Latest Post



Jakarta, SN – Ada peran komprador politik yang bermain di tengah gonjang-ganjing perpolitikan Indonesia. Komprador politik ini disinyalir sengaja 'dipesan' oleh elite politik untuk membuat sebuah pertarungan opini publik.

 

"Selama ada permintaan dari sisi elite yang membutuhkan, tujuan dari pertarungan opini publik ini demi memuluskan niat pelaku politik di tingkat implementatif," kata pengamat politik dari Lembaga Kajian Studi Masyarakat dan Negara (Laksamana), Samuel F Silaen kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (10/2).

 

Saat opini publik dipenuhi oleh polemik, kata dia, menandakan adanya agenda yang belum tuntas dicapai. Pertarungan opini publik pun akan terus dimainkan demi meraih kekuasaan yang sedang dirancang oleh kelompok elite tertentu.

 

"Ini agenda settingan politik dalam rangka menjegal atau mematahkan langkah konservatif penguasa yang tak mau 'diajak' bersama-sama," beber Silaen.

 

Ia menjelaskan, panggung belakang politik akan terus bergerilya untuk mendapatkan pengaruhnya demi memuluskan tujuan mereka.

 

"ini sama halnya buzzerRp dimainkan. Terkadang orang atau tokoh yang punya pengaruh di-endorsement guna memancing huru-hara perdebatan di kalangan masyarakat. Hal ini biasa terjadi demi kepentingan kekuasaan politik yang ingin diraih," jelas Silaen.

 

Pertarungan opini publik, kata dia, bagaikan dua kutub yang sedang unjuk gigi dari kelompok tertentu yang sedang meramu jurus-jurus apiknya untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah atau penguasa.

 

Yang jadi pertanyaan saat ini, kata Silaen, ke mana arah dan akhir dari perdebatan elite tersebut. Hal ini patut diperhatikan agar publik tidak terjebak dalam pusaran permainan yang sedang dijalankan.

 

Di saat banyak opini liar publik diaduk-aduk secara bersamaan, banyak orang lupa dengan agenda yang sesungguhnya terjadi di tengah masyarakat.

 

"Hampir tak ada agenda yang kebetulan terjadi. Elite politik sedang mencari jalan untuk memuluskan agenda lewat panggung belakang untuk menekan penguasa. Tujuannya agar ide dan gagasannya dipertimbangkan sebagai bagian dari kompromi politik yang akan disepakati bersama," urainya.

 

"Di akhir polemik yang kencang itu, akan berakhir dengan agenda politik bargaining untuk win-win solution dari masing-masing kelompok yang sedang mengincar tujuan permainan politik yang sedang ditabuh kelompok tertentu tersebut," tandasnya. (*)




Jakarta, SN – Tim Kuasa Hukum almarhum Ustadz Maaher At-Thuwailibi bakal membuat pelaporan ke Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri, Komnas HAM, dan Komisi III DPR RI. Mereka mencium adanya dugaan pengabaian terhadap kondisi kesehatan Maaher selama ditahan di Ruang Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri.

 

Salah satu tim kuasa hukum, Novel Bamukmin mengatakan bahwa pihaknya bakal menjalankan rapat koordinasi untuk menyiapkan pelaporannya tersebut.

 

"Kita akan usut tuntas untuk diduga kematian Ustadz Maher yang tidak wajar ini baik ke Propam, Komnas HAM dan juga Komisi III DPR RI," kata Novel saat dihubungi Suara.com, Rabu (10/11/2021).

 

Novel menjelaskan bahwa pihak kepolisian harus bisa memberikan tanggung jawabnya atas kematian Maaher. Menurutnya, apabila Maaher dinyatakan dalam kondisi sakit, maka seharusnya pihak kepolisian melakukan penanganan akan kesehatannya.

 

Salah satu yang dikritik olehnya ialah soal penempatan ruangan tahanan Maaher. Apabila disebut oleh pihak kepolisian bahwa penyakit yang diderita Maaher sensitif, maka menurutnya harus dirawat di ruangan isolasi khusus.

 

"Kenapa kalau memang menderita penyakit sensitif justru pelayanan medis yang benar diabaikan dengan tidak mengisolasi almarhum Ustaz Maaher ditempat isolasi khusus agar dapat ditangani secara khusus juga," ujarnya.

 

"Dengan begitu kalau terbukti ada upaya pembiaran atau sengaja menelantarkan orang sakit dan ini jelas melanggar ketetapan hukum yang berlaku," sambungnya.

 

Di samping pelaporan, Novel juga meminta kepada tim kedokteran RS Polri untuk memberikan keterangan yang benar serta bisa mempertanggungjawabkannya, "Siap dipertanggungjawabkan atas nama kedokteran bukan berdasarkan kepentingan politik." (*)




Jakarta, SN – Tim kuasa hukum aktivis Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) menyebut adanya kejanggalan dalam penangkapan Syahganda Nainggolan oleh pihak kepolisian. Hal itu disampaikan kuasa hukum Syahganda, Abdullah Al-Katiri usai menjalani sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Depok, Jawa Barat, Rabu (10/2).

 

Adapun sidang hari ini menghadirkan saksi dari pihak kepolisian yang menjelaskan proses penangkapan Syahganda.

 

"Dia menceritakan penangkapan dan sebagainya. Tapi banyak yang janggal karena tidak sama dengan yang di-BAP," ujar Abdullah, Rabu (10/2).

 

Kejanggalan yang dimaksud adalah perbedaan waktu saat kejadian dengan yang ada di berita acara pemeriksaan (BAP) di Kepolisian. Abdullah juga mempersoalkan terkait dua alat bukti untuk menangkap Syahganda.

 

"Bahwa apakah sudah dua alat bukti pada saat menangkap dan sebagainya, dia (saksi) tidak tahu dan dia hanya diperintahkan untuk menangkap," kata Abdullah.

 

Abdullah juga menjelaskan terkait perdebatan yang terjadi di persidangan soal waktu jarak penangkapan. Ia mengurai, saksi menjelaskan selesai memeriksa Syahganda jam tiga subuh dan langsung dilakukan berita acara pemeriksaan (BAP).

 

"Syahganda ditangkap jam 03.50, berarti hanya ada (membutuhkan) waktu 50 menit (untuk pemeriksaan dan BAP). Saya tanya, ternyata mereka ke rumah Ibunya Syahganda di Tebet dulu, setelah di sana ternyata (Syahganda) enggak ada, baru ke Depok," sambungnya.

 

Tak hanya itu, Abdullah turut mempersoalkan adanya penyitaan barang-barang pribadi Syahganda saat penangkapan berlangsung.

 

"Kesimpulannya kalau menyita berarti Syahganda sudah tersangka. Barang bukti apa yang dipakai untuk nyita itu? Kan harus diketahui dulu, kok tiba-tiba sudah ditangkap," heran Abdullah.

 

Berdasarkan Pasal 184 Ayat 1 KUHAP, kata dia, dijelaskan bahwa harus adanya dua alat bukti untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka.

 

"Padahal masih ada satu alat bukti, yaitu keterangan saksi, padahal syaratnya harus dua alat bukti," pungkasnya. (rmol)




Jakarta, SN – Novel Bamukmin, salah satu tim kuasa hukum Ustadz Maaher At-Thuwailibi menduga ada unsur kesengajaan dari pihak kepolisian mengabaikan almarhum dalam kondisi sakit di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri. Terlebih ia menyebut sempat ditolak pihak kepolisian saat hendak menjenguk Maaher.

 

Novel menduga polisi sengaja tidak menangani penyakit Maaher untuk tujuan tertentu. Apalagi tim kuasa hukum sudah tiga kali mengajukan penangguhan penahanan.

 

"Diduga ada unsur kesengajaan untuk 'dihabisi' karena sudah tiga kali kami ajukan penangguhan penahanan dan juga pembantaran," kata Novel kepada Suara.com, Rabu (10/2/2021).

 

Di sisi lain, Novel mengungkapkan bahwa pihak keluarga beserta dirinya pernah mencoba untuk menjenguk almarhum di dalam rutan, namun ditolak oleh petugas kepolisian.

 

"Lebih menyakitkan saya bersama istri dan anak-anak almarhum ustaz Maaher ditolak untuk menjenguk beliau," ujarnya.

 

Harapan menjenguk pupus, Novel baru bisa melihat Maaher setelah dinyatakan meninggal dunia dan tengah dimandikan di RS Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur.

 

"Saya baru liat ustaz Maaher sudah terbaring kaku di RS Polri ketika akan dimandikan dengan kondisi memprihatinkan," tuturnya.

 

Ustadz Maaher ditahan di rumah tahanan Bareskrim Polri sejak 4 Desember 2020 setelah ditetapkan menjadi tersangka kasus unggahan penghinaan terhadap Habib Luthfi melalui akun media sosial Twitter @ustadzmaaher_

 

Di tahanan, Ustadz Maaher pernah mengeluh sakit, kemudian petugas rutan termasuk tim dokter membawanya ke RS Polri Said Soekanto Jakarta Timur untuk mendapatkan perawatan medis.

 

"Setelah diobati dan dinyatakan sembuh, yang bersangkutan dibawa lagi ke rutan Bareskrim," kata Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Raden Prabowo Argo Yuwono beberapa waktu lalu.

 

Dalam laporan Suara.com kemarin disebutkan, Argo tidak menjelaskan penyakit Ustadz Maaher dengan alasan etis.

 

"Saya tidak bisa menyampaikan sakitnya apa karena ini adalah sakit yang sensitif ya. Ini bisa berkaitan dengan nama baik keluarga almarhum. Jadi kita tidak bisa menyampaikan secara jelas dan gamblang sakitnya apa. Karena penyakitnya sensitif," ujar Argo.

 

Tetapi Argo menunjukkan bukti surat berisi rekam medis Ustadz Maaher dalam konferensi pers itu dengan tidak menjelaskan detailnya.

 

"Yang terpenting bahwa dari keterangan dokter dan dari perawatan-perawatan yang ada bahwa saudara Soni Eranata ini sakit. Sakitnya sensitif yang bisa membuat nama baik keluarga juga bisa tercoreng kalau kami sebutkan di sini," katanya.

 

Sementara menurut penjelasan kuasa hukum Ustadz Maaher, Novel Bamukmin, sebelum meninggal dunia, kliennya menderita radang usus akut dan penyakit kulit.

 

"Sakit radang usus akut dan penyakit kulit karena alergi cuaca dan penanganan medis yang buruk. Bahkan ketika kami ajukan penangguhan ditolak terus dengan begitu saya selaku kuasa hukum menyesalkan kejadian itu," kata Novel. (*)




Jakarta, SN – Walikota Solo terpilih, Gibran Rakabuming Raka diyakini sebagai sosok terberat Anies Baswedan bila ingin meneruskan kepemimpinannya di DKI.

 

Menurut politisi yang juga Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu, Arief Poyuono ada beberapa faktor dirinya menempatkan Gibran sebagai lawan terberat Anies.

 

"Gibran jika maju jadi Cagub DKI Jakarta akan jadi lawan terberat Anies karena popularitasnya sangat tinggi. Siapa yang tidak kenal Gibran putra Jokowi?" kata Arief Poyuono kepada redaksi, Rabu (10/2).

 

Gibran juga dinilai masih memiliki waktu untuk belajar memimpin birokrasi pemerintahan pasca terpilih sebagai Walikota Solo. Bila kinerjanya bagus di Solo, bukan tidak mungkin putra sulung Jokowi itu mampu memimpin Jakarta.

 

"Dari sisi logistik, tentu saja Gibran akan punya lebih banyak dukungan saat maju Pilkada DKI Jakarta. Dipastikan semua parpol koalisi di pemerintahan Jokowi-Maruf Amin akan mengusung Gibran nantinya," sambung Arief.

 

Yang patut diwaspadai Anies maupun tokoh lain, genetik Gibran sebagai anak dari seorang presiden juga tak bisa diabaikan.

 

"Buah tidak akan jauh dari pohonnya. Artinya kemampuan leadership Jokowi pasti akan tidak jauh dengan Gibran, mungkin juga jauh lebih tinggi karena Gibran itu generasi milenial," tandasnya. (*)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.