Latest Post



SANCAnews – Penggalangan donasi yang dilakukan Ustadz Yusuf Mansur untuk keluarga mendiang Ustadz Maaher At-Thuwailibi melalui lembaganya pppa.id/sedekah dan diunggah lewat media sosial resmi ditutup. Secara keseluruhan, total dana yang terhimpun mencapai Rp1.274.049.756.

 

"Terima kasih para donatur dan #SahabatDaqu telah menjadi sahabat dan dalam kebaikan. Semoga sedekah yag disalurkan menjadi catatan amal kebaikan kelak mendapat balasan baik di dunia maupun di akhirat. Aamiin," cuit Yusuf Mansur melalui akun Instagram @yusufmansurnew's, dikutip Sabtu (13/2/2021).

 

Meski kampanye penggalangan dana sudah ditutup, namun Yusuf Mansur menyebut laporan tersebut masih bersifat sementara. "Sebagai laporan sementara. InsyaaAllah penyerahannya LIVE nanti. Msh cari wkt beneran. Mhn doanya ya. Sholluu 'alannabiyy..." ungkapnya.

 

Dalam unggahan sebelumnya, Yusuf Mansur menyebutkan bahwa mendiang almarhum Ustadz Maaher At-Thuwailibi yang telah berpulang pada Senin 8 Februari 2021 sekira pukul 19.00 WIB, meninggalkan seorang istri dan dua orang anak yang masih balita. Anak pertamanya berusia tiga tahun sementara yang kedua masih satu tahun.

 

Semasa hidupnya, mendiang Ustadz Maaher sempat mengalami kesulitan ekonomi. Terlebih di masa krisis akibat pandemi yang sampai saat ini belum juga usai. "Ustadz Maaher sampai jualan parfum atau minyak wangi untuk mengatasi kesusahan yang dia hadapi. Ia bersama sang istri dan kedua anaknya pun masih tinggal di kontrakan daerah Cimanggu, Bogor, Jawa Barat," kata Yusuf Mansur.

 

Untuk tetap bisa bertahan setelah ditinggalkan Ustadz Maaher, dirinya pun mengajak masyarakat untuk memberikan dukungan materiil kepada istri dan anak-anak Ustaz Maheer dengan sedekah terbaik.

 

Penggalangan donasi yang berhasil mengumpulkan lebih dari Rp1,2 miliar tersebut mendapatkan sambutan sangat positif dari warganet.

 

Akun @adjiesurahman mencuit, "Masyaallah. Sehat terus ayahanda ustadz Yusuf Mansur. Semoga orang2 baik dibalas dengan kebaikan juga. Aamiin Allahumma aamiiin."

 

Sementara akun @lam_miem menuli, "Masih banyak janda2nyg juga butuh bantuan ustad,,, mungkin beliau2 tidak seberuntung istrinya ustad maher, tetangga saya ada janda dengan 3 perempuan yg masih kecil2, putri pertamanya ber niat menjadi hafidzoh quran,,."

 

Dan akun @faeyzaismi mencuit, "ini lah kekuatan umat pak ustadz.. bila mau bersatu dan saling membantu.." []



SANCAnews Penyidik Senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, dilaporkan ke Polisi karena cuitannya soal meninggalnya Soni Eranata atau Ustaz Maaher At Thuwailibi di Rutan Bareskrim.

 

Pelapornya Ormas Pemuda, Pelajar dan Mahasiswa Mitra Kamtibmas. Mereka menganggap Novel menyebar berita bohong dan provokasi di media sosial.

 

Mengomentari hal itu, pengamat politik Rocky Gerung mengaitkan laporan tersebut berkaitan dengan ucapan Presiden Jokowi dalam pidatonya di peluncuran tahunan Ombudsman pada 8 Februari lalu. Saat itu Jokowi meminta masyarakat mau secara aktif mengkritik pemerintah.

 

“Kalau (laporan terhadap Novel) diproses artinya polisi justru mengabaikan permintaan presiden. Jadi polisi gak peduli presiden mau ngomong apapun, pokoknya tangkap aja,” ucap Rocky dalam channel Youtubenya, Jumat, (12/2/2021).

 

“Terlihat polisi sebagai aparat di bawah presiden, dia ngga baca headline soal presiden “Silahkan Kritik Kami” itu,” sambungnya.

 

Dosen Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia itu pun menyandingkan pernyataan Jokowi dengan pendiri Tiongkok Mao Zedong atau Mao Tse-tung.

 

Diketahui, pada 1956 Mao memperkenalkan kebijakan politik baru, di mana kaum intelektual boleh berpendapat sebagai kompromis terhadap partai. Motto Mao saat itu, “Biarkan seratus bunga berkembang dan seratus pikiran yang berbeda-beda bersaing”. 


Ironisnya, kebijakan itu berujung pada sekitar 700.000 kaum intelektual ditangkap lalu menjalani kerja paksa.

 

“Kita ingat peristiwa Tiongkok di awal revolusi kebudayaan. Mao Zedong mengatakan biarkan 1.000 kembang mekar, maksudnya biarkan 1.000 orang berpikir berbeda, karena itu dia butuhkan untuk pemetaan politik, kemudian dia pangkas semua kembang itu,” jelas Rocky.

 

“Itu ujung dari kekerasan di Tiongkok dan jutaan orang ditangkap, dimusnahkan karena berbeda dengan Mao Zedong, padahal dia sendiri yang bilang biarkan kembang bertumbuh,” sambungnya.

 

Motto Mao itu dianggap Rocky tak jauh berbeda dengan ucapan Jokowi soal ajakan mengkritik pemerintah. Menurutnya, ada tujuan untuk melakukan pemetaan politik di balik ujaran tersebut.

 

“Hal yang sama itu terjadi saat ini, silahkan kritik kami, dan ini adalah pemetaan politik. Kalau yang kritik Novel Baswedan, itu ada potensi mengganggu, maka dilaporkan,” ungkap Rocky.

 

“Jadi untuk apa minta kembang bertumbuh kalau didepannya ada gunting untuk memangkas kembang itu. Jadi itu paradoks dari ucapan Jokowi. Saya selalu mencurigai, ucapan Jokowi adalah umpan untuk memetakan sisa-sisa oposisi, nah itu yang akan dipangkas,” sambungnya. []



SANCAnews Wakil Sekretaris Jenderal Persaudaraan Alumni atau PA 212 Novel Bamukmin menganggap ucapan Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang meminta agar masyarakat lebih aktif mengkritik masyarakat sebagai jebakan tersembunyi.

 

Sebab menurut dia, banyak pihak yang menyampaikan kritik ke Jokowi namun malah berujung pidana.

 

"Jadi (pernyataan Jokowi) bukan basa-basi lagi, tapi diduga jebakan sadis untuk menjerat orang orang yang berlawanan arah politiknya," kata Wasekjen PA 212 Novel Bamukmin saat dihubungi Tempo, Jumat, 12 Februari 2021.

 

Novel mencontohkan pemidanaan karena mengkritik sistem hukum terjadi pada penyidik senior KPK Novel Baswedan. Korban penyiraman air keras itu dilaporkan ke polisi karena mengkritik kinerja polisi yang tetap menahan Maaher At-Thuwailibi di tahanan dalam keadaan sakit, hingga akhirnya ia meninggal dalam penjara.

 

"Boleh dikatakan ini perangkat jahat dan (contoh) korbannya adalah Novel Baswedan," kata Novel Bamukmin.

 

Sebelumnya, Presiden Jokowi meminta masyarakat lebih aktif mengkritik pemerintah sebagai bagian dari proses untuk mewujudkan pelayanan publik yang lebih baik.

 

"Masyarakat harus lebih aktif menyampaikan kritik masukan ataupun potensi maladministrasi dan para penyelenggara pelayanan publik juga harus terus meningkatkan upaya-upaya perbaikan perbaikan," kata Jokowi, Senin lalu.

 

Sehari setelah pernyataan Jokowi itu, Sekretaris Kabinet, Pramono Anung mengatakan bahwa kritik, saran, dan masukan itu seperti jamu yang menguatkan pemerintah, "Kami memerlukan kritik yang terbuka, kritik yang pedas, kritik yang keras, karena dengan kritik itulah pemerintah akan membangun lebih terarah dan lebih benar," ujar Pramono dalam rangka peringatan Hari Pers Nasional.

 

Kritik terhadap pernyataan Jokowi ini juga datang dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS). Mereka menganggap pernyataan Jokowi itu kontradiktif dengan situasi saat ini yang menunjukkan kebebasan sipil terancam dengan maraknya kasus pelaporan hingga penangkapan aktivis.

 

"Ironis. Pernyataan tersebut justru menunjukkan presiden Jokowi tidak memperhatikan situasi dan kondisi penyusutan kebebasan sipil yang ditunjukkan dengan serangkaian pelaporan (sampai dengan penangkapan) kepada individu yang sedang menggunakan hak konstitusionalnya untuk menyeimbangkan diskursus negara," ujar Peneliti Kontras, Rivanlee Anandar. (*)




SANCAnews – Gaya politik pendiri negara Republik Rakyat China, Mao Zedong mulai ramai diperbincangkan dan seiring dengan ajakan Presiden Joko Widodo untuk membuat masyarakat Indonesia lebih kritis dalam mengutarakan pendapatnya.

 

Tokoh nasional DR. Rizal Ramli mengulas kisah lama yang terjadi di China. Khsusus Gerakan Seratus Bunga di tahun 1956 hingga 1957.

 

Saat itu, China mendorong agar warganya mengungkapkan pendapatnya secara terbuka. Mao Zedong menyebutnya dengan kebijakan membiarkan seratus bunga mekar.

 

“Setelah kampanye, Mao menindak mereka yang mengkritik rezim. Itu adalah upaya untuk mengidentifikasi, lalu menganiaya,” urai Menko Perekonomian era Presiden Gus Dur itu dalam akun Twitter pribadinya, Jumat (12/2).

 

Senada itu, Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie Massardi juga mengurai bahwa saat Mao Zedong hendak menghabisi lawan politik, maka yang dilakukan adalah dengan kampanye hal yang seolah baik.

 

“Ketika Ketua Mao nafsu libas lawan-lawan politiknya, dia kampanye sok baik,” urainya menimpali Rizal Ramli.

 

Mao, sambung Adhie, seolah mempersilakan aktivis untuk kritis dengan kampanye 100 Bunga Berkembang. Setelah para aktivis mengkritik, Mao langsung mengangkut mereka ke tahanan.

 

“Setelah itu dia bilang: Wo sudah pancing ular keluar...! Lalu Polisi Merah bergerak. Lebih 1/2 juta kaum oposisi disiksa dalam bui. Ribuan lainnya lenyap,” demikian Adhie Massardi. (gelora)




SANCAnews Pengamat politik dari Universitas Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, meragukan peran lembaga Kepala Staf Presiden (KSP) yang dipimpin oleh Moeldoko. Baru-baru ini, KSP mengklaim membuka ruang pengaduan bagi masyarakat menyusul pernyataan Presiden Jokowi yang meminta publik lebih aktif menyampaikan kritik.

 

"Ini Novel Baswedan, sehari setelah melakukan kritik terhadap (kondisi) Ustaz Maaher, tiba-tiba dia dilaporkan. Gimana nggak ngeri," kata Adi dalam acara Apa Kabar Indonesia Pagi di tvOne, Jumat, 12 Februari 2021.

 

Adi berharap pernyataan Presiden Jokowi di hari pers nasional itu tidak malah menjadi jebakan batman. Orang disuruh kritik tapi tiba-tiba akunnya diretas, Whatsappnya disusupi, dan dilaporkan atas hal-hal yang tidak penting, "Yang gitu-gitu juga sepertinya juga ditertibin," kata dia lagi.

 

Adi juga mempertanyakan para buzzer yang terlihat pro pemerintah dibiarkan berkeliaran. Bahkan sampai ada yang menghina Islam arogan, "Itu nggak karu-karuan," ujarnya.

 

Oleh karena itu, menurutnya, hal-hal semacam itu yang membuat publik mati rasa dengan imbauan-imbauan pemerintah termasuk KSP, agar aktif mengkritik. Sementara di sisi yang lain, janji tidak akan ditangkap baru sebatas klaim saja. "Siapa juga yang menjamin kalau tidak ada yang menangkap," katanya.

 

Dalam kesempatan itu, Adi juga menyindir KSP yang seperti orang baru bangun tidur. Alasannya, baru sekarang ini bicara soal menjadi tempat pengaduan masyarakat.

 

"Ini kan KSP sudah lama kok seakan-akan KSP rumah terakhir yang jadi tempat pengaduan bagi publik. Pendekatannya juga top down, kenapa KSP tidak melakukan pola bottom up," katanya.

 

Dia lantas meminta KSP memperjuangkan aspirasi publik soal revisi UU Pemilu. Menurutnya, publik saat ini ingin pembahasan RUU Pemilu dilanjutkan.

 

"Sampaikan kepada presiden, menteri, elite-elite negara. Revisi UU Pemilu itu jangan distop, tapi dilanjutkan," katanya. []


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.