Latest Post



Jakarta, SN – Mantan Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai dicurigai "masuk angin" karena sikapnya yang berubah alias inkonsistensi.

 

Begitu yang disampaikan oleh pakar politik dan hukum Universitas Nasional Jakarta, Saiful Anam atas sikap Pigai yang bertemu dengan Permadi Arya alias Abu Janda, dan menyebut bahwa dugaan rasialisme yang dilakukan Abu Janda tidak bisa dikenakan delik hukum.

 

"Saya curiga jangan-jangan Pigai 'masuk angin'. Saya melihat Pigai selama ini konsisten, tapi kok sekarang menunjukkan sikap inkonsistensi," ujar Saiful kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (10/2).

 

Padahal, dia menganggap bahwa Pigai merupakan tokoh nasional asal Papua yang memiliki rekam jejak baik, dan pernyataannya selalu didengar oleh publik.

 

"Tapi kok saat ini berubah? Saya mencurigai memang ada skenario untuk membungkam Pigai dengan skema tertentu, sehingga ia berubah 360 derajat dalam waktu yang tidak cukup lama," pungkas Saiful.

 

Natalius Pigai mengaku menerima permintaan pertemuan dengan Permadi Arya alias Abu Janda, Senin malam (8/2). Dalam pertemuan meraka hadir Wakil Ketua DPR sekaligus politisi Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad.

 

Pigai mengatakan, dalam pertemuan tersebut Abu Janda menjelaskan soal "evolusi" yang dilontarkan melalui cuitan. Pigai menyadari konten yang diunggah Abu Janda memang mengandung unsur rasialisme. Kendati demikian, cuitan Abu Janda dibarengi dengan pertanyaan, sehingga tidak terpenuhi unsur pidananya.

 

Sebelumnya, Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) melaporkan Abu Janda ke Bareskrim Polri, Kamis (28/1). Permadi dilaporkan dengan dugaan ujaran rasialisme lewat akun Twitter-nya terhadap Natalius Pigai. []




Jakarta, SN – Setiap prestasi yang diukir pemerintah pasti akan dikenang oleh rakyatnya. Begitu juga jika pemerintahan tersebut tidak memiliki keberhasilan, maka ingatan buruk yang akan disimpan publik.

 

Kini legasi kepemimpinan Presiden Joko Widodo mulai dipertanyakan. Terlebih mantan gubernur DKI Jakarta itu sudah memasuki periode kedua.

 

Salah satu yang khawatir pemerintahan Jokowi akan dikenang buruk oleh rakyat adalah ekonom senior DR. Rizal Ramli.

 

Kekhawatiran itu bukan tanpa sebab. Pasalnya di era Jokowi, ekonomi secara konsisten terus menurun dan anjlok hingga minus (-) 2,07 persen. Di satu sisi, kemakmuran rakyat dan indeks demokrasi juga tidak membaik.

 

“Saya kuatir karena pemerintahan Jokowi tidak memiliki legacy keberhasilan ekonomi, kemakmuran rakyat, bersih (anti KKN) dan pro-demokrasi,” tuturnya lewat akun Twitter pribadi, Rabu (10/2).

 

Sementara itu, di era Jokowi juga para pendengung atau buzzer tumbuh subur. Mereka hadir untuk menghalau beragam kritik yang disampaikan tokoh nasional dan mengaburkan isi pesan perbaikan yang disampaikan.

 

Atas kenyataan tersebut, Rizal Ramli khawatir pemerintahan Jokowi akan dikenang sebagai rezim buzzer.

 

“Akhirnya hanya akan dikenang sebagai "Rezim BuzzeRP" yg kelola ekonomi secara ugal2an, dan menutupinya dgn sewa BuzzeRP. What an irony?” tutupnya.

 

Rizal Ramli sendiri setuju dengan pernyataan Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir yang menilai bahwa buzzer merupakan musuh utama dari pers.

 

Senada itu, Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers, Arif Zulkifli juga menilai kehadiran buzzer membahayakan kebebasan pers. (rmol)




Jakarta, SN – Sekretaris Kabinet Pramono Anung menekankan mengenai pentingnya kritik dan saran bagi pemerintah. Meski begitu, buzzer kerap menyerang para pengkritik pemerintah, termasuk salah satunya pers.

 

Dewan Pers turut berkomentar mengenai fenomena tersebut. Buzzer dinilai dapat membahayakan kebebasan pers.

 

"Kehadiran dari para pendengung (buzzer) itu menjadi membahayakan bagi kebebasan pers," ujar Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers, Arif Zulkifli, kepada detikcom, Selasa (9/2/2021).

 

Pada praktiknya, kata Arif, buzzer tidak mengkritik berita yang disiarkan oleh pers. Namun, buzzer kerap melancarkan serangan kepada pers itu sendiri.

 

"Salah satu syarat kritik yang sehat adalah pengkritik itu tidak boleh anonim jadi harus jelas Siapa yang mengkritik. Kalau tidak clear siapa para pendengung ini, ini akun-akun anonim begitu maka tidak bisa dipertanggungjawabkan," tuturnya Arif.

 

Dalam beberapa kasus, buzzer juga menyerang jurnalis yang membuat berita. Hal tersebut, kata Arif, dimaksud untuk menurunkan kredibilitas dari media, bukan mendebat konten yang disajikan media.

 

"Mereka tidak melakukan itu (debat terkait konten pers) tetapi berusaha menciderai kredibilitas dari si wartawan. Saya mengatakan ini sebagai upaya killing the messenger, jadi pembawa pesannya yang berusaha dipersoalkan," imbuh Arif.

 

Dalam beberapa kasus, kehadiran buzzer ini dinilai menguntungkan pemerintah. Namun Arif menuturkan tidak pernah ada bukti bahwa pemerintah menggerakkan buzzer.

 

"Tidak pernah ada bukti bahwa para buzzer itu digerakkan oleh pemerintah itu problemnya selalu itu jadi bersembunyi dibalik anonimitas, bersembunyi di balik kebebasan di dalam media sosial," imbuh Arif.

 

"Jadi saran saya adalah menurut saya di satu pihak pemerintah mendengarkan kritik dari pers di lain pihak pemerintah memang mestinya membantu pers supaya bisa hidup dalam lingkungan yang tidak represif dalam hal ini dari serangan-serangan yang anda katakan tadi, doxing tadi. Realnya bagaimana ya kalau ada laporan soal doxing ya diproses pelakunya harus ditemukan," jelas Arif.

 

Anggota Dewan Pers Asep Setiawan sependapat dengan Arif. Kehadiran buzzer dianggap mengganggu kebebasan pers, "Buzzer mengganggu kemerdekaan pers karena fungsi pers kontrol sosial," jelas Asep.

 

Sikap Asep memilih tegas terhadap buzzer. Ia meminta buzzer ditiadakan,"Sebaiknya buzzer ini ditiadakan saja karena pemerintah sudah ada pejabat humas yang menjawab jika kritik pers perlu direspons, atau dari para pemangku jabatan publik langsung," lanjutnya.

 

Sebelumnya, Sekretaris Kabinet Pramono Anung menekankan mengenai pentingnya kritik dan saran bagi pemerintah. Menurut Pramono, kritik yang keras dan terbuka akan membuat pembangunan lebih terarah.

 

"Sebagai negara demokrasi, kebebasan pers merupakan tiang utama untuk menjaga demokrasi tetap berlangsung. Bagi pemerintah, kebebasan pers adalah sesuatu yang wajib dijaga dan bagi pemerintah kebebasan pers, kritik, saran, masukan itu seperti jamu, menguatkan pemerintah. Dan kita memerlukan kritik yang terbuka, kritik yang pedas, kritik yang keras karena dengan kritik itulah pemerintah akan membangun lebih terarah dan lebih benar," kata Pramono saat menyampaikan ucapan selamat Hari Pers Nasional 2021 seperti ditayangkan akun YouTube Sekretariat Kabinet, Selasa (9/2/2021). []


 



Jakarta, SN – Mantan Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai bertemu dengan Permadi Arya alias Abu Janda di Fairmont Senayan, Jakarta Pusat pada Senin, 8 Februari 2021. Pertemuan difasilitasi oleh Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad yang juga Ketua Harian Partai Gerindra.

 

Dengan beredarnya foto pertemuan tersebut, Gerakan Pemuda Melanesia menyatakan, proses hukum rasisme Permadi Arya alias Abu Janda harus terus di jalankan.

 

"Percuma punya aparat yang tidak bisa menegakkan hukum yang berlaku. Kalau tidak ditindak lanjuti lebih dalam, bisa-bisa semua orang berlaku rasis. Jangan biarkan seorang Abu Janda mempermainkan hukum", tegas Rovly A Rengirit.

 

Seperti yang di katakan Ketua KNPI Haris Pertama beberapa waktu lalu, "Kalau dari KNPI tetap lanjut ya, kan kita gak mewakili Natalius Pigai, kita mewakili kegelisahan masyarakat Papua, pemuda-pemuda Papua dan juga pemuda Indonesia yang melihat rasisme"

 

Gerakan Pemuda Melanesia juga mengatakan, "Kami Anak timur sangat mendukung dengan sikap yang diambil oleh Bung Haris dan kawan-kawan KNPI, kami tetap mendukung untuk tuntaskan kasus rasisme ini. Khususnya anak timur, Bung Haris adalah Tokoh Pemuda penyatuan Anak Bangsa saat ini. Bung Haris harus tetap maju pantang mundur. Sama ada saatnya sekecil apapun perjuangan menegakkan keadilan dan kebenaran pasti akan ada rintangan dan ganjalan nya", Ujar Rovly.

 

Abu Janda dan Pigai sendiri diketahui tengah menjadi sorotan publik. Bahkan Abu Janda sudah 2 kali dilaporkan ke Bareskrim Polri karena diduga berbuat rasisme ke Pigai. Tapi sampai sekarang belum juga ditahan.

 

"Kasus Abu Janda harus transparansi dan adil. Hukum tidak boleh pandang bulu. Siapa dia, jabatan apa dan kelompok mana. Semoga Janji Kapolri “Tidak boleh lagi ada hukum hanya tajam ke bawah tapi tumpul ke atas” bisa di percayai masyarakat Indonesia", kata Rovly.

 

"Inshaa Allah kita akan mengawal penanganan kasus Abu Janda ini agar senantiasa berjalan di koridor hukum sesuai dengan fakta-fakta yang terjadi. Jangan biarkan orang rasis di negara ini. Kami mengutuk keras Abu Janda pemecah bela persatuan dan kesatuan", tegasnya. []




Jakarta, SN – Kritikus, aktivis, oposisi, pejuang hak asasi manusia kerap melayangkan kritik kepada pemerintah. Tidak sedikit dari mereka yang dibunuh atau pun dilukai dengan berbagai cara seperti racun.

 

Berikut ini beberapa tokoh dunia yang terkemuka, yang sering melayangkan kritik berdasarkan latar belakang mereka masing-masing.

 

Ada yang tewas karena diracun, ada yang kasusnya masih dalam penyelidikan seperti Alexei Navalny, oposisi pemerintah Rusia yang baru-baru ini santer di media.

 

Melansir Deutsche Welle Indonesia berikut ini para pengeritik pemerintah yang diracun:

 

1. Alexei Navalny 

Pemimpin oposisi Rusia, Alexei Navalny dilarikan ke rumah sakit di Siberia, setelah merasa tidak enak badan dalam penerbangan ke Moskow.

 

Para ajudannya menuduh bahwa Navalny diracun sebagai balas dendam atas kampanyenya melawan korupsi.

 

Mantan pengacara (44) itu menenggak teh hitam sebelum lepas landas dari bandara Omsk. Timnya meyakini teh tersebut mengandung racun yang membuatnya koma.

 

2. Pyotr Verzilov 

Pada 2018, aktivis keturunan Rusia-Kanada, Pyotr Verzilov dilaporkan dalam kondisi kritis setelah diduga diracun di Moskwa.

 

Peristiwa itu terjadi tak lama setelah dia mengkritik sistem hukum Rusia dalam sebuah wawancara TV.

 

Verzilov, juru bicara tak resmi untuk grup band feminis Pussy Riot ini akhirnya dipindahkan ke rumah sakit di Berlin. Dokter mengatakan "sangat mungkin" dia telah diracuni.

 

3. Sergei Skripal 

Mantan mata-mata Rusia berusia 66 tahun, Sergei Skripal, ditemukan tak sadarkan diri di bangku yang terletak di luar pusat perbelanjaan di kota Salisbury, Inggris.

 

Ia disebut terpapar racun saraf Novichok. Juru bicara Presiden Rusia Vladimir Putin, Dmitry Peskov, menyebut situasi itu "tragis", tetapi berkata "Kami tidak punya informasi tentang apa yang menjadi penyebab" dari insiden itu.

 

4. Kim Jong Nam 

Saudara tiri Kim Jong Un yang terasing itu tewas pada 13 Februari 2018 di bandara Kuala Lumpur, setelah dua wanita diduga mengoleskan racun saraf kimia VX di wajahnya.

 

Pada bulan Februari, pengadilan Malaysia mendengar bahwa Kim Jong Nam telah membawa selusin botol penawar racun saraf mematikan VX di tasnya pada saat keracunan.

 

5. Alexander Litvinenko 

Eks mata-mata Rusia, Alexander Litvinenko pernah bekerja untuk Dinas Keamanan Federal (FSB) sebelum ia membelot ke Inggris.

 

Ia lalu menjadi jurnalis dan menulis dua buku tuduhan terhadap FSB dan Putin. Ia jatuh sakit setelah bertemu dengan dua mantan perwira KGB dan meninggal pada 23 November 2006. 

 

Penyelidikan menemukan, ia dibunuh oleh radioaktif polonium-210 yang dimasukkan ke dalam tehnya.

 

6. Viktor Kalashnikov 

Pada November 2010, dokter di rumah sakit Charité Berlin menemukan kadar merkuri yang tinggi di dalam tubuh pasangan pengkritik pemerintah Rusia.

 

Terdapat 3,7 mikrogram merkuri di tubuh Kalashnikov, seorang jurnalis lepas dan mantan kolonel KGB. Sementara di tubuh istrinya terdapat 56 mikrogram merkuri.

 

Kalashnikov mengatakan kepada majalah Jerman Focus, bahwa "Pemerintah Rusia meracuni kami."

 

7. Viktor Yushchenko 

Pemimpin oposisi Ukraina Yushchenko jatuh sakit pada September 2004 dan didiagnosis dengan pankreatis akut yang disebabkan infeksi virus dan zat kimia.

 

Penyakit itu mengakibatkan kerusakan wajah, perut kembung akibat gas berlebih dan penyakit kuning.

 

Dokter mengatakan perubahan pada wajahnya berasal dari chloracne, akibat dari keracunan dioksin. Yushchenko mengklaim, agen pemerintah meracuninya.

 

8. Munir Said Thalib 

Aktivis HAM Munir diracun dalam penerbangan ke Amsterdam tahun 2004. Munir Said Thalib, aktivis KONTRAS tewas diracun dengan arsenium dalam penerbangan ke Amsterdam dengan pesawat Garuda, September 2004.

 

Kasusnya sampai sekarang belum terungkap tuntas, sekalipun ada tertuduh yang diadili dan dijatuhi hukuman penjara. Pemerintahan Jokowi hingga kini menolak mengusut kembali kasus ini.

 

9. Khaled Meshaal 

Pada 25 September 1997, badan intelijen Israel berusaha membunuh pemimpin Hamas, Khaled Meshaal, di bawah perintah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

 

Dua agen menyemprotkan zat beracun ke telinga Meshaal saat dia masuk ke kantor Hamas di Amman, Yordania. Upaya pembunuhan tersebut tidak berhasil dan tidak lama kemudian kedua agen Israel tersebut ditangkap.

 

10. Georgi Markov 

Pada 1978, pengkritik pemerintah Bulgaria, Georgi Markov, merasakan tusukan di pahanya saat sedang menunggu di halte bus.

 

Dia membalikkan badan dan melihat seorang pria membawa payung. Setelahnya sebuah benjolan kecil muncul di pahanya dan empat hari kemudian dia meninggal.

 

Otopsi menemukan dia dibunuh dengan zat 0,2 miligram risin. Banyak yang percaya panah beracun itu ditembakkan dari payung.

 

11. Grigori Rasputin 

Pada 30 Desember 1916, Grigori Rasputin yang dipercaya punya kekuatan mistik tiba di Istana Yusupov di St Petersburg atas undangan Pangeran Felix Yusupov.

 

Di sana, Rasputin memakan kue yang telah dicampur dengan kalium sianida. Kemudian Rasputin juga menenggak anggur yang gelasnya telah dilapisi sianida. Gagal diracun, Rasputin akhirnya ditembak dan dibunuh. []


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.