Latest Post



SANCAnews – Pakar Telematika Roy Suryo menanggapi pernyataan Juru Bicara Presiden Joko Widodo Fadjroel Rachman bahwa pemerintah tidak menggunakan buzzer untuk menghadapi kritik publik.

 

Roy membantah itu. Menurutnya sudah pernah diakui oleh Denny Siregar sebagai buzzer pemerintah.

 

"Saya 'Senyum' saja baca statement Jubir Presiden ini, sebab sudah diakui sendiri oleh salah satu BuzzerRp, si Densi (Denny Siregar)," kata Roy melalui pesan singkat, Jumat (12/2).

 

Roy pun mengingatkan kembali usulan seharusnya buzzer pemerintah ini diberikan kalung pengenal. Agar semua pihak tahu.

 

"Oleh sebab itu ingat kan, tahun lalu sudah ada usulan agar BuzzerRp ini seharusnya diberi Peneng (Kalung Pengenal). Agar tidak hanya majikannya saja yang tahu," kata mantan politikus Partai Demokrat ini.

 

Sebelumnya, Juru Bicara Presiden Joko Widodo (Jokowi) Fadjroel Rachman mengklaim pemerintah tidak menggunakan buzzer di media sosial untuk menghadapi kritik dari publik.

 

Isu soal buzzer pemerintah kembali muncul. Warganet menyebut pemerintah menggunakan buzzer untuk membalas kritik publik terhadap pemerintah, "Pemerintah tidak punya buzzer," kata Fadjroel kepada merdeka.com, Kamis (11/2).

 

Dia mengklaim selalu diserang oleh buzzer di media sosialnya selama 24 jam. Meski demikian, dia menanggapi dengan santai hal tersebut.

 

"Medsos saya juga 24 jam diserang buzzer, pakai fitur blok saja ya beres," ungkap Fadjroel.

 

Fadjroel juga menjelaskan influencer yang digunakan pemerintah untuk program vaksinasi diberikan tanpa diberikan imbalan. Hal tersebut sebagai bentuk gotong royong.

 

"Influencer atau KOL terkait covid-19 dan vaksinasi itu cuma-cuma dan gratis sebagai bentuk gotong royong melawan pandemi covid-19," ungkap Fadjroel. []




SANCAnews – Setelah Presiden Jokowi meminta untuk lebih banyak kritik dan masukan kepada pemerintah, posisi buzzer di media sosial kembali jadi sorotan. Belakangan buzzer dinilai lebih banyak meresahkan dibanding memberi informasi positif kepada masyarakat.

 

Sebenarnya, Majelis Ulama Indoensia (MUI) sudah mengeluarkan fatwa tentang kegiatan atau bermuamalah di media sosial. Fatwa itu tertuang dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 24 Tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah Melalui Media Sosial.

 

Fatwa setebal 17 halaman itu memuat dasar hukum baik dari Al-Quran, hadits, maupun kitab-kitab para ulama besar yang menjadi rujukan dunia soal bermuamalah dan bagaimana hukumnya bila menyebarkan fitnah atau berita bohong.

 

Fatwa itu juga mengatur soal keberadaan buzzer. Dalam Ketentuan Hukum poin 9 dituliskan buzzer, termasuk penyuruh hingga pemberi fasilitas buzzer yang menyebar hoaks hingga fitnah hukumnya haram.

 

"Aktivitas buzzer di media sosial yang menjadikan penyediaan informasi berisi hoaks, ghibah, fitnah, namimah, bullying, aib, gosip, dan hal-hal lain sejenis sebagai profesi untuk memperoleh keuntungan, baik ekonomi maupun non-ekonomi, hukumnya haram," tulis Fatwa MUI.

 

Demikian juga orang yang menyuruh, mendukung, membantu, memanfaatkan jasa dan orang yang memfasilitasinya.
--Fatwa MUI soal bermuamalah di media sosial.

 

Sebelumnya, Ketua Komisi Dakwah MUI KH Cholil Nafis mengatakan, buzzer di media sosial yang memberikan informasi berisi hoaks, gibah, fitnah, namimah atau adu domba, gosip, dan lain-lain yang bersifat keburukan, itu diharamkan. Bahkan buzzer seperti itu sama seperti pemakan bangkai.

 

"Saya menyebut orang yang memfitnah, yang tidak ada diada-adakan, bohong, namimah, mengadu domba, lalu gibah menceritakan kejelekan orang lain di depan umum, kalau itu maknanya buzzer ya, itu sama di dalam Al-Quran disebutkan seperti makan bangkai saudaranya," kata Cholil kepada kumparan, Kamis (11/2).

 

Hukum seperti pemakan bangkai dikutip Cholil dari salah satu ayat Al-Quran: 


Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
--(QS. Al-Hujurat: 12)

 

Sebaliknya, Cholil mengatakan, bila peran buzzer justru menyampaikan atau menyebarkan kebaikan sah-sah saja.

 

"Jadi kalau buzzer memfitnah, menggibah, ya tentu di situ [seperti makan bangkai], tapi kalau buzzer dalam arti menyebarkan kebaikan dan menunjukkan kelebihan itu saya pikir sah-sah saja," tutup Cholil. []




SANCAnews – Habib Bahar bin Smith menuliskan surat yang ditujukan kepada Habib Rizieq Shihab. Surat itu dtulis Habib Bahar yang kini menghuni Lapas Gunung Sindur Bogor, Jawa Barat, Kamis (11/2/2021).

 

Surat Habib Bahar Smith tersebut ditulis di atas kertas dan diunggah oleh akun @SayyiidHaddaad, sekitar satu jam yang lalu.

 

Ada dua surat yang dibuat Bahar Smith. Selain kepada Rizieq Shihab, juga ditujukan kepada Habib Hanif Al Athos.

 

“Surat Habib Bahar bin Smith dari LP GS ditujukan untuk gurunya IB Habib Rizieq Shihab dan Sahabatnya Habib Hanif Al athos,” tulis akun tersebut.

 

“Semoga ALLAH senantiasa menjaga mereka semua dalam sehat afiyah,” sambungnya.

 

Pada surat pertama yang ditujukan kepada Habib Rizieq Shihab, Habib Bahar Smith menyampaikan permintaan maafnya.

 

“Untuk imamku Habibana Rizieq bin Syihab, maafkan anakmu ini yang tak bisa berbuat apa-apa dari balik dinginnya jeruji besi,” tulis surat tersebut.

 

Habib Bahar pun mendoakan agar Habib Rizieq diberikan kekuatan dan kesehatan.

 

“Agar Allah memberikan kekuatan, kesehatan dan menghancurkan musuh-musuh yang mengzalimi habib,” sambungnya.

 

Baru-Tahu-Habib-Rizieq-Dipenjara-Lagi-Habib-Bahar-Tulis-Surat-Menyentuh-dari-Balik-Penjara-Mendidih-Darahku

 

Habib Bahar juga mengungkap bahwa dirinya tak terima Habib Rizieq Shihab ditahan karena kasus pelanggaran protokol kesehatan, “Mendidih darahku ketika mendengar habib ditahan,” ungkanya.

 

Ia juga memastikan dirinya tetap akan menjadi salah satu orang yang tetap berada di dalam barisan komando Rizieq Shihab, “Aku akan selalu berada di barisan dan komando habib,” tulisnya.

 

“Ayahku, ibuku, keluargaku, nyawaku menjadi tebusan untuk selalu membelamu,” tutupnya disurat pertama.

 

Sedangkan di surat kedua yang ditujukan kepada menantu Habib Rizieq, Habib Bahar Smith mengungkap kerinduannya.

 

Dia juga menyatakan terus mendoakan Habib Rizieq dan Habib Hanif agar selalu sehat dan kuat menghadapi cobaan.

 

“Tapi ana berdoa dalam setiap sujud ana agar antum, imam besar dan semua yang ditahan segera bebas!!!” tulisnya.

 

Kemudian Habib Bahar Smith juga menegaskan rela menjalani hukuman untuk menggantikan Habib Rizieq dan Habib Hanif.

 

“Andaikan hukuman bisa gatikan, demi Allah biar ana yang menanggung semua hukuman antum, imam besar dan lainnya,” tandas surat kedua itu. (*)




SANCAnews – Sebuah kelompok yang mengatasnamakan Aliansi Mahasiswa UGM baru-baru ini menganugerahi Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan gelar “Juara Umum Lomba Ketidaksesuaian Omongan Dengan Kenyataan,”

 

Gelar itu diberikan oleh kelompok tersebut karena pernyataan Presiden Jokowi terkait kebebasan mengkritik pemerintahannya dianggap mereka tidak konsisten.

 

Lewat media sosial Twitter, Aliansi Mahasiswa UGM juga mengucapkan selamat dengan nada menyindir terhadap Presiden Jokowi terkait penghargaan tersebut.

 

“Selamat kepada bapak presiden RI @jokowi yang juga Alumni UGM. Kami sebagai mahasiswa UGM merasa bangga dengan bapak,” katanya, dikutip dari akun Twitter @UGMBergerak pada Kamis, 11 Februari 2021.

 

Selain itu, mereka juga menyindir para buzzer politik dan oligarki yang diduga dipakai pemerintah untuk menghadang pengkritik serta melancarkan pemerintahan Presiden Jokowi. “Teruslah berkarya dengan oligarki dan para buzzer. Hedeh,” katanya.

 

Tak sampai disitu, mereka juga mengatakan orang-orang yang melancarkan kritik pada Presiden Jokowi banyak yang dilaporkan kepada aparat penegak hukum meskipun presiden telah meminta masyarakat untuk mengkritik pemerintahannya.

 

“Di forum, mic dimatiin. Di kampus, diancam gak bisa lulus. Di jalanan, dihadang aparat. Di media sosial, diancam UU ITE,” katanya.

 

Sampai artikel ini dibuat, cuitan tersebut sebanyak 6.664 kali dan disukai oleh 15.700 pengguna Twitter.

 

Sebelumnya, Sekretaris Kabinet Pramono Anung menyampaikan pemerintah membutuhkan kritik yang pedas dan pedas dari pers.

 

Pramono Anung mengibaratkan kritik media massa ini sebagai jamu yang menguatkan pemerintah.

 

“Kami memerlukan kritik yang terbuka, kritik yang pedas, kritik yang keras karena dengan kritik itulah pemerintah akan membangun lebih terarah dan lebih benar,” kata Pramono Anung.

 

Pramono Anung menyebutkan sebagai negara demokrasi, kebebasan pers merupakan tiang utama untuk menjaga demokrasi tetap berlangsung.

 

“Karena kami meyakini dengan adanya fungsi kontrol ini maka pemerintah dan juga masyarakat akan semakin baik dalam kehidupannya mengisi ruang-ruang demokrasi,” ujar Pramono Anung.

 

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Pramono Anung meyakini kebebasan pers harus dijaga bersama.

 

Lanjut, Pramono Anung apalagi seiring dengan kemajuan teknologi, Indonesia menghadapi problem media sosial salah satunya adalah hoaks.

 

“Untuk itu perlu literasi dan edukasi kepada kita semua bahwa kebebasan ini harus diisi secara benar. Jangan kemudian kebebasan diisi dengan hal-hal yang tidak produktif,” ujar Pramono Anung.

 

Sebelumnya pun Presiden Jokowi menyampaikan bahwa masyarakat harus lebih aktif menyampaikan kritik dan masukan terhadap pemerintah.

 

"Masyarakat harus lebih aktif menyampaikan kritik, masukan, ataupun potensi maladministrasi," kata Presiden Jokowi.

 

Hal tersebut disampaikan Jokowi saat memberi sambutan dalam acara Peluncuran Laporan Tahunan Ombudsman RI Tahun 2020, Senin, 8 Februari 2021, di Istana Merdeka, Jakarta.

 

Jokowi menyebutkan masyarakat perlu melayangkan kritik untuk terwujudnya perbaikan pelayanan publik. ***




SANCAnews – Pemerintah membantah memiliki buzzer politik yang digunakan untuk membungkam sejumlah kritik dari warga negara. Bantahan itu disampaikan langsung Jurubicara Presiden, Fadjroel Rachman dalam keterangannya kepada wartawan, Jumat (12/2).

 

Fadjroel menuturkan, Pemerintah tidak punya buzzer, "Pemerintah selalu terbuka menghadapi setiap kritik dari warganya," tegasnya Fadjroel.

 

Kemudian pemerintah juga tidak pernah memiliki persoalan jika ada yang oposisi yang menyampaikan kritik maupun saran. Pemerintah menyadari, Indonesia merupakan demokratis dan setiap kebijakan tentu saja ada yang mendukung dan mengkritik.

 

"Ini negara demokratis, siapa pun yang mendukung kebijakan dipersilakan dan siapa pun mengkritik bahkan beroposisi dengan pemerintah dipersilakan," kata Fadjroel.

 

Sebab, kata dia, setiap warga negara berhak menyampaikan pendapatnya seperti yang diatur dalam Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945. Selain itu, kebebasan berpendapat juga memiliki aturan seperti yang tersebut di Pasal 28 J UUD 1945. Yaitu, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang untuk menjamin penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain.

 

Jika pendapat disampaikan melalui media sosial, masih kata Fadjroel, masyarakat harus tunduk pada UU 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), "Bila di media sosial harus memperhatikan Undang-undang ITE," tekannya.

 

Presiden Jokowi sebelumnya mengajak masyarakat aktif menyampaikan masukan dan kritik untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik.

 

Dan begitu pula dengan Ahmad Syafii Maarif menyambut baik langkah pemerintah yang tetap memberi ruang bagi lawan politiknya untuk menyampaikan kritik. Tetapi, Syafii Maarif, sapaan karibnya Buya itu menegaskan untuk memelihara budaya kritis tidak perlu ada buzzer.

 

"Pihak pemerintah sebagai pengendali kekuasaan juga harus terus terang, jika memang telah melakukan kekeliruan dalam bidang apa pun," tegasnya dilansir RMOL.

 

Sementara itu, Ketua YLBHI Asfinawati menyesalkan terkait adanya buzzer dalam setiap kritik terhadap pemerintah. Meskipun kerap dibantah, buzzer bukan dari pihak pemerintah. Asfinawati menyatakan, sulit untuk menepis buzzer tidak ada relasi dengan pemerintah.

 

“Kan pemerintah selalu bilang (buzzer -red) itu bukan dari mereka.Tapi kalau kita lihat sulit untuk menepis tidak adanya relasi (dengan pemerintah -red), baik itu relasi dari mereka yang mendukung Pak Jokowi ketika mencalonkan diri atau dari yang lain-lain,” ujar Asfinawati. (sanca)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.