Latest Post



Jakarta, SN  Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak nota keberatan atau ekesepsi Jumhur Hidayat terkait penangkapan dan penahanan. Hakim berpandangan, penangkapan dan penahanan yang dipersoalkan oleh tim kuasa hukum Jumhur merupakan ranah praperadilan.

 

"Penuntut umum telah mencantumkan dan menguraikan unsur-unsur pidana dalam surat dakwaan," ucap Hakim dalam sidang putusan sela di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (11/2).

 

Tim kuasa hukum Jumhur sebelumnya menyatakan penangkapan dan penahanan kliennya itu tidak sah dan dakwaan harus dibatalkan.

 

Menurut kuasa hukum, penangkapan Jumhur oleh pihak kepolisian pada 13 Oktober 2020 secara tiba-tiba itu tanpa menunjukkan surat perintah penangkapan dan tanda pengenal.

 

Selain itu, saat digelandang ke Bareskrim Jumhur masih dalam kondisi sakit pascaoperasi. Penetapan tersangka terhadap Jumhur pun dinilai tidak sesuai dengan prosedur karena tanpa penyelidikan.

 

Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyangkakan Jumhur telah menyebarkan berita bohong dan membuat onar lewat cuitannya terkait Omnibus Law Cipta Kerja.

 

Tweet Jumhur dianggap Jaksa memicu polemik di masyarakat yang memiliki dampak kepada unjuk rasa besar pada 8 Oktober 2020 di Jakarta dan berakhir ricuh.

 

Cuitan pertama yang menyulut penolakan masyarakat terhadap Undang-undang Cipta Kerja tersebut diunggah pada 25 Agustus 2020 sekitar pukul 13.15 WIB di rumah terdakwa, Cipete Utara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

 

Melalui akun @jumhurhidayat, dia mengunggah kalimat 'Buruh bersatu tolak Omnibus Law yg akan jadikan Indonesia menjadi bangsa kuli dan terjajah'. Kemudian, pada 7 Oktober 2020 Jumhur kembali mencuitkan hal senada yang menolak Undang-undang Cipta Kerja.

 

Dalam dakwaannya, JPU menjerat Jumhur Hidayat dengan pasal 14 ayat 1 subsider pasal 14 ayat 2 UU 1/1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana subsider pasal 15 UU 1/1946 dan pasal 45A ayat 2 junto pasal 28 ayat 2 UU 19/2016 Tentang Perubahan UU 11/2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). (rmol)




Jakarta, SN  Aksi makan bareng Natalius Pigai dengan Abu Janda alias Arya Permadi beberapa waktu lalu ternyata membuat kesal Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Haris Pertama. Haris adalah pelapor Abu Janda yang dianggap menghina Natalius Pigai.

 

Haris merasa kesal dengan sikap Natalius Pigai lantaran makan bareng dalam satu meja bersama Abu Janda yang di tengahi Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad.

 

Padahal kata dia, masyarakat Papua dan Pemuda Indonesia sudah membela Natalius Pigai atas ungkapan rasis dari Abu Janda yang menyebut evolusi Natalius Pigai.

 

Haris mengungkapkan kekesalannya itu, melalui unggahan tweet di akun twitternya @knpiharis.

 

Haris merasa heran dengan sikap Natalius Pigai yang selalu menentang soal rasisme terutama terhadap masyarakat Papua. Tetapi kemudian 'berdamai' dengan Abu Janda yang disebutnya sebagai si Rasis.

 

"Tweet kau di bawah ini selalu mengidentikkan saat kau di hina maka masyarakat Papua di hina... lalu saat kau sudah dibela sama masyarakat Papua dan Pemuda Indonesia... ehhh kau makan bersama dengan si Rasis. Ada apa ini kk manisss ??? “Pakai Tanda Tanya Lagi”," kata Haris dalam unggahannya dikutip Suara.com, Kamis (11/2/2021).

 

Unggahan tersebut, merupakan balasan dari salah satu unggahan tweet @NataliusPigai2 pada 25 Januari lalu.

 

“Seluruh kejahatan di Papua didasari oleh kebencian rasial. Jakarta hrs buka kran demokrasi dgn Rakyat Papua. Kalau tidak maka khawatir “instabilitas bisa terjadi karena konflik rasial di Papua. Sypembela kemanusiaan berkewajiban moral untuk ingatkan," isi tweet Natalius Pigai yanh dikomentari oleh Ketua KNPI Haris Pertama.

 

Tweet kekesalan Ketua KNPI Haris Pertama terhadap Natalius Pigai itu turut dikomentari para pengguna twitter lainnya.

 

Akun #RIP Indonesia Juatice# @D4D4NGLH yang mengatakan, bahwa jenis kalimat 'evolusi' hanya untuk binatang.

 

"Bang @NataliusPigai2 bilang kalimat abu Janda : ".... sudah selesai evolusinya ?" Adalah kalimat tanya yg tdk bisa dijerat hukum, padahal jelas kalimat evolusi hanya untuk binatang seperti ulat jadi kupu kupu itu ber-evolusi berubah bentuk dari merayap jadi terbang, ini misal..!," tulisnya.

 

Pengguna lainnya, dengan akun Abah Nurbuat @AbahNurbuat007 menganggap, mental Natalius Pigai tak sekuat dengan fisiknya.

 

"Mungkin mentalnya tidak sekuat fisiknya..walau sudah di hina di sandingkan dengan gambar monyet dll..tapi itulah kenyataannya..bisa2 mungkin jadi akan bersebrangan dengan ribuan orang2 yang telah mati matian membelanya..hanya demi kepentingan pribadinya..itulah @NataliusPigai2," cuitnya dikutip Suara.com, Kamis (11/2/2021).

 

Sementara akun twitter Baitul Atiq @baitulatiq menyayangkan, Natalius Pigai makan bareng bersama Abu Janda hanya sendiri tanpa negajak perwakilan-perwakilan Papua lainnya.

 

"Mbok ya diajak makan gak sendiri-sendiri,perwakilan-perwakilan Papua juga diajak makan biar adem.. giliran diajak makan sendirian nggak ngajak yg lain,giliran dihina trusan ngajak-ngajak," singgungnya.

 

Sebelumnya, Haris sudah mengomentari foto Natalius Pigai yang duduk dan makan bareng bersama Abu Janda ditemani Wakil Ketua DPR RI Sufi Dasco Ahmad itu.

 

Haris pun menilai, ributnya dua orang itu hanya dijadikan sebagai sebuah dagelan.

 

"Aneh sekali saya lihat foto ini. Seakan2 keributan yang mereka buat di media sosial menjadi bahan dagelan. Sekarang ???," tulis Haris dalam cuittannya, dikutip Suara.com, Senin (8/2/2021).

 

Ribut-ribut Arya Permadi dengan Eks Komisioner HAM Natalius Pigai diduga bermula ketika Pigai terlibat argumentasi dengan Hendropriyono.

 

Abu Janda melalui akun twitternya @permadiaktivis1 membela Hendropriyono dari Natalius Pigai. Kala itu, Abu Janda turut menannyakan kapasitas pigai bersebat dengan Hendropriyono. Dia menannyakan kepada Pigai apakah sudah 'berevolusi'.

 

Akibat tweet terrsebut, Abu Janda kemudian dipolisikan oleh DPP KNPI lantaran kata 'evolusi' tersebut patut diduga mengandung ujaran kebencian. Laporan DPP KNPI itu telah terdaftar dengan Nomor: LP/B/0052/I/Bareskrim tertanggal 28 Januari 2021.

 

"Kata-kata evolusi itulah yang jadi garis bawah bagi kami untuk melaporkan akun @permadiaktivis karena diduga telah menyebarkan ujaran kebencian," jelas Ketua Bidang Hukum DPP KNPI Medya Rischa Lubis di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (28/1/2021). [sc]




Jakarta, SN  Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengkritik pernyataan Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang meminta masyarakat aktif mengkritik pemerintah, sementara situasi menunjukkan kebebasan sipil terancam dengan maraknya kasus pelaporan hingga penangkapan aktivis.

 

"Ironis. Pernyataan tersebut justru menunjukkan presiden tidak memperhatikan situasi dan kondisi penyusutan kebebasan sipil yang ditunjukkan dengan serangkaian pelaporan (sampai dengan penangkapan) kepada individu yang sedang menggunakan hak konstitusionalnya untuk menyeimbangkan diskursus negara," ujar Peneliti Kontras, Rivanlee Anandar saat dihubungi Tempo, Rabu, 10 Februari 2021.

 

Mereka yang mengkritik pemerintah, lanjut Rivan, terancam berujung pada kasus hukum dengan dalih melanggar Undang-undang No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

 

"Jikalau benar Presiden menginginkan kritik, beri dan jamin ruangnya dari ancaman pasal karet yang ada selama ini. Ia bisa memulainya dengan bertanggung jawab kepada orang-orang yang menjadi korban pembatasan kebebasan sipil, baik karena surat telegram Kapolri maupun UU ITE," ujar Rivan.

 

Catatan KontraS, hingga Oktober 2020, ada sebanyak 10 peristiwa dan 14 orang yang diproses karena mengkritik Presiden Jokowi. "Lalu 14 peristiwa, 25 orang diproses dengan objek kritik Polri, dan 4 peristiwa dengan 4 orang diproses karena mengkritik Pemda. Mereka diproses dengan penggunaan surat telegram Polri maupun UU ITE," ujar Rivan.

 

Jurnalis Dandi Dwi Laksono, misalnya, salah satu yang pernah ditangkap dengan jeratan pasal pidana dari UU ITE terkait cuitan tentang Papua di Twitter pada 2019 silam. Jeratan UU ITE juga sempat dialami aktivis Ravio Patra dengan tuduhan mengajak orang lain melakukan penjarahan nasional pada 30 April. Saat itu, buruh dan mahasiswa berencana demonstrasi menolak RUU Cipta Kerja pada 30 April. Demonstrasi batal usai kejadian itu.

 

Berbagai ancaman terhadap kebebasan berpendapat yang membayangi, juga menimbulkan kekhawatiran ekonom Kwik Kian Gie. Kwik bahkan membandingkan kondisi saat ini dengan Orde Baru. Pada rezim yang terkenal otoriter itu, ia mengaku masih bisa leluasa menyampaikan kritik via media massa. Namun saat ini, ia takut melakukan hal itu.

 

"Saya belum pernah setakut saat ini mengemukakan pendapat yang berbeda dengan maksud baik memberikan alternatif. Langsung saja di-buzzer habis-habisan, masalah pribadi diodal-adil," ucap Kwik di akun Twitter @kiangiekwik.

 

Sebelumnya, Presiden Jokowi meminta masyarakat lebih aktif mengkritik pemerintah sebagai bagian dari proses untuk mewujudkan pelayanan publik yang lebih baik. "Masyarakat harus lebih aktif menyampaikan kritik masukan ataupun potensi maladministrasi dan para penyelenggara pelayanan publik juga harus terus meningkatkan upaya-upaya perbaikan perbaikan," kata Jokowi, Senin lalu.

 

Sehari setelah pernyataan Jokowi itu, Sekretaris Kabinet, Pramono Anung mengatakan bahwa kritik, saran, dan masukan itu seperti jamu yang menguatkan pemerintah. "Kami memerlukan kritik yang terbuka, kritik yang pedas, kritik yang keras, karena dengan kritik itulah pemerintah akan membangun lebih terarah dan lebih benar,” ujar Pramono dalam rangka peringatan Hari Pers Nasional, kemarin. []




Jakarta, SN –  DPP Pemuda, Pelajar dan Mahasiswa Mitra Kamtibnas (PPMK) akan melaporkan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan ke Bareskrim Mabes Polri dan Dewan Pengawas KPK, Kamis (11/2/2021) siang nanti.

 

Novel Baswedan dilaporkan karena diduga menyebarkan hoaks, provokasi dan mendiskreditkan institusi Polri.

 

Wakil Ketua Umum DPP PPMK Joko Priyoski mengatakan, pelaporan bermula dari cuitan Novel melalui akun Twitter @nazaqistha pada 9 Februari 2021. Dalam cuitannya tersebut, Novel mengomentari soal meninggalnya Ustadz Maaher At-Thuwailibi di dalam Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri.

 

Dalam cuitannya, Novel mempertanyakan soal kondisi Maaher yang tetap ditahan polisi padahal tengah dalam kondisi sakit. Ia meminta kepada pihak kepolisian untuk tidak keterlaluan.

 

"DPP Pemuda, Pelajar dan Mahasiswa Mitra Kamtibmas (PPMK) besok Kamis akan menyampaikan laporan dan pengaduan ke Bareskrim Mabes Polri terkait ujaran berita bohong Novel Baswedan di cuitan twitter @nazaqistha yang telah menyebarkan hoaks, provokasi dan mendiskreditkan institusi Polri sebagai aparat penegak hukum," kata Joko kepada Suara.com, Rabu (10/2/2021) malam.

 

Joko juga menilai kalau cuitan Novel itu memprovokasi publik dengan ujaran hoaks dan provokasi. Dalam pelaporannya nanti, Joko bakal membawa barang bukti berupa cetakan potongan cuitan Twitter Novel.

 

Pihaknya menduga Novel melanggar Pasal 14 dan 15 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945.

 

"Kita laporkan dia ke Dewan Pengawas KPK karena bukan kewenangan Novel Baswedan sebagai penyidik senior KPK untuk mengomentari soal kematian Ustaz Maheer apalagi dengan ujaran yang bersifat provokasi dan membuat gaduh."

 

Sebelumnya, Novel mengomentari sebuah artikel berita yang menuliskan soal meninggalnya Ustaz Maaher. Ia mengkritik pihak kepolisian karena tetap menahan Maaher padahal kesehatannya tengah terganggu.

 

"Innalillahi Wainnailaihi Rojiun. Ustadz Maaher meninggal di rutan Polri. Padahal kasusnya penghinaan, ditahan, lalu sakit. Orang sakit, kenapa dipaksakan ditahan? Aparat jangan keterlaluanlah.. Apalagi dengan Ustaz. Ini bukan sepele loh...," cuit Novel.




Jakarta, SN – Dari analisa terhadap latar belakang, isi dan akibat SKB 3 Menteri itu, jelas sekali bahwa SKB 3 Menteri tersebut merupakan produk instant dan "separuh masak". Bukan hanya itu, bahkan terkesan ada ketidaknyamanan terhadap apa yang berlaku di tengah umat Islam khususnya di Ranah Minang, Rabu, 28 Jumadil Akhir 1442 H / 10 Februari 2021 M

 

Bila ini dibiarkan, maka bisa merubah tampilan masyarakat Minangkabau dan membuat surut ke belakang. Karena sudah berada di jalan yang benar dan harus bertahan walau apapun resikonya.

 

"MUI Sumbar akan terus menggalang kekuatan umat di Ranah Minang agar  Adaik Basandi Syara' - Syara' Basandi Kitabullah - Adaik Bapaneh Syara' Balinduang - Syara' Mangato Adaik Mamakai", Ungkap ketua MUI Sumbar,  H. Gusrizal Gazahar Lc, M.Ag

 

Tidak hanya menjadi slogan tapi memang menjadi pakaian masyarakat Minangkabau dalam seluruh sisi kehidupan. Dan kemudian, sekali lagi Ketua MUI Sumbar yang juga bergelar Datuk Palimo Baso mengingatkan bahwa menjaga kehormatan Bundo Kanduang, "Calon Bundo Kanduang menjadi tanggung jawab setiap anak Minangkabau," terangnya. (*)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.