Latest Post



Jakarta, SN – Puluhan mahasiswa asal Papua yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Anti Rasisme berunjuk rasa di depan Istana Negara, Jakarta Pusat. Unjuk rasa mereka dalam rangka menolak sikap rasis terhadap orang Papua yang masih saja terjadi.

 

Koordinator aksi Aliansi Mahasiswa Anti Rasisme Marianus Air menyampaikan, turunnya mereka ke lapangan ini merupakan klimaks dari perlakuan yang diterima oleh orang-orang Papua selama ini.

 

“Perlakuan rasis hampir dirasakan oleh setiap anak-anak Papua yang merantau keluar tanah Papua,” kata Marianus kepada wartawan di Jakarta, Rabu (10/2).

 

“Topik besar kita hari ini melawan rasisme,” tekan Marianus.

 

Ia membeberkan, perlakuan rasis kepada orang-orang Papua bukan saja dilakukan oleh Ambroncius Nababan dan Permadi Arya alias Abu Janda terhadap Natalius Pigai saja, melainkan pada 2019 terhadap mahasiswa asal Papua yang dikatakan binatang sehingga memicu konflik.

 

“Masyarakat Asli Papua sering mendapatkan serangan rasisme yang membabi buta. Rasisme ini dilakukan secara struktural dan tersistematis oleh elit pemerintahan maupun masyarakat luas di Indonesia,” sesalnya.

 

Disisi lain, Marianus berpendapat, pertemuan antara Permadi Arya dengan Natalius Pigai tidak serta merta mengobati sakit hati orang-orang Papua dengan tindakan rasis. Karena menurutnya, stigma terhadap orang Papua pada umumnya dikatakan belum selesai berevolusi dinilai sangat merendahkan.

 

“Urusan mereka berdua selesai silahkan, tapi urusan kita menuntut kepada negara agar menegakan hukum seadil-adilnya terhadap mereka pelaku-pelaku rasisme,” pungkas Marianus. (*)




Jakarta, SN – Mantan Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai dicurigai "masuk angin" karena sikapnya yang berubah alias inkonsistensi.

 

Begitu yang disampaikan oleh pakar politik dan hukum Universitas Nasional Jakarta, Saiful Anam atas sikap Pigai yang bertemu dengan Permadi Arya alias Abu Janda, dan menyebut bahwa dugaan rasialisme yang dilakukan Abu Janda tidak bisa dikenakan delik hukum.

 

"Saya curiga jangan-jangan Pigai 'masuk angin'. Saya melihat Pigai selama ini konsisten, tapi kok sekarang menunjukkan sikap inkonsistensi," ujar Saiful kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (10/2).

 

Padahal, dia menganggap bahwa Pigai merupakan tokoh nasional asal Papua yang memiliki rekam jejak baik, dan pernyataannya selalu didengar oleh publik.

 

"Tapi kok saat ini berubah? Saya mencurigai memang ada skenario untuk membungkam Pigai dengan skema tertentu, sehingga ia berubah 360 derajat dalam waktu yang tidak cukup lama," pungkas Saiful.

 

Natalius Pigai mengaku menerima permintaan pertemuan dengan Permadi Arya alias Abu Janda, Senin malam (8/2). Dalam pertemuan meraka hadir Wakil Ketua DPR sekaligus politisi Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad.

 

Pigai mengatakan, dalam pertemuan tersebut Abu Janda menjelaskan soal "evolusi" yang dilontarkan melalui cuitan. Pigai menyadari konten yang diunggah Abu Janda memang mengandung unsur rasialisme. Kendati demikian, cuitan Abu Janda dibarengi dengan pertanyaan, sehingga tidak terpenuhi unsur pidananya.

 

Sebelumnya, Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) melaporkan Abu Janda ke Bareskrim Polri, Kamis (28/1). Permadi dilaporkan dengan dugaan ujaran rasialisme lewat akun Twitter-nya terhadap Natalius Pigai. []




Jakarta, SN – Setiap prestasi yang diukir pemerintah pasti akan dikenang oleh rakyatnya. Begitu juga jika pemerintahan tersebut tidak memiliki keberhasilan, maka ingatan buruk yang akan disimpan publik.

 

Kini legasi kepemimpinan Presiden Joko Widodo mulai dipertanyakan. Terlebih mantan gubernur DKI Jakarta itu sudah memasuki periode kedua.

 

Salah satu yang khawatir pemerintahan Jokowi akan dikenang buruk oleh rakyat adalah ekonom senior DR. Rizal Ramli.

 

Kekhawatiran itu bukan tanpa sebab. Pasalnya di era Jokowi, ekonomi secara konsisten terus menurun dan anjlok hingga minus (-) 2,07 persen. Di satu sisi, kemakmuran rakyat dan indeks demokrasi juga tidak membaik.

 

“Saya kuatir karena pemerintahan Jokowi tidak memiliki legacy keberhasilan ekonomi, kemakmuran rakyat, bersih (anti KKN) dan pro-demokrasi,” tuturnya lewat akun Twitter pribadi, Rabu (10/2).

 

Sementara itu, di era Jokowi juga para pendengung atau buzzer tumbuh subur. Mereka hadir untuk menghalau beragam kritik yang disampaikan tokoh nasional dan mengaburkan isi pesan perbaikan yang disampaikan.

 

Atas kenyataan tersebut, Rizal Ramli khawatir pemerintahan Jokowi akan dikenang sebagai rezim buzzer.

 

“Akhirnya hanya akan dikenang sebagai "Rezim BuzzeRP" yg kelola ekonomi secara ugal2an, dan menutupinya dgn sewa BuzzeRP. What an irony?” tutupnya.

 

Rizal Ramli sendiri setuju dengan pernyataan Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir yang menilai bahwa buzzer merupakan musuh utama dari pers.

 

Senada itu, Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers, Arif Zulkifli juga menilai kehadiran buzzer membahayakan kebebasan pers. (rmol)




Jakarta, SN – Sekretaris Kabinet Pramono Anung menekankan mengenai pentingnya kritik dan saran bagi pemerintah. Meski begitu, buzzer kerap menyerang para pengkritik pemerintah, termasuk salah satunya pers.

 

Dewan Pers turut berkomentar mengenai fenomena tersebut. Buzzer dinilai dapat membahayakan kebebasan pers.

 

"Kehadiran dari para pendengung (buzzer) itu menjadi membahayakan bagi kebebasan pers," ujar Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers, Arif Zulkifli, kepada detikcom, Selasa (9/2/2021).

 

Pada praktiknya, kata Arif, buzzer tidak mengkritik berita yang disiarkan oleh pers. Namun, buzzer kerap melancarkan serangan kepada pers itu sendiri.

 

"Salah satu syarat kritik yang sehat adalah pengkritik itu tidak boleh anonim jadi harus jelas Siapa yang mengkritik. Kalau tidak clear siapa para pendengung ini, ini akun-akun anonim begitu maka tidak bisa dipertanggungjawabkan," tuturnya Arif.

 

Dalam beberapa kasus, buzzer juga menyerang jurnalis yang membuat berita. Hal tersebut, kata Arif, dimaksud untuk menurunkan kredibilitas dari media, bukan mendebat konten yang disajikan media.

 

"Mereka tidak melakukan itu (debat terkait konten pers) tetapi berusaha menciderai kredibilitas dari si wartawan. Saya mengatakan ini sebagai upaya killing the messenger, jadi pembawa pesannya yang berusaha dipersoalkan," imbuh Arif.

 

Dalam beberapa kasus, kehadiran buzzer ini dinilai menguntungkan pemerintah. Namun Arif menuturkan tidak pernah ada bukti bahwa pemerintah menggerakkan buzzer.

 

"Tidak pernah ada bukti bahwa para buzzer itu digerakkan oleh pemerintah itu problemnya selalu itu jadi bersembunyi dibalik anonimitas, bersembunyi di balik kebebasan di dalam media sosial," imbuh Arif.

 

"Jadi saran saya adalah menurut saya di satu pihak pemerintah mendengarkan kritik dari pers di lain pihak pemerintah memang mestinya membantu pers supaya bisa hidup dalam lingkungan yang tidak represif dalam hal ini dari serangan-serangan yang anda katakan tadi, doxing tadi. Realnya bagaimana ya kalau ada laporan soal doxing ya diproses pelakunya harus ditemukan," jelas Arif.

 

Anggota Dewan Pers Asep Setiawan sependapat dengan Arif. Kehadiran buzzer dianggap mengganggu kebebasan pers, "Buzzer mengganggu kemerdekaan pers karena fungsi pers kontrol sosial," jelas Asep.

 

Sikap Asep memilih tegas terhadap buzzer. Ia meminta buzzer ditiadakan,"Sebaiknya buzzer ini ditiadakan saja karena pemerintah sudah ada pejabat humas yang menjawab jika kritik pers perlu direspons, atau dari para pemangku jabatan publik langsung," lanjutnya.

 

Sebelumnya, Sekretaris Kabinet Pramono Anung menekankan mengenai pentingnya kritik dan saran bagi pemerintah. Menurut Pramono, kritik yang keras dan terbuka akan membuat pembangunan lebih terarah.

 

"Sebagai negara demokrasi, kebebasan pers merupakan tiang utama untuk menjaga demokrasi tetap berlangsung. Bagi pemerintah, kebebasan pers adalah sesuatu yang wajib dijaga dan bagi pemerintah kebebasan pers, kritik, saran, masukan itu seperti jamu, menguatkan pemerintah. Dan kita memerlukan kritik yang terbuka, kritik yang pedas, kritik yang keras karena dengan kritik itulah pemerintah akan membangun lebih terarah dan lebih benar," kata Pramono saat menyampaikan ucapan selamat Hari Pers Nasional 2021 seperti ditayangkan akun YouTube Sekretariat Kabinet, Selasa (9/2/2021). []


 



Jakarta, SN – Mantan Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai bertemu dengan Permadi Arya alias Abu Janda di Fairmont Senayan, Jakarta Pusat pada Senin, 8 Februari 2021. Pertemuan difasilitasi oleh Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad yang juga Ketua Harian Partai Gerindra.

 

Dengan beredarnya foto pertemuan tersebut, Gerakan Pemuda Melanesia menyatakan, proses hukum rasisme Permadi Arya alias Abu Janda harus terus di jalankan.

 

"Percuma punya aparat yang tidak bisa menegakkan hukum yang berlaku. Kalau tidak ditindak lanjuti lebih dalam, bisa-bisa semua orang berlaku rasis. Jangan biarkan seorang Abu Janda mempermainkan hukum", tegas Rovly A Rengirit.

 

Seperti yang di katakan Ketua KNPI Haris Pertama beberapa waktu lalu, "Kalau dari KNPI tetap lanjut ya, kan kita gak mewakili Natalius Pigai, kita mewakili kegelisahan masyarakat Papua, pemuda-pemuda Papua dan juga pemuda Indonesia yang melihat rasisme"

 

Gerakan Pemuda Melanesia juga mengatakan, "Kami Anak timur sangat mendukung dengan sikap yang diambil oleh Bung Haris dan kawan-kawan KNPI, kami tetap mendukung untuk tuntaskan kasus rasisme ini. Khususnya anak timur, Bung Haris adalah Tokoh Pemuda penyatuan Anak Bangsa saat ini. Bung Haris harus tetap maju pantang mundur. Sama ada saatnya sekecil apapun perjuangan menegakkan keadilan dan kebenaran pasti akan ada rintangan dan ganjalan nya", Ujar Rovly.

 

Abu Janda dan Pigai sendiri diketahui tengah menjadi sorotan publik. Bahkan Abu Janda sudah 2 kali dilaporkan ke Bareskrim Polri karena diduga berbuat rasisme ke Pigai. Tapi sampai sekarang belum juga ditahan.

 

"Kasus Abu Janda harus transparansi dan adil. Hukum tidak boleh pandang bulu. Siapa dia, jabatan apa dan kelompok mana. Semoga Janji Kapolri “Tidak boleh lagi ada hukum hanya tajam ke bawah tapi tumpul ke atas” bisa di percayai masyarakat Indonesia", kata Rovly.

 

"Inshaa Allah kita akan mengawal penanganan kasus Abu Janda ini agar senantiasa berjalan di koridor hukum sesuai dengan fakta-fakta yang terjadi. Jangan biarkan orang rasis di negara ini. Kami mengutuk keras Abu Janda pemecah bela persatuan dan kesatuan", tegasnya. []


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.