Latest Post



SANCAnews – Beredar video Permadi Arya alias Abu Janda menemui mantan Kepala Badan Intelijen (BIN) As'ad Said Ali, Sabtu (13/2/2021). Dalam video tersebut, terlihat Abu Janda saat bertemu Kiai As'ad langsung mencium tangannya berkali-kali.

 

Abu Janda tampak memakai baju batik dengan lambang Pancasila. Ia juga mengenakan blangkon.

 

Sementara Kiai As'as memakai kemeja warna putih serta peci. Tidak lupa ia juga mengenakan masker.

 

Dalam pertemuan tersebut terlihat Kiai As'ad menyambutnya dengan ramah. Kemudian, mempersilakan Abu Janda duduk.

 

Belum diketauhi pasti isi dari pertemuan tersebut. Adapun terdengar suara dalam video tersebut," Alhamdulilah Kiai As'ad, masya Allah," ujar seseorang dalam video itu.

 

Abu Janda diketahui tengah dilaporkan ke Bareskrim Polri dalam kasus cuitan Islam Arogan melalui media sosial. Ia dilaporkan oleh seorang pengacara bernama Medya Rischa, pada Jumat 29 Januari 2021.

 

Polri telah menerima pelaporan yang tertuang dalam surat tanda terima terima laporan Nomor : STTL/033/I/BARESKRIM tertanggal 29 Januari 2021. Abu Janda dilaporkan karena melanggar UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 28 ayat (2), Penistaan Agama UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP Pasal 156A.

 

Kasus ini bermula dari Abu Janda perang cuit dengan Tengku Zulkarnaen, pada Minggu 24 Januari 2021. Perang cuitan itu bermula Tengku Zulkarnain lewat akun Twitter @ustadztengkuzul berbicara ihwal arogansi minoritas terhadap mayoritas di Afrika. Lalu, Tengku Zulkarnain menyebut tidak boleh ada arogansi, baik dari golongan mayoritas ke minoritas maupun sebaliknya.

 

Dulu minoritas arogan terhadap mayoritas di Afrika Selatan selama ratusan tahun, apertheid. Akhirnya tumbang juga. Di mana-mana negara normal tidak boleh mayoritas arogan terhadap minoritas. Apalagi jika yang arogan minoritas. Ngeri melihat betapa kini Ulama dan Islam dihina di NKRI," kata Tengku Zulkarnain.

 

Tidak terima dengan pernyataan Tengku Zul, lantas Abu Janda membalas cuitan Tengku Zulkarnain. Dia menyebut ada Islam yang 'arogan' karena mengharamkan kearifan lokal di Indonesia.

 

"Yang arogan di Indonesia itu adalah Islam sebagai agama pendatang dari Arab kepada budaya asli kearifan lokal. Haram haramkan ritual sedekah laut, sampai kebaya diharamkan dengan alasan aurat," tutur Abu Janda lewat akun @permadiaktivis1.[]




SANCAnews – Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun mempertanyakan alasan pelaporan Gerakan Anti Radikalisme (GAR) Institut Teknologi Bandung (ITB) terhadap Din Syamsuddin ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Din dilaporkan atas tuduhan radikal.

 

Sebab, Refly yakin Din Syamsuddin bukanlah seseorang yang radikal sampai harus dilaporkan.

 

"Saya hanya tertawa saja ketika kemudian Din Syamsuddin diadukan karena radikalisme. Pertama, definisi radikalisme kita enggak paham, enggak tahu. Kedua, saya menganggap jauh sekali Din Syamsudin dari seorang radikalis," kata Refly di channel YouTubenya, Sabtu (13/2).

 

"Bahkan dengan seorang Abu Janda pun kalah barangkali, kalau soal mengeluarkan statement gegerkan publik," sambungnya.

 

Ia khawatir ke depannya stigma radikal bakal digunakan pihak-pihak tertentu untuk menyerang mereka yang ingin mengkritik pemerintah.

 

"Saya khawatir jangan-jangan definisi radikalisme itu adalah kalau Anda sering kritik pemerintah. Wah, gawat kalau begitu, bisa-bisa semua orang dianggap radikal kalau kritik pemerintah," kata dia.

 

Terlebih, Presiden Jokowi dan Seskab Pramono Anung sebelumnya telah menyatakan pemerintah terbuka untuk dikritik dan diberi masukan. Refly pun berharap radikal tak didasarkan atas sikap kritis ke pemerintah.

 

"Presiden Jokowi, Seskab Pramono Anung minta dikritik ya, ketika dikritik disebut radikal, mudah-mudahan bukan itu definisinya," ucap Refly.

 

"Sehingga, ada kejelasan dan ketegasan jangan sampai kemudian republik ini menjadi republik yang tidak open minded. Jadi tidak suka dengan orang kritis mengkritik pemerintahan dan sebagainya," pungkasnya.

 

Din Syamsuddin sebelumnya dilaporkan oleh GAR yang merupakan alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) ke KASN atas tuduhan radikalisme.

 

Din dilaporkan karena diduga melakukan pelanggaran terhadap kode etik ASN atas sejumlah pernyataannya. Din diketahui saat ini masih berstatus ASN sebagai dosen FISIP di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Serta, ia juga menjabat sebagai anggota MWA ITB. (*)


 

SANCAnews – Pernyataan Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) bernada kritik dari Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) terkait kebebasan berpendapat di Indonesia kerap berujung penangkapan, adalah fakta yang sulit terbantahkan.

 

Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Lingkar Madani (LIMA) Ray Rangkuti, saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL sesaat lalu di Jakarta, Sabtu (13/2).

 

"Sangat benar. Jika dilihat respons masyarakat atas ajakan presiden agar masyarakat aktif mengeluarkan kritik justru lebih banyak mendapat tanggapan pesimis dari pada optimis,"  kata Ray Rangkuti dengan tegas.

 

Pengamat politik jebolan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini menilai, pasca Presiden Jokowi meminta publik untuk mengkritik, pada saat yang bersamaan penangkapan menimpa para pengkritik, maka kepercayaan kepada Presiden makin menurun.

 

"Pandangan dan pernyataan kritis dengan sangat cepat diadukan ke polisi. Seperti yang menimpa Novel Baswedan yang baru saja dilaporkan ke polisi karena pandangannya soal kematian tahanan polisi," sesalnya.

 

Menurut Ray Rangkuti, bagaimana publik bisa percaya ucapan Presiden Jokowi jika hanya berhitung hari pasca Kepala mengajak agar warga aktif melakukan kritik, penyidik senior KPK Novel Baswedan sudah dilaporkan ke polisi, "Maka, ucapakan JK tersebut tepat adanya," pungkasnya.

 

Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla sebelumnya mengomentari keinginan Presiden Jokowi yang minta dikritik oleh masyarakat. Namun, JK berpandangan bahwa pernyataan Jokowi tersebut seperti tidak berbanding lurus dengan kenyataanya.

 

JK lantas menyebut kritik dari masyarakat acap kali berujung pelaporan ke pihak Kepolisian.

 

"Beberapa hari lalu Bapak Presiden mengumumkan silakan kritik pemerintah. Tentu banyak yang ingin melihatnya bagaimana caranya mengkritik pemerintah tanpa dipanggil polisi?" kata JK saat menjadi pembicara di acara 'Mimbar Demokrasi Kebangsaan' yang digelar Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pada Jumat malam (12/2). (*)




SANCAnews – Beredar foto Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko dikelilingi dengan beberapa orang di Istana Bogor, Jawa Barat. Terlihat wajah yang tidak asing yaitu Deni Siregar, Permadi Arya atau dikenal dengan Abu Janda, Eko Kuntadhi, Akhmad Sahal dll. Foto tersebut diunggah oleh @EnggalPMT.

 

"Susunan Kabinet Kolam Butek. Dibiayai oleh APBN dengan judul siluman," cuit @enggalPMT dalam akun twitternya dikutip merdeka.com, Minggu (13/2).

 

Para warganet pun turut berkomentar. Beberapa dari mereka kaget dan menduga bahwa Jokowi berfoto bersama buzzer.

 

"Oh jadi ini semua buzzer yang dibayar negara," cuit salah satu warganet.

 

Pasalnya terlihat dari foto tersebut terdapat Abu Janda yang dikenal sebagai pegiat media sosial bahkan sebagai buzzer selama masa kampanye pemilihan presiden 2019. "Ternyata buzzer binaan pemerintah itu nyata", ujar tokoh Papua Christ Wamea.

 

Saat dikonfirmasi soal foto yang beredar, Deputi Bidang Protokol, Pers dan Media Sekretariat Negara Bey Machmudin mengatakan foto yang beredar merupakan dokumentasi lama, "Bukan periode ini yang pasti. Sebelum Oktober 2019," singkatnya.

 

Saat ditanya apakah orang-orang sekeliling Jokowi dan Moeldoko merupakan buzzer Istana. Ia hanya menjawab singkat. "Saya tanya yang foto dulu ya," singkatnya. 





SANCAnews – Joko Proyiski, Wakil Ketua Umum DPP Pelajar dan Mahasiswa Mitra Kamtibmas (PPMK) orang yang melaporkan penyidik senior KPK Novel Baswedan ternyata pernah melakukan penipuan terhadap salah seorang permpuan.

 

Adalah Raden Ajeng Nur Leily yang menjadi koban penipuan Joko Priyoski. Kepada Kantor Berita Politik RMOL, Ajeng menceritakan awal mula ia ditipu oleh Jojo, sapaan akrab Joko Priyoski, yang sebelumnya ia mengunggah penipuan Joko di akun Facebook miliknya.

 

"Saya kenal Jojo awal itu di Depok di basecamp-nya kawan. Jojo bersama istrinya namanya Rina itu awal pertama kita kenal. Lalu kita ketemu lagi di Kelapa Gading rukonya Garda Nusantara pimpinan Ari tarigan (teman Joko Priyoski)," kata Ajeng saat dihubungi, Sabtu malam (13/2).

 

Setelah bertemu di Kelapa Gading, terang Ajeng, ia sempat bertemu lagi dengan Joko bersama istrinya. Saat itu, terang Ajeng, ia bertemu untuk transaksi kosmetik.

 

"Setelah itu kami loss contact. Tiba-tiba tahun 2019 dia contact saya menanyakan kabar yang intinya (dia mengabarkan) mamanya masuk RS Pertamina Kebayoran Baru. Dari situ dia pinjam uang saya awal nya 100,000 buat makan," ungkap Ajeng.

 

Dari pinjam uang seratus ribu, Jojo kemudian terus menerus meminjam uang Ajeng. Dengan alasan keperluan beragam, mulai dari membeli pampers bayi hingga mengurus surat-surat tanah orang tua. Bahkan motor Ajeng sempat digadaikan oleh Joko.

 

"Total itu kurang lebih 13 jutaan sama tebus motor yang dia gadai yang janji hanya 1 minggu dia akan tebus motor tapi tidak ditebus-tebus sampai akhirnya itu motor ke pihak ke 3 dan akhirnya ditebus sama adik saya," beber Ajeng.

 

Ajeng mengaku memiliki bukti-bukti terkait tindak penipuan Joko, bahkan karena tidak beritikad baik, ia berencana melaporkan Joko ke pihak Kepolisian.

 

Sebelumnya, Joko Priyoski mendatangi Bareskrim Polri untuk melaporkan Novel Baswedan yang dianggap telah memprovokasi atas cuitannya di Twitter. Saat itu, Novel mengkritik terkait meninggalnya Ustaz Maaher. (*)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.