itu bernomor LP/B/0596/X/2020/Bareskrim.

 

Ketika itu Azis melaporkan Gus Nur dengan tuduhan telah melakukan tindak pidana penghinaan dan ujaran kebencian melalui media elektronik berkaitan dengan sesi wawancara dengan Refly Harun di akun YouTube miliknya. []




SANCAnews – Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menggelar sidang lanjutan perkara ujaran kebencian dengan terdakwa Sugi Nur Raharja alias Gus Nur, Selasa (16/2).

 

Gus Nur yang saat ini ditahan di rutan Bareskrim Polri, tidak hadir langsung di ruang sidang.

 

Melalui aplikasi zoom, terdakwa Gus Nur menyinggung masalah meninggalnya Ustaz Maaher di rutan Bareskrim Polri.

 

Gus Nur mengaku pasrah terkait pengajuan penangguhan penahanannya yang dilayangkan tim kuasa hukumnya.

 

Sebab, pengajuan tersebut tak kunjung dikabulkan majelis hakim Toto Ridarto.

 

Gus Nur pun menyinggung soal pengajuan penahanan Ustaz Maaher yang tak kunjung dikabulkan meskipun dalam kondisi sakit.

 

Ia meminta tim kuasa hukumnya tidak usah mengurus upaya penanggahuan penahanan atas dirinya.

 

"Jadi kuasa hukum, sudahlah, tidak usah urus penangguhan penahanan lagi. Ustaz Maaher pun sakaratul maut di sini pun juga enggak dikabulkan (penangguhan penahanan) karena saya sekamar dengan beliau," ungkap Gus Nur dalam keterangannya secara virtual, Selasa.

 

Lebih lanjut, Gus Nur mengaku sangat mengetahui kondisi Ustaz Maaher kala itu. Sebab, dirinya sekamar dengan Ustaz Maaher. Namun, penangguhan dan penahanannya tak kunjung dikabulkan.

 

"Saya tahu persis BAB, kencing jatuh di kamar mandi, ganti pampers itu orang lain yang ganti, itu harusnya secara kemanusiaan diberikan penanguhan penahanannya tetapi ternyata tidak," katanya.

 

Atas dasar itu, dirinya tidak lagi mempersoalkan soal permohonan penangguhan penahanannya. Hanya saja, semua itu dia serahkan ke majelis hakim.

 

"Sudah tidak usah penangguhan penahanan lagi, semoga Pak Hakim bijaksana," pungkasnya.

 

Sidang kali ini beragendakan mendengar keterangan saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). Hanya saja dua saksi yang sedianya memberikan keterangan tidak hadir.

 

Dua saksi itu ialah Yaqut Cholil Qoumas alias Gus Yaqut dan Ketua Umum Pengurus Besar Nadhatul Ulama (PBNU) KH. Said Aqil Siradj.

 

Keduanya juga tidak hadir pada persidangan pekan lalu. Akhirnya sidang terpaksa ditunda, "Saksi belum bisa hadir, Yang Mulia," ungkap JPU di ruang sidang utama.

 

Dengan demikian, sidang akan kembali berlangsung pada Selasa (23/2) pekan depan. Hakim Toto pun meminta agar JPU dapat menghadirkan saksi pada persidangan berikutnya.

 

Gus Nur sebelumnya ditangkap oleh penyidik Bareskrim Polri di kediamannya yang berlokasi di Kecamatan Pakis, Malang, Jawa Timur, pada Sabtu (24/10) dini hari.

 

Setelah ditangkap, Gus Nur langsung digelandang ke Bareskrim Polri. Penangkapan terhadap Gus Nur dilakukan atas dugaan tindak pidana terkait menyebarkan informasi yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap NU melalui akun YouTube Munjiat Channel pada 16 Oktober 2020 lalu.

 

Pada tanggal 21 Oktober 2020 Gus Nur juga telah dilaporkan oleh Ketua Pengurus Nahdlatul Ulama Cabang Cirebon Azis Hakim ke Bareskrim Polri. Laporan itu bernomor LP/B/0596/X/2020/Bareskrim.

 

Ketika itu Azis melaporkan Gus Nur dengan tuduhan telah melakukan tindak pidana penghinaan dan ujaran kebencian melalui media elektronik berkaitan dengan sesi wawancara dengan Refly Harun yang ditayangkan di YouTube. []




SANCAnews – Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengungkap dirinya masih kerap mendapat aduan dari masyarakat soal masih susahnya warga khususnya rakyat kecil yang mencari keadilan hukum lewat kepolisian. Dengan program Restorative Justice, ia tidak ingin lagi melihat orang kecil yang sulit mencari keadilan melalui polisi.

 

"Sehingga ini (Restorative Justice) bisa dilaksanakan dengan baik utamannya rasa keadilan ini dirasakan oleh rakyat kecil, yang selama ini berusaha lapor ke polisi tapi sulit. Ini masalah dihadapi dilapangan sampai sekarang saya dapat WhatsApp laporan dari masyarakat yang mengadu langsung. Tolong ke depan diperbaiki," kata Sigit saat memberi arahan dalam Rapim internal di Rupatam Mabes Polri, Jakarta, Selasa (16/2).

 

Untuk itu, menurut Sigit perlunya dibuka pelayanan pengaduan bagi masyarakat yang mencari keadilan dari tingkat Polsek hingga Polda. Hal itu bertujuan untuk melihat tolak ukur apakah polisi sudah berlaku adil atau tidak.

 

"Penting sekali dibuka ruang pelayanan pengaduan, apakah kami sudah memberikan ruang yang sama terhadap masyarakat pencari keadilan. Tolong ini ada ukuran dan evaluasi," ucap Sigit.

 

Eks Kapolda Banten ini mengingatkan jajaran, soal konsep Restorative Justice jangan sampai disalahgunakan oleh internal kepolisian untuk coba-coba dimanfaatkan demi kepentingan pribadi ataupun transaksional.

 

"Terkait upaya kami untuk memberikan rasa keadilan bagi masyarakat waktu lalu saya beri ruang untuk Restorative Justice, tapi tolong dimanfaatkan dengan baik dan tak bersifat transaksional jadi tentunya ada pengawasan," tutup Sigit. (rmol)




SANCAnews – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengingatkan Wali Kota Pariaman, Genius Umar, ada sanksi karena menolak menerapkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri soal seragam sekolah. Genius mengaku tak takut.

 

"Saya tidak takut diberi sanksi karena tidak melaksanakan SKB 3 Menteri itu," kata Genius, Selasa (16/2/2021).

 

Menurut Genius, SKB 3 Menteri tak cocok diterapkan. Dia menilai SKB itu membuat seolah-olah ada pemisahan antara kehidupan beragama dan sekolah.

 

"Saya siap berdiskusi. SKB 3 Menteri ini tidak cocok diterapkan, karena seolah-olah memisahkan antara kehidupan beragama dengan sekolah," kata dia.

 

Dia menilai aturan soal seragam sekolah cukup diatur oleh gubernur sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah. Apalagi, menurut Genius, SKB 3 Menteri tersebut bisa melunturkan semangat otonomi daerah.

 

"Daerah memiliki kearifan lokal sendiri. Pariaman masyarakatnya homogen, yaitu mayoritas Islam, tapi tidak ada pemaksaan siswi nonmuslim memakai jilbab di sini," katanya.

 

"Masyarakat Pariaman itu homogen. Tidak pernah ada kasus seperti itu (protes memakai jilbab). Jadi biarkanlah berjalan seperti biasa," ucap Genius.

 

Adapun SKB yang dimaksud adalah SKB Nomor 02/KB/2021, Nomor 025-199 Tahun 2021, dan Nomor 219 Tahun 2021 tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut Bagi Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang Diselenggarakan Pemerintah Daerah Pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. SKB itu diteken Mendikbud Nadiem Makarim, Mendagri Tito Karnavian, dan Menag Yaqut Cholil Qoumas.

 

Dalam SKB 3 menteri ini disebutkan peserta didik, pendidik, dan tenaga pendidikan di lingkungan sekolah berhak memilih menggunakan pakaian seragam dan atribut tanpa kekhasan agama tertentu atau dengan kekhasan tertentu sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

"Pemerintah daerah dan sekolah memberikan kebebasan kepada peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan untuk memilih menggunakan pakaian seragam dan atribut," demikian isi salinan SKB 3 Menteri, seperti dilihat, Kamis (4/2).

 

SKB 3 Menteri ini juga memuat sanksi bagi pimpinan pemerintah daerah atau kepala sekolah bagi yang tidak melaksanakan keputusan ini. Dipaparkan, Pemda bisa memberikan sanksi disiplin bagi kepala sekolah pendidik atau tenaga kependidikan yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Kemendikbud pun telah mengingatkan Genius soal sanksi menolak penerapan SKB itu. Sanksi, menurut Kemendikbud, bakal diberikan sesuai pelanggaran yang terjadi.

 

"Jika terjadi pelanggaran terhadap keputusan bersama ini maka sanksi akan diberikan kepada pihak yang melanggar," ujar Plt Kabiro Kerja Sama dan Humas Kemendikbud, Hendarman, ketika dihubungi, Selasa (16/2). []


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.