SANCAnews – Kejaksaan Agung (Kejagung) sedang mengusut kasus
dugaan korupsi penyimpangan pengelolaan keuangan dan dana investasi BPJS Ketenagakerjaan. Merespon hal tersebut Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia
(KSPI) akan menggelar aksi untuk menuntut kasus tersebut diusut tuntas.
"Buruh dalam hal ini KSPI mewakili buruh Indonesia pada
hari Rabu 17 Februari 2021 jam 10-12 siang, kami akan melakukan aksi dengan
sesuai protokol kesehatan," kata Presiden KSPI Said Iqbal, dalam jumpa
pers virtual, Senin (15/2/2021).
Aksi itu akan dihadiri puluhan buruh di depan kantor BPJS
Ketenagakerjaan, selain itu buruh lainnya juga dapat menyaksikan aksi tersebut
secara virtual yang disiarkan langsung di akun media sosial KSPI. Said Iqbal
menyatakan aksi itu juga serempak dilakukan di kantor perwakilan daerah BPJS
Ketenagakerjaan.
"Secara bersamaan tanggal 17 Februari pada jam yang sama
jam 10-12 akan dilakukan aksi serempak di seluruh provinsi di kantor-kantor
kanwil BP Jamsostek atau BPJS Ketenagakerjaan di daerah, seperti di Jabar,
Banten, Serang, di Jawa Timur di Semarang, di Sumut Medan, di Sulawesi Selatan
Makassar. Kanwil BPJS Naker ada juga di Kalsel Banjarmasin, ada juga di Aceh,
Kepulauan Riau di Batam. 10 provinsi akan di datangi aksi buruh pada tanggal 17
Februari," ungkapnya.
Ia mengaku aksi di lapangan itu akan dilakukan dengan
mematuhi protokol kesehatan pencegahan COVID-19, misalnya dilakukan rapid test,
menjaga jarak, memakai masker dan membawa hand sanitizer. Lebih lanjut para
buruh akan menggelar aksi lanjutan pada hari Kamis (18/2) di kantor Kejaksaan
Agung (Kejagung) dan kantor Kejaksaan Tinggi di beberapa daerah.
"Aksi pada tanggal 18 Februari pada hari Kamis dilakukan
di depan kantor Kejagung. Modelnya sama, tuntutannya sama dan memakai protokol
kesehatan," ujar Said Iqbal.
"Aksi virtual juga tanggal 18 Februari secara bersamaan
di daerah-daerah melakukan aksi virtual dan aksi lapangan di Kejagung.
Mendukung dan apresiasi kinerja kejagung dalam mengungkap penyidikan indikasi
dugaan korupsi uang Rp 20 Triliun di BPJS Naker yang salah kelola soal BPJS
Ketenagakerjaan," ungkapnya.
Said Iqbal meminta agar Kejagung mengusut tuntas kasus dugaan
korupsi BPJS Ketenagakerjaan yang disebut terdapat potensi kerugian Rp 20
triliun selama 3 tahun berturut-turut. Buruh akan mengawal kasus tersebut.
"Nanti meminta Kejagung tidak menghentikan penyidikan
kasus ini dengan kemudian kalimat resiko bisnis. Kami tidak akan bisa terima,
harus dibuktikan, kalau perlu ada public hearing karena ini adalah dana trust
fund. Dana BPJS Naker adalah dana wali amanah dimana pemiliknya adalah yang
mengiur," ungkapnya.
Adapun pada aksi tersebut para buruh akan menyampaikan
sejumlah tuntutan, diantaranya:
1. Meminta Kejagung terus memeriksa dan mengangkat kasus
indikasi dugaan korupsi Rp 20 triliun di BPJS Ketenagakerjaan akibat kesalahan
dana kelolaan sampai ke tingkat Pengadilan Tipikor. Jika ditemukan indikasi
korupsi agar kasus tersebut diadili.
2. Meminta pihak terkait apakah Kejagung, KPK atau BPK, dan
yang paling penting adalah DPR memanggil para Direksi untuk menggali
keterangan-keterangan dari pada direksi dan 18 lembaga investasi yang menjadi
pengelola dana BPJS Ketenagakerjaan dipanggil ulang. Said Iqbal juga meminta
Direktur Keuangan yang saat ini menjadi direksi BPJS Kesehatan dipanggil.
3. Meminta pihak imigrasi dan Kejagung mencekal para direksi
BPJS Ketenagajerjaan untuk tidak berpergian ke luar negeri.
4. Meminta para direksi dan Deputi Direktur Humas untuk
menghentikan dulu propaganda atau retorika-retorika tentang dana BPJS
Ketenagakerja yang dinilai menyesatkan. Sebab yang dipersoalkan buruh indikasi
dana korupsinya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung)tengah menelusuri
dugaan korupsi di BPJS Ketenagakerjaan. Kejagung mengungkap adanya potensi
kerugian Rp 20 triliun selama 3 tahun berturut-turut pada perusahaan pelat
merah itu.
"Kita pastikan nih kerugian ini, apakah kerugian karena
perbuatan seseorang sehingga ini masuk dalam kualifikasi pidana atau kerugian
bisnis, tetapi kalau kerugian bisnis apakah analisanya ketika dalam investasi
tersebut, selemah itu sehingga dalam 3 tahun bisa rugi sampai Rp 20 triliun
sekian, sekalipun itu masih menurut dari keuangan masih potensi," kata
Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung Febrie Adriansyah kepada wartawan
di Gedung Bundar Jampidsus Kejagung, Jalan Sultan Hasanuddin, Kebayoran Baru,
Jakarta Selatan, Kamis (11/2/2021).
Febrie menyebut penyidik masih menggali apakah kerugian itu
merupakan risiko bisnis. Febrie mengatakan penyidik akan melihat
transaksi-transaksi dalam perusahaan BPJS Ketenagakerjaan terlebih dahulu.
"Tapi potensi sampai sebatas apa kerugian sampai Rp 20
triliun ya kan, apa mungkin bisa balik nih separuh," kata Febrie. (dtk)