Latest Post



Jakarta, SN – Tokoh nasional DR. Rizal Ramli menyampaikan persetujuannya kepada pernyataan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir bahwa Hari Pers Nasional (HPN) harus dijadikan momentum untuk mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara.

 

“Salah satu tujuan kemerdekaan kita adalah ‘Mencerdaskan Bangsa’,” ujar Menko Perekonomian era Presiden Gus Dur itu lewat akun Twitter pribadinya.

 

Rizal Ramli juga setuju dengan pendapat Haedar Nashir yang menyebut bahwa musuh terbesar pers saat ini adalah kehadiran para pendengung atau buzzer di media sosial, yang nirtanggung jawab kebangsaan yang cerdas dan berkeadaban mulia.

 

Bagi Rizal Ramli sendiri, penggunaan buzzer bayaran secara masif merupakan bagian dari upaya pembodohan bangsa. Sebab tak jarang para buzzer bayaran itu menggunakan logika yang cetek saat berdebat dan bahasa yang kurang mencirikan kepribadian bangsa.

 

“Penggunaan buzzeRP oleh pejabat secara masif, menggunakan logika bodoh & bahasa2 vulgar, adalah upaya pembodohan bangsa, bertentangan dgn cita kemerdekaan,” tutur mantan Menko Kemaritiman itu.

 

Dalam memperingati HPN 2021, Haedar Nashir juga berpendapat bahwa pers Indonesia harus menjalankan fungsi checks and balances sebagaimana menjadi DNA media massa sepanjang sejarah di negeri mana pun.

 

Dia tidak ingin insan pers Indonesia membiarkan kebangsaan dan kenegaraan di Indonesia timpang tanpa fungsi kritis pers yang konstruktif demi masa depan Indonesia yang demokratis dan berkemajuan.[rmol]



Jakarta, SN – Dua jurnalis warga negara Belarus yang bekerja untuk saluran televisi Polandia terancam kena hukuman penjara tiga tahun karena mereka meliput aksi protes massa pada 2020.

 

Keduanya menghadiri sidang di pengadilan Kota Minsk, Selasa (9/2), kata Asosiasi Jurnalis Belarus.

 

Yekaterina Andreeva dan Darya Chultsova, reporter dan kameramen untuk Belsat ditahan oleh kepolisian di Belarus, November 2020, setelah massa menggelar unjuk rasa mendesak Presiden Belarus Alexander Lukashenko mundur dari jabatannya.

 

Massa menggelar aksi unjuk rasa selama berbulan-bulan setelah Presiden Lukashenko mengumumkan kemenangannya melawan tokoh oposisi, Sviatlana Tsikhanouskaya, pada pemilihan umum Agustus 2020. Kelompok oposisi menduga ada kecurangan dalam pemilu.

 

Jaksa menuduh Andreeva dan Chultsova menggalang massa untuk turun ke jalan lewat siaran langsung liputan demonstrasi. Dua wartawan itu menolak tuduhan jaksa.

 

Keduanya terancam dihukum penjara tiga tahun. Andreeva dan Chultsova mengikuti persidangan dari dalam ruangan berjeruji.

 

Organisasi pembela hak asasi manusia internasional mengecam penahanan Andreeva dan Chultsova.

 

Committee to Protect Journalist, organisasi yang berkedudukan di New York, Amerika Serikat, mendesak otoritas di Belarus untuk mencabut tuduhan “konyol” terhadap Andreeva dan Chultsova. Lembaga itu juga meminta keduanya segera dibebaskan tanpa syarat.


“Pemerintah Belarus harus berhenti menghukum jurnalis karena melaporkan kejadian peristiwa politik yang penting, serta mengizinkan mereka bekerja bebas tanpa rasa takut akan dipidana,” kata Committee to Protect Journalist, pernyataan tertulisnya sebagaimana dikutip dari aktualcom.

 

Ribuan demonstran di Belarus telah ditangkap oleh polisi dan hampir seluruh tokoh oposisi dipaksa hidup dalam pengasingan atau dipenjara karena mengkritik pemerintah.[]





Oleh:Anthony Budiawan

GERAKAN Nasional Wakaf Uang belum lama berselang masih menimbulkan banyak pertanyaan di masyarakat. Salah satu pertanyaan publik yang belum terjawab antara lain apakah pemerintah boleh menghimpun wakaf uang dari masyarakat.

 

Judul tulisan ini juga bernada pertanyaan, sebagai lanjutan pertanyaan yang disampaikan melalui Surat Terbuka Kepada Menkeu: Wakaf Uang dan Dampak Negatif bagi Ekonomi,

 

Seperti dijelaskan sebelumnya, berdasarkan Undang-undang No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara (UU No 17/2003), pemerintah tidak boleh menerima pungutan apapun dari masyarakat. Kecuali penerimaan negara yang sudah ditetapkan oleh undang-undang, yang terdiri dari tiga jenis penerimaan. Yaitu penerimaan pajak, penerimaan bukan pajak, dan hibah.

 

Yang dimaksud dengan pemerintah adalah pemerintah dalam arti luas. Termasuk di dalamnya pemerintah pusat, pemerintah daerah, kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, serta lembaga negara independen.

 

Artinya, UU Keuangan Negara melarang pemerintah, termasuk kementerian dan lembaga, menghimpun dana dari masyarakat. UU Keuangan Negara juga melarang pemerintah, kementerian dan lembaga, mengelola dan mengembangkan dana masyarakat, termasuk wakaf dan wakaf uang.

 

Di lain pihak, pemerintah melalui Undang-undang No 41 tahun 2004 tentang Wakaf mendirikan Badan Wakaf Indonesia untuk memajukan dan mengembangkan perwakafan nasional. Status hukum Badan Wakaf Indonesia adalah sebagai lembaga negara yang independen.

 

Kedudukannya sama seperti lembaga negara independen lainnya seperti Komisi Yudisial, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan lainnya. Juga setara dengan lembaga negara nonkementerian seperti Badan Intelijen Negara, Badan Tenaga Nuklir Nasional, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, dan lainnya.

 

Tugas dan wewenang Badan Wakaf Indonesia antara lain membina para Nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf. memberhentikan dan mengganti Nazhir, menerima laporan pelaksanaan perwakafan dari para Nazhir.

 

Di samping tugas dan wewenang tersebut di atas, Badan Wakaf Indonesia juga berfungsi sebagai Nazhir. Artinya, Badan Wakaf Indonesia juga melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf.

 

Dengan kata lain, Badan Wakaf Indonesia sebagai Nazhir, berdasarkan UU tentang Wakaf, dapat menerima, mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf dari masyarakat.

 

Di lain pihak, Badan Wakaf Indonesia sebagai lembaga negara independen, berdasarkan UU tentang Keuangan Negara, seharusnya tidak boleh menghimpun, mengelola, atau mengembangkan dana masyarakat, termasuk harta benda wakaf. Bukankah begitu?

 

Sehingga kedua UU di atas terindikasi saling bertentangan: UU tentang Wakaf bertentangan dengan UU tentang Keuangan Negara, dalam hal menerima dan mengelola harta benda wakaf.

 

Kalau pertentangan kedua UU ini dibiarkan berlanjut, maka kepastian hukum menjadi taruhan. Khawatirnya, kementerian atau lembaga negara lainnya akan mengikuti fenomena ini, dan berupaya menghimpun dana dari masyarakat.

 

Sebagai contoh, Kementerian Agama sudah mulai menghimpun wakaf uang dan berhasil mengumpulkan Rp 4,13 miliar, https://republika.co.id/berita/ekonomi/syariah-ekonomi/qnjqn1457/gerakan-wakaf-uang-kemenag-himpun-rp-413-miliar

 

Kementerian BUMN juga berkomitmen menghimpuan wakaf uang hingga Rp 80 miliar, https://koranbumn.com/2021/01/menteri-erick-thohir-pastikan-komitman-kementerian-bumn-saat-ini-akan-himpun-wakaf-uang-senilai-rp-80-miliar/

 

Publik pun bertanya-tanya, bagaimana kedua kementerian tersebut bisa dan boleh menghimpun dana (wakaf uang) dari masyarakat? Apa dasar hukumnya? Sedangkan undang-undang tentang Keuangan Negara secara tegas melarang semua kementerian melakukan pungutan kecuali yang ditetapkan Undang-undang.

 

Oleh karena itu, untuk memberi kepastian hukum, sebaiknya kedua Undang-undang yang bertentangan tersebut segera dicarikan jalan keluar. Mau tidak mau, salah satu dari undang-undang tersebut harus dibatalkan. Atau batal demi hukum.

 

Secara logika, undang-undang tentang Keuangan Negara seharusnya dipertahankan. Yaitu pemerintah, kementerian, dan lembaga, tidak boleh menerima, menghimpun, mengelola, dan mengembangkan dana masyarakat, termasuk wakaf. Sebagai konsekuensi, maka undang-undang tentang keberadaan Badan Wakaf Indonesia harus disesuaikan.

 

Alternatif pertama, Badan Wakaf Indonesia sebagai lembaga negara hanya bisa berfungsi sebagai regulator yang melakukan pembinaan perwakafan Indonesia. Artinya Badan Wakaf Indonesia tidak boleh melakukan fungsi Nazhir: tidak boleh menghimpun, mengelola dan mengembangkan dana masyarakat dan wakaf, sesuai UU tentang Keuangan Negara.

 

Atau, sebagai alternatif kedua, kalau Badan Wakaf Indonesia tetap mau berfungsi sebagai Nazhir, maka Badan Wakaf Indonesia harus menanggalkan statusnya sebagai lembaga negara (independen).

 

Agar Badan Wakaf Indonesia dapat menghimpun, mengelola, dan mengembangkan harta benda wakaf dari masyarakat. Berarti, status Badan Wakaf Indonesia harus berubah dari lembaga negara menjadi organisasi atau badan hukum dalam bidang Nazhir seperti diatur dalam Undang-undang No 41 tahun 2004 tentang Wakaf.

 

Semoga pertentangan kedua undang-undang tersebut dapat segera diselesaikan. Semoga Badan Wakaf Indonesia dapat melakukan fungsinya sebaik-baiknya sesuai tujuan mulia perwakafan, tanpa bertentangan dengan undang-undang lainnya: Keuangan Negara.

 

Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS)




Jakarta, SN – Dai terkenal di Sumatera Barat Ustaz Muhammad Joni Al Annas meminta agar kasus dugaan menistakan Islam yang dilakukan oleh Permadi Arya alias Abu Janda dituntaskan.

 

Ia berharap, penegakan hukum harus di tegakkan seadil-adilnya dan tidak memandang siapa orangnya, pasalnya menurut Ustaz Joni pernyataan yang di lontarkan oleh Abu janda seringkali membenturkan sesama umat muslim.

 

"Yang jelas hukum harus diterapkan seadil-adilnya, tidak pandang bulu siapapun itu Abu Janda sering longgar dari kasus hukum. Statementnya seringkali membenturkan antara ummat muslim atau menyakiti ummat Islam," kata Ustaz Muhammad Joni Al Annas kepada wartawan, Rabu (10/2).

 

Ustaz Joni juga mendukung upaya DPP KNPI yang melaporkan Permadi Arya atas dugaan penistaan Agama terkait cuitannya di di Twitter yang menyebutkan Islam Agama arogan dan pendatang.

 

Abu Janda dilaporkan oleh DPP KNPI atas dugaan melanggar UU 19/2016 tentang Perubahan atas UU 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Kebencian atau Permusuhan Individu dan/atau Antar Golongan (SARA), Pasal 28 ayat (2), penistaan agama 1/1946 tentang KUHP Pasal 156A. (rmol)




Jakarta, SN – Pernyataan Presiden Joko Widodo yang meminta masyarakat lebih aktif dalam mengkritik pemerintah terus dipertanyakan. Pasalnya, permintaan itu tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya tengah terjadi.

 

Kader Partai Demokrat, Cipta Panca Laksana menilai pernyataan Jokowi sebatas basa-basi untuk mendongkrak indeks persepsi demokrasi Indonesia yang sedang anjlok.

 

“Karena indeks persepsi demokrasi kita turun, pemerintah bikin statemen, pemerintah butuh kritik,” tuturnya dalam akun Twitter pribadi, Rabu (10/2).

 

Namun demikian, para aktivis tentu sudah paham bahwa pernyataan itu sebatas pencitraan. Para pengkritik tidak akan percaya begitu saja sampai pemerintah membebaskan rekan-rekan mereka yang ditangkap polisi karena kritis pada pemerintah.

 

“Coba bebasin Jumhur dan Syahganda dulu, baru kita sedikit percaya. Iya nggak sih?” tutupnya.

 

Presiden Jokowi sebelumnya meminta masyarakat lebih aktif dalam menyampaikan kritik dan masukan terhadap kerja-kerja pemerintah. Ia juga meminta penyelenggara layanan publik terus meningkatkan kinerja.

 

"Masyarakat harus lebih aktif menyampaikan kritik, masukan, atau potensi maladministrasi. Dan para penyelenggara layanan publik juga harus terus meningkatkan upaya perbaikan-perbaikan," kata Jokowi melalui tayangan YouTube Ombudsman RI, Senin (8/2).  (rmol)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.