Latest Post



SANCAnews – Politisi PDI Perjuangan Dewi Tanjung menyebut Rizieq Shihab hingga Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan akan dibinasakan oleh Sang Pencipta. Ia menyebut Rizieq dan Anies akan mendapatkan azab tahun ini hingga 2022 mendatang.

 

Hal itu disampaikan oleh Dewi Tanjung melalui akun Twitter miliknya @dtanjung15. Dewi mengaku tak mendahului kehendak Tuhan, namun ia mengklaim bisa merasakan Sang Pencipta akan segera membinasakan Rizieq hingga Anies Baswedan.

 

"Nyai tidak mendahului Allah SWT, tapi nyai bisa merasakan kekuatan ilahi akan membinasakan satu per satu para penjahat penjual agama dan perusuh bangsa," kata Dewi seperti dikutip Suara.com, Senin (15/2/2021).


Ada sejumlah tokoh yang disebut oleh Dewi Tanjung dalam cuitannya tersebut. Dewi Tanjung doakan Anies Baswedan kena azab (Twitter/dtanjung15)


Tokoh-tokoh tersebut yang diklaim oleh Dewi Tanjung akan segera dibinasakan oleh Allah. "Rizieq Shihab cs, Novel Baswedan, Anies Baswedan, Caplin, Cendana, Cikeas," ujar Dewi.


Tak sampai disitu, Dewi juga menyebut para tokoh tersebut akan mendapatkan azab pada tahun ini hingga 2022 mendatang.

 

"Akan mendapatkan azabnya tahun 2021 sampai dengan 2022, cuci bersih," ungkapnya.

 

Serang Novel dan Anies Baswedan 

Dewi Tanjung mengkritik Anies Baswedan terkait penanganan banjir di DKI Jakarta. Ia menduga piagam atau penghargaan yang kerap dipamerkan Anies bukan berasal dari prestasi, melainkan didapatkan dengan membeli.

 

Jakarta enggak pernah banjir, guys. Anies Baswedan itu gubernur yang sangat luar biasa hebat, dan top markotop banget dalam menanggulangi banjir dan corona. Anies cocok jadi Gubernur DKI sepanjang masa. Pokoknya, Anies sangat luar biasa deh… tapi bohong!" ungkap Dewi.

 

Setelah cuitan Dewi viral, ada salah satu warganet yang menyodorkan foto Anies Baswedan sedang memegang piagam penghargaan. Bukan hanya satu, ada delapan piagam yang diletakkan sejajar tepat di depannya.

 

Namun, Dewi Tanjung bertanya-tanya mengenai asal muasal piagam tersebut. Sebab, kata dia, piagam sejenis bisa dipesan atau didapatkan dari toko, “Piagam kan bisa dibeli,” kata Dewi menanggapi foto tersebut.

 

Selain itu, Dewi Tanjung baru-baru ini, terang-terangan melalui akun pribadinya mengomentari Novel Baswedan. Menurut politisi PDI Perjuangan tersebut, Novel memiliki sikap sombong lantaran merasa bahwa dirinya paling bersih.

 

Padahal, kata Dewi Tanjung, Novel di masa lalu memiliki sejumlah kasus, di antaranya terkait rekayasa saksi dan memenjarakan seseorang walaupun tanpa bukti yang jelas.

 

"Novel Baswedan serasa dirinya paling bersih, apa kabarnya rekayasa saksi dan memaksa memenjarakan orang walau bukti dan saksi tidak terpenuhi," tutur Dewi. [sc]




SANCAnews – Pakar Hukum Pidana Suparji Ahmad menilai tudingan Gerakan Anti Radikalisme (GAR) Alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) terhadap Din Syamsuddin merupakan sebuah tuduhan serius. Suparji menilai, GAR ITB bisa dilaporkan ke polisi atas hal tersebut.

 

“Itu tuduhan yang sangat serius menurut saya. Apabila tidak terbukti, yang tergabung dalam organisasi itu (GAR ITB) bisa dilaporkan pak Din dengan dugaan pencemaran nama baik,” kata Suparji dalam keterangannya, Senin (15/2).

 

Suparji mengatakan, menyebut Din sebagai sosok yang radikal jelas bisa membuat nama dosen UIN tersebut terlihat buruk. “Tudingan itu jelas mencoreng nama baik pak Din. Mereka bisa saja dijerat pasal 310 KUHP,” sambung dia.

 

Menurut Suparji, sebuah tuduhan harus berdasarkan bukti yang kuat, apalagi jika menyangkut tokoh besar. Selama ini, kata Suparji, mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) tersebut tidak melakukan tindakan yang berbau radikal.

 

“Bahkan beliau sering menyuarakan perdamaian antar umat beragama. Tak pernah ada seruan pak Din untuk menyebarkan radikalisme ke masyarakat,” tambahnya.

 

Ia juga menekankan bahwa Din memang dikenal sebagai tokoh kritis terhadap pemerintah. Namun, lanjutnya, kritik yang dilontarkan beliau selalu konstruktif dan membangun.

 

“Kepada semua pihak, lebih baik hati-hati dalam menggunakan istilah radikalisme. Jangan sampai orang yang kritis terhadap pemerintah lalu mudah dicap sebagai radikal. Itu membunuh demokrasi secara perlahan,” pungkasnya.

 

Seperti diketahui, GAR ITB melaporkan Din Syamsuddin atas dugaan radikalisme. Ia dilaporkan ke KASN dengan dugaan pelanggaran substansial atas norma dasar, kode etik dan kode perilaku ASN. [jpc]


 

SANCAnews – Aparat gabungan TNI dan Polri kembali terlibat baku tembak dengan kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Kampung Ilambet, Distrik Ilaga, Kabupaten Puncak, Papua. Akibatnya, seorang prajurit terluka terkena rekoset peluru dalam baku tembak ini.

 

"Pada hari Sabtu tanggal 13 Februari 2021 pukul 14.00 WIT, bertempat di Camp PT Unggul Jalan pinggir Kampung Ilambet, Distrik Ilaga, Kabupaten Puncak, Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) kembali meneror personel gabungan yang hendak mengecek lokasi korban penganiayaan," ujar Kabid Humas Polda Papua Kombes Ahmad Musthofa Kamal melalui keterangan tertulis, Minggu (14/2/2021).

 

Ahmad mengungkapkan baku tembak itu terjadi usai rombongan personel TNI-Polri melakukan pengecekan di Kampung Mudidok yang telah dibakar oleh KKB. Saat hendak kembali ke kota, tiba-tiba KKB menembaki rombongan. TNI-Polri pun melakukan perlawanan.

 

"Tidak terdapat korban jiwa dari personel gabungan. Saat ini personel gabungan terus meningkatkan patroli di seputaran Kota Ilaga, Kabupaten Puncak," katanya.

 

Sebelumnya, baku tembak itu juga disampaikan Dandrem 173/PVB Brigjen TNI Iwan Setiawan. Iwan mengatakan ada satu prajurit terluka akibat baku tembak tersebut.

 

"Memang benar dalam kontak senjata yang terjadi pada hari Sabtu (13/2) sore, Prada Maulana terkena rekoset peluru di bagian hidungnya," kata Dandrem 173/PVB Brigjen TNI Iwan Setiawan kepada Antara di Jayapura, Minggu (14/2/2021).

 

Berikut ini kronologi lengkap baku tembak yang terjadi pada Sabtu (13/2) siang di Ilaga, Papua:

 

11.54 WIT 

Pada Sabtu 13 Februari 2021, pukul 11.54 WIT, telah berlangsung rapat antara personel TNI-Polri dan Forkopimda dalam rangka membahas situasi keamanan di Kabupaten Puncak.

 

13.00 WIT 

Pukul 13.00 WIT, usai melaksanakan rapat, rombongan personel TNI-Polri dan Forkopimda mengecek lokasi korban penganiayaan dan dilanjutkan dengan berjalan kaki menuju PT Unggul yang membangun jembatan menuju Kampung Mudidok. Kampung Mudidok sendiri telah dibakar oleh kelompok KKB yang diperkirakan merupakan kelompok Lekagak Telenggeng.

 

14.00 WIT 

Pukul 14.00 WIT, usai mengecek lokasi korban penganiayaan, rombongan kembali ke kota. Namun, dalam perjalanan, anggota mendapatkan tembakan dari arah Jalan Mudidok seberang PT Unggul dan Dijuka. Selanjutnya personel gabungan melakukan tembakan balasan ke arah asal suara. (dtk)


 

SANCAnews – Anggota GAR ITB Nelson Napitupulu mengatakan Jubir Presiden Jokowi saat ini, Fadjroel Rachman, masih aktif di GAR ITB hingga saat ini. Fadjroel ikut di diskusi awal pembentukan.

 

Anggota Gerakan Anti Radikalisme Institut Teknologi Bandung (GAR ITB) Nelson Napitupulu bercerita organisasi ini awalnya terbentuk dari obrolan alumni-alumni ITB dan beberapa kampus lain.

 

Nelson menyebut mereka yang terlibat dari awal banyak yang bukan merupakan orang terkenal.

 

“Awalnya sebenarnya ini bukan eksklusif ITB. Jadi memang ini awalnya adanya sekumpulan orang-orang termasuk saya, concern soal radikalisme,” kata Nelson Napitupulu, Minggu (14/2).

 

“Kemudian kita berkumpul dengan beberapa perguruan tinggi dari kampus lain, enggak terkenal,” jelasnya.

 

Nelson mengatakan ada sedikit tokoh populer yang sempat ikut di diskusi awal pembentukan GAR ITB.

 

Salah satunya Jubir Jokowi saat ini, Fadjroel Rachman.

 

“Ada Fadjroel Rachman yang sekarang jadi jubir presiden, dia ikut di diskusi awal,” kata Nelson seperti dikutip kumparancom.

 

Nelson mengatakan, Fadjroel masih aktif di GAR-ITB hingga saat ini, “Fadjroel (dan juga saya) ada di NKRI dan GAR,” kata Nelson Napitupulu yang merupakan pria berdarah Batak ini.

 

Ia menjelaskan, GAR ITB dibentuk sekitar akhir 2019. Saat itu menjelang pemilihan rektor ITB.

 

Nelson mengatakan, salah satu pemantik munculnya gerakan ini adalah adanya persoalan radikalisme di ITB.

 

Sebelum bernama GAR ITB, gerakan ini dinamakan NKRI atau Nusa Kinarya Rumah Indonesia.

 

Sebab, saat itu, selain ITB, ada juga alumni dari UI, UIN, dan Universitas Pancasila.

 

Namun, dalam perkembangannya, masalah yang dibahas lebih spesifik soal ITB. Oleh sebab itu, NKRI berganti nama menjadi GAR ITB.

 

“Jadi dari situ karena ada persoalan lebih spesifik di ITB maka kita bikin GAR saja. Maka ditambahkan ITB-nya, jadi hanya alumni ITB, jadi Mba Cristine Hakim tidak ikut di situ, dan yang lain-lain, teman teman alumni UI dan yang lainnya,” ujar Nelson.

 

Nelson menjelaskan, ada sekitar 20 orang anggota GAR ITB yang aktif. Namun, mereka selalu berdiskusi dalam grup WhatsApp (WA) dengan anggota lebih dari 250 orang.

 

“Jadi 1 WhatsApp grup ada 250 orang maksimum. Jadi dibuat per angkatan karena lebih dari 250, jadi ada beberapa,” kata dia. (*)





SANCAnews – Keresahan para tokoh nasional kepada Presiden Joko Widodo sudah menjadi puncak gunung es atas penyampaian pendapat di muka umum yang sudah tidak kondusif lagi.


Hal itu disampaikan oleh pengamat politik, Muslim Arbi atas sikap dari para tokoh seperti mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) hingga senior ekonom Rizal Ramli soal pernyataan kritik yang diminta Jokowi.

 

"Itu pertanda keresahan soal penyampaian pendapat di muka umum sudah tidak kondusif lagi," ujar Muslim kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (14/2).

 

Karena kata Muslim, biasanya suara-suara kritik disampaikan oleh para aktivis. Akan tetapi, para aktivis seperti Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat dan Anton Permata kini di tangkap dan dipenjara karena punya cara berbeda melihat persoalan bangsa dan kebangsaan hari ini.

 

"Tentunya ini persoalan serius dan ancaman kebebasan berpendapat yang di jamin konsitusi. Juga penangkapan dan penahanan para Ulama semisal HRS dan pemimpinan teras FPI yang tidak jelas salahnya. Ini pelanggaran dan pembungkaman pendapat," jelasnya.

 

Atas sikap pemerintah terhadap para pengkritik itu membuat rakyat ketakutan dan membuat keresahan seperti yang dialami oleh Kwik Kian Gie. Apalagi, adanya tuduhan radikal kepada tokoh Din Syamsuddin.

 

"Itu berlebihan. Bang Din hanya gunakan hak konstitusional dan hak asasinya sebagai akademis, aktifis perdamaian dan ulama," kata Muslim.

 

Muslim pun berpendapat, cara-cara mengelola pemerintahan dengan membuka kran kritik akan tetapi membiarkan dan acuh terhadap penangkapan tokoh-tokoh ulama dan aktivis merupakan suatu hal yang berbahaya bagi demokratisasi yang sedang tumbuh dan berkembang.

 

"Rezim Jokowi jangan lagi mengulang cara-cara kediktatoran berjubah demokrasi. Negara jangan di Arabian ke totaliatisme. Kebenaran mutlak milik penguasa. Sikap Jokowi ini dianggap tindakan hipokris. Minta dikritik tapi ditangkap? Aneh," terangnya.

 

Sambungnya, keresahan yang sudah disampaikan oleh para tokoh nasional merupakan keresahan yang sudah tidak terbendung dipendam selama ini.

 

"Bagi saya keresahan sejumlah tokoh nasional itu bahkan telah menjadi puncak gunung es. Dan itu ekspresi rakyat ditingkat grass roots," pungkasnya. []


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.