Latest Post



Jakarta, SN – Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) M Hidayat Nur Wahid mengkritisi kasus pelaporan kode etik aparatur sipil negara (ASN) terhadap Prof Din Syamsuddin dengan jabatan sebagai Dosen UIN Syarif Hidayatullah dengan tuduhan radikalisme. Laporan tuduhan itu saat ini ditangani oleh Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). 

 

“Prof Din Syamsuddin baru saja menjadi pembicara pada Perayaan Al Azhar (Mesir) untuk Persaudaraan Kemanusiaan Dunia. Itu event internasional untuk arus utamakan moderasi menolak radikalisme, yang diinisiasi oleh Syeikh Al Azhar bersama Paus Fransiscus. Maka sangat tidak rasional dan aneh, bila tokoh terhormat yang diterima dan dikenal luas sebagai anti radikalisme dan sangat moderat sekelas Prof Din itu malah dituduh radikal. Wajarnya KASN dan Kementerian Agama (Kemenag) mengkritisi dan tidak mengamini laporan aneh tersebut. Dan lebih aneh lagi, kalau sampai meluluskan aduan tersebut. Apa kata dunia?” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Kamis (11/02/2021) diterima hidayatullah.com.

 

HNW sapaan akrabnya mengakui bahwa KASN memang memiliki kewenangan untuk mengawasi kode etik dari setiap ASN, serta memeriksa laporan yang masuk ke lembaga tersebut. Sekalipun demikian, wajarnya KASN berlaku selektif dengan memverifikasi laporan-laporan yang masuk, agar menjaga profesionalitas, dan tidak membuang energi institusi yang memiliki tugas yang sangat penting tersebut.

 

“Laporan terhadap Prof Din atas tuduhan radikalisme itu jelas tidak masuk akal. Dan bila KASN tetap akan memeriksa laporan ini, seharusnya KASN paham bahwa yang diadukan adalah tokoh nasional dan internasional yang sangat dikenal moderat dan anti radikalisme yaitu Prof Din Syamsuddin, tokoh yang sudah dua periode memimpin PP Muhammadiyah, dan di MUI pernah dipercaya sebagai ketua umum, wakil ketua umum, atau ketua dewan pertimbangan. Beliau juga pernah dipercaya menjabat sebagai Chairman World Peace Forum, Honorary President World Conference on Religions for Peace (WCRP), dan sampai sekarang masih diamanahkan sebagai Chairman of Center for Dialogue and Cooperation among Civilizations (CDCC). Beliau tokoh dan aktivis yang justru dikenal moderat dan anti radikalisme,” jelasnya.

 

Lebih lanjut Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengatakan bahwa Prof Din dengan kiprah-kiprahnya itu menunjukkan bahwa sikap anti radikalisme dan paham moderat Prof Din tidak hanya diakui di dalam negeri, tetapi juga oleh dunia internasional.

 

“Akan jadi preseden buruk, dan berdampak luas, bila tokoh sekaliber Prof Din yang moderat dan antiradikalisme, malah dituduh sebagai radikal. Maka mestinya KASN menyelidiki, dan umat waspada, apa motif di balik pelaporan ini. Pengalihan isu? Pecah belah umat? Pendiskreditan tokoh-tokoh umat?” tukasnya.

 

Lebih lanjut, HNW merasa perlu bersuara karena khawatir kalau isu radikalisme ini hanya digunakan segelintir pihak untuk membungkam suara-suara kritis terhadap pemerintah dan memecah belah bangsa. Ia mengatakan bahwa dalam dunia demokrasi, kritikan terhadap pemerintah adalah vitamin, dan perlu dilakukan oleh setiap warga negara, sebagai bahan koreksi dan masukan dalam penyelenggaraan pemerintahan.

 

“Presiden Jokowi sendiri meminta agar rakyat aktif memberikan kritik kepada Pemerintah. Nah Prof Din justru termasuk yang aktif mengkritik Pemerintah secara konstruktif, dan memberi masukan solutif kepada pemerintah. Tapi tetap dalam koridor demokrasi, obyektifitas, dan etika. Jangan sampai, ini menjadi preseden bahwa seorang yang mengkritik pemerintah sesuai anjuran Presiden Jokowi, malah mudah distigma dan dilaporkan dengan tuduhan radikalisme yang jelas mengada-ada itu,” tukasnya.

 

Oleh karena itu, HNW berharap agar KASN dan Kemenag bisa obyektif, dan mempertimbangkan secara adil, profesional, dan komprehensif rekam jejak Prof Din, seorang tokoh anti radikalisme. “Ini harus dikritisi dan dikoreksi, agar tidak jadi preseden, agar tidak ada lagi tokoh yang orientasinya moderat dan anti radikalisme, malah dengan mudah dituduh dan dilaporkan sebagai radikal, hanya karena perbedaan pandangan atau pilihan politik,” jelasnya.

 

“Sikap kritis konstruktif konstitusional seperti yang dilakukan Prof Din, wajarnya justru ditolerir untuk menguatkan komitmen NKRI sebagai negara hukum dan meningkatkan kualitas demokrasinya, sesuai dengan permintaan Presiden Jokowi agar rakyat lebih aktif menyampaikan masukan dan kritik untuk peningkatan dan perbaikan penyelenggaraan negara,” pungkasnya. (*)




Jakarta, SN – Cendikiawan Ahmad Syafi’i Maarif meminta pemerintah tidak menggunakan Buzzer untuk menyikapi lawan politiknya. Syafi’i Maarif menyarankan pemerintah dan oposisi sebaiknya mebangun budaya politik yang lebih arif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

 

"Dalam situasi yang sangat berat ini antara pemerintah dan pihak sebelah semestinya mampu membangun budaya politik yang lebih arif, saling berbagi, sekalipun sikap kritikal tetap dipelihara. Tidak perlu main "Buzzer-buzzeran" yang bisa menambah panasnya situasi," kata Buya Syafi’i Maarif kepada wartawan di Jakarta, Rabu (10/2/2021)

 

Sebelumnya, Presiden Jokowi dalam satu kesempatan mengajak masyarakat aktif menyampaikan masukan dan kritik untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik. Ahmad Syafii Maarif merespons baik langkah pemerintah yang tetap memberi ruang bagi lawan politiknya untuk menyampaikan kritik. Tetapi, Buya Syafi’i Maarif menegaskan untuk memelihara budaya kritis tidak perlu ada Buzzer.

 

"Pihak pemerintah sebagai pengendali kekuasaan juga harus terus terang, jika memang telah melakukan kekeliruan dalam bidang apa pun," ujarnya.

 

Sebelumnya, YLBHI juga mengeluhkan soal adanya Buzzer dalam setiap kritik yang dilakukan terhadap pemerintah. Meskipun kerap dibantah, Buzzer bukan dari pihak pemerintah. YLBHI mengatakan, sulit untuk menepis Buzzer tidak ada relasi dengan pemerintah.

 

“Kan pemerintah selalu bilang (Buzzer -red) itu bukan dari mereka.Tapi kalau kita lihat sulit untuk menepis tidak adanya relasi (dengan Pemerintah -red), baik itu relasi dari mereka yang mendukung Pak Jokowi ketika mencalonkan diri atau dari yang lain-lain," ujar Asfin.

 

Asfin lebih lanjut mengkritisi soal keberadaan Buzzer yang kebal dari jerat Undang-undang ITE dalam menyatakan pendapat. Berbeda dengan oposisi atau siapa pun yang melakukan kritik kepada pemerintah di media sosial.

 

"Salah satu indikasi bahwa ada diskriminasi penegakan hukum kalau yang melakukan kesalahan adalah oposisi atau orang yang kritis meskipun sudah di-take down postingannya, minta maaf tetap dikriminalisasi, tetap dikriminalkan. Tetapi kalau sebaliknya influencer yang sering membantu narasi-narasi pemerintah dia seperti kebal hukum," katanya. []




Jakarta, SN – Ada pertanda serius di balik ajakan Presiden Joko Widodo meminta masyarakat memberi kritikan kepada pemerintah. Menurut pandangan Direktur Eksekutif Indonesia Future Studies (Infus), Gde Siriana Yusuf, ajakan tersebut kontras dengan fakta di lapangan bahwa begitu membludaknya kritikan masyarakat terhadap segala kebijakan pemerintah.

 

"Agak aneh jika Jokowi selama ini tidak tahu begitu banyak kritik yang sudah beredar di media sosial. Apalagi Jokowi punya akun Twitter sendiri, kecuali akunnya tidak dipegang sendiri seperti Donald Trump," kata Gde Siriana kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (11/2).

 

Setidaknya, ada dua alasan yang mendasari presiden mengajak rakyatnya untuk memberi kritikan kepada pemerintah. Pertama, kata dia, ada kemungkinan orang di lingkaran istana menutupi maraknya ketidakpuasan dan kritikan rakyat kepada pemerintah.

 

"Baik itu di kementerian, elite parpol, atau staf khususnya. Bisa karena mereka ABS (asal bos senang) atau karena dianggap percuma juga disampaikan karena tidak akan ditanggapi serius oleh Jokowi," jelasnya.

 

"Kedua, rakyat sudah meninggalkan Jokowi. Dalam negara demokrasi modern, seharusnya kritik itu bisa datang baik dari pendukung/pemilih atau yang kontra di Pilpres," sambungnya.

 

Di sisi lain, ia melihat ada kecenderungan rakyat yang mulai enggan untuk menyampaikan kritikan. Hal itu lantaran adanya pendengung ataubuzzer yang kerap menyerang para pengkritik.

 

"Ketika semua kritik dipersekusi buzzer penguasa, bahkan sampai dikriminalisasi dengan UU ITE, maka ini membuat rakyat takut, 'masa bodoh', 'cuek', dan lelah," urai Gde Siriana.

 

Kondisi ini kian diperburuk dengan fungsi DPR RI yang tidak berjalan efektif sebagai pengontrol dan pengkritik kebijakan pemerintah.

 

"Seharusnya DPR aktif mengkritisi dengan menyuarakan kepentingan rakyat. Bukan membawa kepentingan segelintir elite partai dengan menjadi bagian dari carut-marutnya pemerintahan ini," demikian Gde Siriana. (*)




Jakarta, SN – Ketua Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (WP KPK) Yudi Purnomo menyesalkan adanya laporan terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan.

 

Pelaporan oleh DPP Pemuda, Pelajar dan Mahasiswa Mitra Kamtibmas (PPMK) kepada aparat kepolisian itu ditujukan diajukan kepada Novel.

 

Pelaporan itu dilakukan, karena Novel Baswedan mengkritik kasus meninggalnya Soni Ernata alias Maaher At Thuwailibi melalui akun media sosial Twitter. Kritik itu dijukan, karena mendiang Ustaz Maaher meninggal di Rutan Bareskrim Mabes Polri.

 

“Saya menyayangkan adanya laporan terhadap penyidik senior KPK tersebut. Apalagi pemerintah sendiri sudah menyatakan terbuka atas kritik,” kata Yudi dalam keterangannya, Kamis (11/2/2021).

 

Yudi menegaskan, Novel tidak terpengaruh mengenai laporan tersebut. Dia menegaskan, hingga hari ini Novel masih seperti biasa bertugas di KPK.

 

“Bang Novel sendiri tidak terpengaruh dengan laporan tersebut. Tadi beliau masih bekerja memimpin satgasnya mengungkap kasus korupsi yang mereka tangani,” tegas Yudi.

 

Sementara itu, Novel Baswedan enggan merespon pelaporan yang dilayangkan kepada aparat kepolisian lantaran mengkritik meninggalnya Ustad Maaher di dalam Rutan Bareskrim Polri. “Enggak ada respon, itu ada-ada aja,” sesal Novel.

 

Dalam cuitannya di akun media sosial Twitter, Novel Baswedan menyampaikan duka cita atas meninggalnya Soni Ernata alias Maaher At Thuwailibi pada Senin (8/2) malam.

 

“Innalilli Wainnailaihi Rojiun. Ustadz Maaher meninggal dunia di rutan Polri,” kata Novel Baswedan dalam kicauannya di akun media sosial miliknya @nazaqistsha, Selasa (9/2/2021).

 

Novel mempertanyakan sikap Polri yang memaksakan untuk menahan Maaher At Thuwailibi. Terlebih dia sedang menderita penyakit.

 

“Padahal kasusnya penghinaan, ditahan, lalu sakit. Orang sakit kenapa dipaksakan ditahan?,” cetus Novel.

 

Lantas Novel meminta Polri untuk tidak berlebihan. Meski memang statusnya sudah menyandang sebagai tersangka.

 

“Aparat jangan keterlaluanlah, apalagi dengan ustadz, ini bukan sepele lho,” tandas Novel. (*)

 



Jakarta, SN – Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko memastikan pemerintah tidak akan menangkap warga yang melaporkan masalah pelayanan publik.

 

"Saya pastikan kalau anda lapor tidak akan kami tangkap. Jadi jangan ragu-ragu. Silakan gunakan sarana itu dengan sebaik-baiknya," kata Moeldoko dalam acara Kantor Staf Presiden (KSP) Mendengar melalui kanal Youtube pada Kamis (11/2).

 

Menurut Moeldoko, KSP melakukan langkah-langkah untuk menyelesaikan laporan tersebut dengan cepat.

 

"Demikian juga kalau ada kesalahan dari kami. Hal-hal yang belum memuaskan saya mohon maaf, tapi sekali lagi setidaknya kami mendengar keluhan Anda," ujar Moeldoko.

 

Sambung Moeldoko lagi, ia mengatakan bahwa masyarakat bisa menggunakan laman lapor.go.id untuk menyampaikan persoalannya, "Kepada siapa pun dapat menyampaikan di lapor.go.id," ujar Moeldoko.

 

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meminta masyarakat lebih aktif menyampaikan kritik terhadap kinerja Pemerintah untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik.

 

"Masyarakat harus lebih aktif menyampaikan kritik, masukan atau potensi maladminstrasi dan pelayanan publik harus terus meningkatkan upaya perbaikan-perbaikan," kata Presiden Jokowi dalam Peluncuran Laporan Tahunan Ombudsman RI Tahun 2020 pada 8 Februari 2021. (*)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.