Latest Post



Jakarta, SN – Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Barat menyatakan, pelaku penembakan DPO berinisial D dan tewas di Kabupaten Solok Selatan akan diproses secara pidana.

 

"Kami telah merampungkan gelar perkara terhadap kasus penembakan di Kabupaten Solok Selatan," kata Kabid Humas Polda Sumbar Kombes Pol Satake Bayu di Padang, Senin Senin (1/2/2021).

 

Ia mengatakan total ada enam personel yang telah diperiksa, dan satu di antaranya dari hasil gelar perkara diajukan untuk proses pidana.

 

"Semua anggota yang melakukan penangkapan di Solok Selatan sudah diperiksa," kata dia.

 

Ia mengatakan gelar perkara sendiri dilakukan Minggu malam, dan pelaku yang melakukan penembakan akan diproses pidana

 

Menurut dia personel yang diajukan untuk proses pidana tersebut berinisial KS, anggota Kepolisian Resor (Polres) Solok Selatan.

 

KS diketahui berpangkat brigadir berdinas sebagai personel di Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim).

 

Ia mengatakan dengan diajukannya satu personel untuk diproses pidana bukan berarti terjadi kesalahan prosedur, nanti persidangan yang akan memutuskan

 

"Jadi sementara ini yang bersangkutan diajukan untuk proses pidana sesuai adanya laporan dari istri tersangka tentang kejadian kemarin. Kami proses," katanya.

 

Ia mengatakan selama proses menuju persidangan, Brigadir KS dibebastugaskan dan kelima personel lainnya termasuk Kanit reskrim, masih berstatus sebagai saksi dalam kasus penembakan tersebut.

 

"Kelima personel lainnya ini sebagai saksi dalam kasus pidana. Nah untuk sidang kode etik untuk satu personel yang melakukan penembakan ini, setelah putusan. Kalau bersalah, dilakukan proses kode etik," kata dia.

 

Sebelumnya puluhan orang mendatangi serta melempari kantor Kepolisian Sektor Sungai Pagu, Solok Selatan, pada Rabu sekitar pukul 15.00 WIB.

 

Pemicu aksi itu diduga karena DPO berinisial D meninggal dunia diduga setelah ditembak oleh petugas kepolisian yang akan menangkap pelaku. (*)




Jakarta, SN – Permadi Arya atau Abu Janda mengaku mendapat jackpot ketika menjadi buzzer untuk tim Presiden Joko Widodo (Jokowi). Eks elite Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf Amin baru tahu jika buzzer Jokowi dapat duit.

 

"Wah itu ndak tahu saya. Kami di TKN saja nggak dapat honor, nggak dapat gaji. Jadi kita nggak tahu. Kalaupun itu Abu Janda direkrut, bisa jadi bukan TKN yang merekrut. Bisa jadi salah satu relawan yang merekrut karena di bawah TKN itu banyak relawan. Itu kita nggak tahu," kata eks Wakil Direktur Saksi TKN, Achmad Baidowi, kepada wartawan, Senin (1/2/2021).

 

Awiek, sapaan Baidowi, mengaku tak digaji selama menjadi Wadir Saksi TKN Jokowi. Dia menegaskan TKN bersifat sukarelawan.

 

Lebih jauh Awiek mengaku tidak mengetahui nomenklatur buzzer Jokowi di dalam struktur tim sukses. Dia menyebut ada kemungkinan Abu Janda bekerja di bawah relawan Jokowi, bukan di struktur TKN.

 

"Setahu saya ndak ada buzzer itu. Itu semacam relawan ya yang begitu-begitu itu." ucap dia.

 

"Kan tidak ada di situ nomenklatur buzzer itu. Jadi dugaan saya kalaupun Abu Janda mengklaim menjadi buzzer Jokowi, bisa jadi salah satu relawan yang merekrut," imbuh Awiek.

 

Abu Janda, dalam blak-blakan detikcom, mengaku diajak gabung tim sukses Jokowi pada 2018 karena kemungkinan faktor kreativitas, keberpihakan, dan keberaniannya. Dia menjadi influencer atau orang awam kerap menyamakannya dengan buzzer selama kampanye pilpres 2019.

 

Permadi Arya alias Abu Janda ini mengaku dibayar bulanan dengan nominal besar. Tapi dia tak menyebut berapa besaran rupiah yang diterimanya itu.

 

"Pokoknya yang bener-bener jackpot itu istilahnya ya di situlah. Sebelum-sebelumnya, (asal) bisa makan syukur," kata Permadi Arya berseloroh.

 

Selain honor bulanan, selama kampanye dia ikut keliling ke berbagai kota di Tanah Air, bahkan hingga ke luar negeri. "Iya, saya pernah diminta jadi pembicara dalam kampanye di Hong Kong dan Jepang," ujar lulusan University of Wolverhampton, Inggris, itu.

 

Tapi begitu pilpres selesai, Abu Janda menegaskan kontrak dia dengan tim sukses Jokowi pun berakhir. "Tapi terus dipelintir ke mana-mana seolah masih tetap jadi buzzer. Itu nggak bener, kita dah dibubarin," imbuhnya. (dtk)



Jakarta, SNAbu Janda alias Permadi hari ini memenuhi panggilan Bareskrim Polri untuk diperiksa terkait cuitannya soal 'Islam Arogan'. Sebelum diperiksa, dirinya sempat mengucapkan permintaan maafnya di dunia maya.

 

Abu Janda memberikan sejumlah klarifikasi dan permohonan maaf dalam wawancara bersama Deddy Corbuzier di channel YouTube Deddy yang diunggah pada Senin (1/2). Dalam wawancara tersebut turut hadir Gus Miftah.

 

"Saya sekali lagi terima kasih, maaf sudah ngerepotin, kalo debat itu begitu bang, debat panas kadang otak enggak sinkron sama jempol kan," ujar Abu Janda kepada Gus Miftah dan Deddy.

 

"Apakah Gus Miftah bisa memaafkan dan mau?" tanya Deddy.

 

Gus Miftah mengatakan, setiap manusia pasti pernah melakukan kesalahan, dan yang paling mulia adalah manusia yang bersedia untuk introspeksi diri.

 

"Saya begini, kullu Bani Adam khotoon, setiap Bani Adam pasti punya kesalahan, dan sebaik-baiknya orang bersalah itu bertaubat. Kalau memang ada kesungguhan dari beliau tentu saya akan memberi nasihat apalagi saya diangaap sebagai kader muda NU. Dan di mana mana beliau sering pakai pakaian Banser," jelas Gus Miftah.

 

"Maka sampai saya nulis, mau nasihati beliau sampai saya nulis, apa sih yang harus diperbaiki Abu Janda," lanjutnya.

 

Abu Janda kembali mengucapkan permintaan maafnya. Karena cuitannya, situasi menjadi panas dan menimbulkan kesalahpahaman.

 

"Jadi aku di akhir, Gus Kiai maafin telah terjadi kesalahpahaman ini, maafkan aku telah merepotkan dari tanggal 28 Januari," ucap Abu Janda kepada Gus Miftah. []




Jakarta, SN – Setelah mantan Ketua Dewan Penasihat GP Ansor, As'ad Said Ali, Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat GP Ansor Nusron Wahid angkat bicara soal pegiat media sosial Permadi Arya atau Abu Janda.

 

Melalui cuitannya di laman Twitter pribadinya, Nusron Wahid menjelaskan bahwa banyak pihak yang menanyakan siapa sebenarnya sosok Abu Janda.

 

Nusron Wahid kemudian menegaskan bahwa selama memimpin GP Ansor selama lima tahun, dirinya tidak mengenal dan tidak pernah bertemu dengan Abu Janda.

 

"Banyak tanya ke saya; soal Abu Janda. Saya jawab;"saya tidak kenal dan tidak pernah bertemu." Selama memimpin Ansor 2010-2015 tidak ada nama itu beredar," demikian cuitan Nusron Wahid, Minggu malam (31/1).

 

Lebih lanjut, Nusron berpandangan, dari sikap dan cara berbicaranya, sosok Abu Janda tidak merepresentasikan karakter kader Nahdlatul Ulama.

 

Beberapa sifat yang melekat dan menjadi khasanah pada kader NU adalah tawassuth (moderat), tawazun (seimbang), tasamuh (toleran) dan ta'adul (keadilan).

 

Dalam cuitannya, Politisi Golkar itu juga memanjatkan harapannya semoga ormas Islam terbesar itu dijauhkan dari orang-orang yang berniat merusak NU dari dalam.

 

"Dari sikap dan bicara; tidak nampak tawassuth, tawazun, tasamuh dan i'tidal ala kader NU. Semoga NU dijauhkan dari penumpang yang ingin merusak dari dalam," tandasnya.

 

Sebelumnya, Abu Janda dilaporkan oleh DPP KNPI atas dugaan melakukan penghinaan terhadap Islam lantaran ucapannya soal “Islam Arogan” dan tindak rasisme terhadap aktivis kemanusiaan asal Papua Natalius Pigai.

 

Ketum KNPI Haris Pertama menyatakan bahwa Abu Janda ini penyakit yang harus dihilangkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

 

Bagi Haris, Abu Janda harus diberi efek jera karena sudah berulang kali membuat cuitan yang memecah belah persatuan.

 

Saat ini Abu Janda yang kerap tampil ke publik dengan mengenakan atribut Banser NU itu sedang menjalani pemeriksaan di Bareskrim Mabes Polri. (rmol)



Jakarta, SN – Sidang permohonan praperadilan yang diajukan keluarga salah satu Laskar FPI yang tewas ditembak dalam peristiwa KM 50 Tol Jakarta-Cikampek, M Suci Khadavi Putra, terkait penangkapan dimulai. Dalam permohonannya, keluarga meminta penangkapan Khadavi dinyatakan tidak sah.

 

Sidang praperadilan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Senin (1/2/2021). Sebelumnya, sidang praperadilan ini sempat ditunda lantaran pihak Termohon tidak hadir.

 

"Menyatakan secara hukum Termohon I telah melakukan penangkapan secara tidak sah terhadap korban yang bernama Muhammad Suci Khadavi Putra yang berusia 21 tahun, yang mengakibatkan korban meninggal dunia," demikian bunyi permohonan keluarga, seperti dikutip Detik.com, Senin (1/2/2021).

 

Keluarga, melalui kuasa hukumnya, mengatakan tidak ada satupun dokumen yang menyatakan kalau Khadavi pelaku tindak pidana. Sehingga, tidak ada tidak hak bagi kepolisian untuk menangkap Khadavi saat itu.

 

"Korban atau Pemohon tidak pernah mendapatkan dokumen dari Termohon I atau Termohon II yang menyatakan bahwa korban adalah tersangka dari suatu tindak pidana, sehingga oleh karenanya korban dapat dilakukan penangkapan," tulis Pemohon dalam surat permohonannya.

 

"Bahwa dengan demikian, terbukti secara nyata Termohon I telah melakukan penangkapan secara tidak sah kepada korban," lanjutnya.

 

Dalam permohonannya, keluarga juga meminta hakim memerintahkan Termohon I dan Termohon II untuk merehabilitasi nama baik Khadavi. Selain itu, hakim juga diminta untuk memerintahkan Turut Termohon, yakni Ketua Komnas HAM, melanjutkan dugaan terjadinya pelanggaran HAM dalam peristiwa KM 50.

 

"Memerintahkan Turut Termohon untuk melanjutkan penyelidikan dugaan terjadinya pelanggaran HAM sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku," lanjutnya.

 

Permohonan itu disampaikan tertulis. Hakim tunggal Ahmad Suhel menganggap permohonan Pemohon sudah dibacakan dalam sidang yang kemudian disetujui Termohon dan Pemohon.

 

Dalam permohonan ini, pemohon diwakili pihak kuasa hukum, Rudy Marjono. Sedangkan pihak Termohon I yakni Kapolda Metro Jaya dan Termohon II adalah Kapolri cq Kabareskrim Polri. Kemudian, Turut Termohon yakni Ketua Komnas HAM. Hanya pihak Komnas HAM yang tidak hadir dalam sidang perdana ini.

 

Seusai persidangan, kuasa hukum Pemohon, Rudy Marjono, menjelaskan alasan permohonan tidak dibacakan. Hal itu, kata dia, guna mempersingkat waktu.

 

"Karena cukup tebal, majelis mempersingkat waktu, dianggap dibacakan dan mereka juga sudah terima," ucap Rudy di PN Jaksel, Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Senin (1/2/2021).

 

Rudy juga membeberkan rencananya dalam persidangan ke depan, termasuk menyiapkan 2 saksi nantinya. Dia menilai penangkapan korban tidak sah dan menginginkan adanya tindak lanjut atas investigasi Komnas HAM.

 

"Terkait dengan surat gugatan ini, dari pihak Termohon Bareskrim dan pihak Polda Metro, besok jawabannya. Kemudian dilanjutkan hari berikutnya pembuktian, surat-surat baik dari pihak kami, pemohon, kemudian kalau ada saksi sekalian di Rabu itu. Yang hari Kamis agenda pemeriksaan saksi dari pihak Termohon. Untuk sementara agenda sidangnya sampai di Kamis. Selanjutnya apakah hari Jumat kesimpulan kita menunggu perkembangan selanjutnya," kata Rudy.

 

Terpisah, kuasa hukum Termohon I, Kasubdit Bantuan Hukum (Bankum) Polda Metro Jaya, AKBP Aminullah, tak berkomentar banyak mengenai jalannya sidang. Dia hanya menegaskan telah menyiapkan langkah ke depan terkait permohonan ini, "Nanti kalau saksi, kan masih hari Kamis (4/2/2021). Lihat saja nanti ya," ujar Aminullah. (*)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.