Latest Post



Jakarta, SN – Novel Bamukmin, salah satu tim kuasa hukum Ustadz Maaher At-Thuwailibi menduga ada unsur kesengajaan dari pihak kepolisian mengabaikan almarhum dalam kondisi sakit di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri. Terlebih ia menyebut sempat ditolak pihak kepolisian saat hendak menjenguk Maaher.

 

Novel menduga polisi sengaja tidak menangani penyakit Maaher untuk tujuan tertentu. Apalagi tim kuasa hukum sudah tiga kali mengajukan penangguhan penahanan.

 

"Diduga ada unsur kesengajaan untuk 'dihabisi' karena sudah tiga kali kami ajukan penangguhan penahanan dan juga pembantaran," kata Novel kepada Suara.com, Rabu (10/2/2021).

 

Di sisi lain, Novel mengungkapkan bahwa pihak keluarga beserta dirinya pernah mencoba untuk menjenguk almarhum di dalam rutan, namun ditolak oleh petugas kepolisian.

 

"Lebih menyakitkan saya bersama istri dan anak-anak almarhum ustaz Maaher ditolak untuk menjenguk beliau," ujarnya.

 

Harapan menjenguk pupus, Novel baru bisa melihat Maaher setelah dinyatakan meninggal dunia dan tengah dimandikan di RS Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur.

 

"Saya baru liat ustaz Maaher sudah terbaring kaku di RS Polri ketika akan dimandikan dengan kondisi memprihatinkan," tuturnya.

 

Ustadz Maaher ditahan di rumah tahanan Bareskrim Polri sejak 4 Desember 2020 setelah ditetapkan menjadi tersangka kasus unggahan penghinaan terhadap Habib Luthfi melalui akun media sosial Twitter @ustadzmaaher_

 

Di tahanan, Ustadz Maaher pernah mengeluh sakit, kemudian petugas rutan termasuk tim dokter membawanya ke RS Polri Said Soekanto Jakarta Timur untuk mendapatkan perawatan medis.

 

"Setelah diobati dan dinyatakan sembuh, yang bersangkutan dibawa lagi ke rutan Bareskrim," kata Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Raden Prabowo Argo Yuwono beberapa waktu lalu.

 

Dalam laporan Suara.com kemarin disebutkan, Argo tidak menjelaskan penyakit Ustadz Maaher dengan alasan etis.

 

"Saya tidak bisa menyampaikan sakitnya apa karena ini adalah sakit yang sensitif ya. Ini bisa berkaitan dengan nama baik keluarga almarhum. Jadi kita tidak bisa menyampaikan secara jelas dan gamblang sakitnya apa. Karena penyakitnya sensitif," ujar Argo.

 

Tetapi Argo menunjukkan bukti surat berisi rekam medis Ustadz Maaher dalam konferensi pers itu dengan tidak menjelaskan detailnya.

 

"Yang terpenting bahwa dari keterangan dokter dan dari perawatan-perawatan yang ada bahwa saudara Soni Eranata ini sakit. Sakitnya sensitif yang bisa membuat nama baik keluarga juga bisa tercoreng kalau kami sebutkan di sini," katanya.

 

Sementara menurut penjelasan kuasa hukum Ustadz Maaher, Novel Bamukmin, sebelum meninggal dunia, kliennya menderita radang usus akut dan penyakit kulit.

 

"Sakit radang usus akut dan penyakit kulit karena alergi cuaca dan penanganan medis yang buruk. Bahkan ketika kami ajukan penangguhan ditolak terus dengan begitu saya selaku kuasa hukum menyesalkan kejadian itu," kata Novel. (*)




Jakarta, SN – Walikota Solo terpilih, Gibran Rakabuming Raka diyakini sebagai sosok terberat Anies Baswedan bila ingin meneruskan kepemimpinannya di DKI.

 

Menurut politisi yang juga Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu, Arief Poyuono ada beberapa faktor dirinya menempatkan Gibran sebagai lawan terberat Anies.

 

"Gibran jika maju jadi Cagub DKI Jakarta akan jadi lawan terberat Anies karena popularitasnya sangat tinggi. Siapa yang tidak kenal Gibran putra Jokowi?" kata Arief Poyuono kepada redaksi, Rabu (10/2).

 

Gibran juga dinilai masih memiliki waktu untuk belajar memimpin birokrasi pemerintahan pasca terpilih sebagai Walikota Solo. Bila kinerjanya bagus di Solo, bukan tidak mungkin putra sulung Jokowi itu mampu memimpin Jakarta.

 

"Dari sisi logistik, tentu saja Gibran akan punya lebih banyak dukungan saat maju Pilkada DKI Jakarta. Dipastikan semua parpol koalisi di pemerintahan Jokowi-Maruf Amin akan mengusung Gibran nantinya," sambung Arief.

 

Yang patut diwaspadai Anies maupun tokoh lain, genetik Gibran sebagai anak dari seorang presiden juga tak bisa diabaikan.

 

"Buah tidak akan jauh dari pohonnya. Artinya kemampuan leadership Jokowi pasti akan tidak jauh dengan Gibran, mungkin juga jauh lebih tinggi karena Gibran itu generasi milenial," tandasnya. (*)




Jakarta, SN – Mantan Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai, kembali menjadi sorotan. Sebelumnya, dia bertemu dengan Abu Janda dengan difasilitasi elite Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad.

 

Usai pertemuan, Pigai mengakui bahwa pernyataan Abu Janda memang rasis. Namun, karena posisinya bertanya maka tidak mungkin ada delik hukumnya.

 

Dia juga mengatakan Abu Janda yang ingin bertemu. Tidak mungkin baginya menolak.

 

Alasannya dia seorang pemimpin, intelektual yang sangat rasional. Apalagi dia bukan pelapor.

 

Kini, Pigai kembali mengeluarkan statement di Twitter lewat akunnya, @NataliusPigai2. Dia menyatakan bahwa produsen kejahatan ada dalam lingkaran kekuasaan bukan orang biasa.

 

Karena itu, dia tidak pernah berniat memenjarakan orang hanya karena kekerasan verbal padanya. Baginya, rasisme harus lawan tetapi dengan akal sehat, bukan emosional.

 

Cuitannya itu lantas diserbu netizen. Banyak dari mereka yang melontarkan kritikan tajam.

 

"Setuju akal sehat harusnya digunakan sebelum bertindak Pace, pace bisa berfikir apa yang akan terjadi pada opini masyarakat yang mendambakan keadilan dalam penindakan hukum. Pace sebetulnya cukup diam saja, klo pun mau memaafkan, gak usahlah berpamer ria foto bersama," tulis @xuratama·

 

"Ironis memang,  di satu sisi beliau merasa pemimpin bagi org kecil dan mjd simbol perlawanan terhadap HAM tapi disisi yg lain beliau jg melindungi org yg sudah menyakiti banyak org kecil," lanjut @JelekJorok.

 

"Coba bandingkan dengan apa yang terjadi pada Ust. Maher, ragara kasus verbal (cuitan di dunia maya) nasib tragis menimpa beliau, meninggal dalam tahanan. (Innalillahi wa inna ilaihi rajiun, al-fatihah..)," tulis @xuratama lagi.

 

Ada pula netizen yang mengatakan bahwa Pigai adalah orang baik. Namun, dia tampak menyesalkan pertemuan dengan Abu Janda.

 

"Pak Pigai mmg orang baik...namun pertemuan dg abu janda,seolah mematahkan perjuangan masyarakat dlm memerangi rasisme dan pemecah belah anak bangsa yg dilakukan buzzerp" peliharaan kakak pembina!" tulis @DsSupriyady.



 

Jakarta, SN – Dalam rapat paripurna Sidang Paripurna ke-13 Masa Sidang III Tahun Sidang 2020-2021, anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Al Muzzamil Yusuf juga menyinggung tentang aktivis media sosial (medsos) Permadi Arya atau Abu Janda.

 

Adapun yang disoriti oleh Muzzamil mengenai pengakuan Abu Janda yang 2018 lalu sempat menyebut adalah seorang tim sukses Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk Pilpres 2019 sebagai influncer.

 

"Abu Janda mengaku dibayar dengan nominal besar tanpa menyebut jumlahnya. Pertanyaan kami untuk klarifikasi kepada publik, apakah Permadi Arya dibayar dengan anggaran APBN?” kata Muzzamil di ruang rapat paripurna, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/2/2021).

 

Dia melanjutkan, bila benar Abu Janda merupakan influencer dari pemerintah, maka kenapa hingga saat ini tetap dipertahankan.

 

Apalagi, kata dia, Abu Janda sudah kelewatan batas dengan bersikap rasis terhadap mantan Komisoner Komnas HAM Natalius Pigai dan kemudian cuitan mengenai Islam Arogan.

 

"Karena komentarnya menjurus pada tuduhan rasis dan penistaan agama. Dugaan rasis terhadap Natalius Pigai, dan terkait isu agama," tutur dia.

 

Seperti diketahui, Abu Janda dilaporkan ke Bareskrim Polri karena cuitannya di media sosial. Dia dituding mengucapkan kalimat mengandung rasis yang ditujukan ke Natalius Pigai.

 

Abu Janda kembali membuat heboh dunia maya.  Dalam akun media sosial twitternya Abu Janda mencuitkan bahwa agama Islam adalah agama yang arogan di Indonesia. Dia mengatakan Islam sebagai agama pendatang dari Arab. []




Jakarta, SN – Salah satu pengacara Ustaz Maaher, Novel Bamukmin, mempersilahkan Polri membeberkan penyakit yang diderita kliennya itu. Polisi menyebut Maaher menderita penyakit sensitif.

 

Namun, penyakit yang diklaim sensitif itu perlu dipertanggungjawabkan secara medis oleh pihak Mabes Polri.

 

“Silahkan saja dibuka, namun harus bisa memberikan tanggungjawab. Kenapa? Kalau memang menderita penyakit sensitif justru pelayanan medis yang benar-benar diabaikan,” kata Novel saat dihubungi Pojoksatu.id, Rabu (10/2/2021).

 

Anak buah Habib Rizieq ini mempertanyakan keseriusan Polri menangani penyakit yang diderita kliennya, bila memang diklaim penyakit kliennya itu penyakit sensitif.

 

“Kenapa tidak mengisolasi almarhum Ustaz Maaher di tempat isolasi khusus agar dapat ditangani secara khusus juga,” ujarnya.

 

“Dengan begitu kalau terbukti ada upaya pembiaran atau sengaja menelantarkan orang sakit dan ini jelas melanggar ketetapan hukum yang berlaku,” tegas Novel.

 

Sebelumnya, Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono mengungkapkan, Ustaz Maaher At-Tahuwailibi meninggal dunia murni karena menderita sakit sensitif.

 

Mengenai sakit sensitif yang dialami Maaher hingga mengakibatkannya meninggal dunia, Argo enggan menjelaskannya secara gamblang.

 

“Ini sakit meninggalnya, saya tidak bisa menyampaikannya sakit apa karena ini sakit yang sensitif,” kata Argo di Humas Polri, Jakarta Selatan, Selasa (9/2/2021).

 

Jendral bintang dua ini menyebut, bahwa sakit sensitif yang diderita Ustaz Maaher itu sakit yang bisa mencemarkan nama baik keluarga korban.

 

“(Sakitnya) Ini berkaitan nama baik keluarga almarhum, jadi kita tidak bisa menjelaskan secara gamblang. Sakitnya apa,” ujarnya.

 

Ustaz Maaher At-Tahuwailibi alias Soni Ernata telah meninggal dunia di rutan Bareskrim Polri, Senin (8/2/2021).

 

Jenazah beliau dimakamkan di Pondok Pesantren Daarul Quran milik Ustaz Mansur di Cipondoh, Tangerang, Banten. Tepatnya disamping makam Syekh Ali Jaber. []


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.