Latest Post



Jakarta, SN – Desakan agar Polri segera menangkap Permadi Arya atau yang dikenal dengan nama Abu Janda karena pernyataannya terhadap mantan Komisionr Komnas HAM asli Papua, Natalius Pigai, terus bermunculan.

 

Salah satunya disuarakan Ketua DPD KNPI Kabupaten Merauke, Simon Petrus Balagaize.

 

Menurut Simon, tindakan rasisme dapat memicu perasaan diskriminatif bangsa Papua dalam bingkai NKRI. Sehingga melahirkan sangat banyak pergerakan-pergerakan yang menginginkan bangsa Papua untuk keluar dari NKRI.

 

"Sampai dengan hari ini bangsa Papua selalu merasa terdiskrimininasikan di dalam bingkai NKRI, sehingga wajar saja jika cukup banyak muncul pergerakan yang ingin Papua keluar dari NKRI," ucap Simon kepada Kantor Berita RMOL Papua, Sabtu (30/1).

 

"Maka seyogyanya seluruh elemen dalam negara ini secara bahu membahu membangkitkan rasa percaya diri bangsa Papua. Sehingga kami merasa bahwa kami bangsa Papua juga merupakan bagian integral dari bangsa Indonesia,” sambungnya.

 

Dirinya pun berharap pihak kepolisian dapat menindak tegas oknum-oknum rasis yang berpotensi memecah belah keutuhan NKRI seperti Abu Janda.

 

“Saya berharap kepolisian dapat menindak tegas Permadi Arya karena sudah bertindak rasis kepada Natalius Pigai yang merupakan putra asli Papua. Juga menindak tegas siapapun yang rasis, demi keutuhan NKRI,” pungkasnya. []




Jakarta, SN – Permadi Arya a.k.a Abu Janda tetap merasa hidupnya sudah benar usai melontarkan pernyataan bernada rasis kepada Natalius Pigai.

 

Seperti diketahui, Abu Janda mengejek Natalius Pigai dengan ejekan rasis dengan menyinggung soal evolusi.

 

"Kau @NataliusPigai2 apa kapasitas kau? Sudah selesai evolusi belom kau?" tulis Abu Janda di Twitter.

 

Cuitan tersebut ditulis Abu Janda saat membela Jenderal Hendropriyono yang kapasitasnya dipertanyakan oleh Pigai. Cuitan itu kini sudah dihapus.

 

Namun, Abu Janda rupanya tetap mendapat dukungan dari sejumlah pihak. Selain dari kawannya Denny Siregar, dia juga mendapat dukungan dari pastor Gilbert Lumoindong.

 

Menurut Gilbert, kata 'evolusi' yang disebut Abu Janda dalam cuitan rasisnya ke Pigai bersifat multitafsir. Ia juga menyebut bahwa soal apakah ada unsur penghinaan di dalam cuitan itu, hanya Abu Janda sendiri yang tahu.

 

Lebih jauh, Gilbert juga menganggap bahwa Abu Janda sudah khatam perkara minoritas-mayoritas dan juga sangat mencintai NKRI.

 

"Mungkin kita (mesti) tahu dulu siapa Abu Janda. Yang pertama Abu Janda adalah orang yang sangat mencintai republik ini. Dan sebagai seorang yang beragama, saya lihat beliau adalah seseorang yang dalam hidupnya mencintai Pancasila dan mencintai keberagaman termasuk agama, sosial, dan lain-lain," kata Gilbert.

 

Mendapat dukungan dari Gilbert, Abu Janda pun merasa hidupnya sudah benar, "Saat kita dibela oleh pemuka agama lain, insyaaallah kita sudah hidup dengan benar Pendeta Gilbert Lumoindong buka suara.. 'evolusi' multitafsir tidak bisa dikaitkan dengan teori Darwin. Terima kasih pak @PastorGilbertL  good bless your kind heart sir," tulisnya. (dtk)





Jakarta, SN – Mantan Mensos Juliari Peter Batubara (JPB) dianggap sengaja bungkam terkait kasus dugaan suap bantuan sosial (bansos) sembako untuk wilayah Jabodetabek 2020 karena takut nasibnya seperti Harun Masiku.

 

Begitu yang disampaikan oleh pakar politik dan hukum Universitas Nasional Jakarta, Saiful Anam atas sikap bungkamnya Juliari kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun kepada wartawan.

 

Saiful menduga, adanya tekanan yang dirasakan oleh Juliari. Karena, Juliari yang juga menjadi petinggi di partai politik, yaitu PDIP kemungkinannya akan banyak orang orang yang tersangkut dalam perkara yang menjeratnya saat ini.

 

"Saya kira Juliari juga sedang berhitung kekuatan, sehingga ia bisa saja memilih jalur diam daripada nasibnya tidak jelas seperti Harun Masiku, yang kuat dugaan dibinasakan," ujar Saiful kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (31/1).

 

Padahal, kata Saiful, Juliari seharusnya untuk berkata jujur jika dirinya bukanlah pelaku utama dan ada pihak lain yang berkaitan dengannya.

 

"Buka saja, saya yakin KPK akan menilai ia kooperatif. Bukan tidak mungkin kalau KPK lurus dan benar dalam penyidikan Juliari justru akan menuntut maksimal mantan Mensos ini," ujarnya.

 

Karena masih kata Saiful, Juliari akan rugi apabila mengambil sikap bungkam, "Saya lihat kuasa hukumnya juga tidak banyak menggali tentang apakah ada keterkaitan dengan pihak lainnya. Kalau seperti ini maka justru beban berat tanggung jawab hukum berada pada Juliari, sangat kasian kalau kondisinya demikian," pungkasnya.

 

Juliari hanya dua kali dihadirkan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan setelah resmi ditahan pada 6 Desember 2020.

 

Yang pertama, Juliari dihadirkan di Gedung Merah Putih pada Rabu, 23 Desember 2020. Pada saat itu, penyidik memeriksa Juliari masih sebagai saksi serta untuk penandatanganan perpanjangan massa penahanan untuk pertama kalinya.

 

Sejak pertama kali itu diperiksa, Juliari pun tidak lagi dihadirkan selama sebulan lebih lamanya di hadapan publik.

 

Hal itu dikarenakan, Juliari dianggap tidak mau membuka suara terkait perkara suap maupun keterlibatan pihak lain. Sehingga, penyidik lebih memilih mencari data informasi maupun bukti dari para saksi-saksi lainnya.

 

Akan tetapi, Juliari kembali dimunculkan kehadapan publik pada Jumat kemarin (29/1). Juliari saat itu diperiksa pertama kali sebagai tersangka.

 

Namun, Juliari hanya diperiksa selama empat jam lamanya. Sejak pukul 13.52 WIB hingga pukul 17.51 WIB.

 

Juliari pun kembali bungkam kepada wartawan setelah menjalani pemeriksaan itu seperti pada pemeriksaan pada satu bulan yang lalu.

 

Juliari tidak menyampaikan satu kata pun saat dilontarkan beberapa pertanyaan. Misalnya terkait dugaan keterlibatan dua politisi PDIP, Herman Herry dan Ihsan Yunus, maupun pertanyaan soal sosok "madam". (*)




Jakarta, SN – Ungkapan kebencian berbasis SARA yang dilontarkan Abu Janda menggegerkan dunia maya. Sosok yang dikenal sebagai pendukung Jokowi itu mengatakan "Islam sebagai agama arogan". Ia juga melontarkan ujaran bernada rasisme kepada Natalius Pigai.

 

Abu Janda yang memiliki nama asli Arya Permadi beberapa kali mengaku sebagai bagian dari Nahdlatul Ulama (NU). 

 

Waketum PKB yang juga Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid menilai apa yang sudah dilakukan Abu  Janda tentu merugikan NU.

 

"Kalau mengatasnamakan NU dan tidak sesuai visi Nahdliyin ya pasti rugi dong. Apalagi mengatakan Islam arogan, itu merusak citra NU," tutur pria yang akrab disapa Gus Jazil dalam diskusi Trijaya, dikutip Gelora,co, Sabtu (30/1).

 

Ia kemudian menegaskan bahwa meskipun Abu Janda pernah mengaku bagian dari NU, apa yang dilakukannya tidak mencerminkan nilai NU. 

 

Sebagai aktivis NU sejak kecil, Gus Jazil mengaku tidak pernah melihat Abu Janda. Artinya, bisa saja dia hanya mengaku namun tidak bisa disebut merepresentasikan NU.

 

"Dia ikut kader atau tidak. Ada anggota biasa, saya yakin dia enggak ikut pengaderan," imbuhnya.

 

Gus Jazil juga mengatakan biarkan tindakan Abu Janda diproses oleh hukum dengan semestinya. NU juga tidak akan melindungi orang yang terbukti bersalah.

 

"Saya tidak bersuudzon terhadap Abu Janda. Kalau dia NU ya tunjukkan ke-NU-annya, keanggotannya, kalau bersalah ya NU tidak akan melindungi org yang salah," pungkasnya. [] 




Jakarta, SN – Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI menyinggung Permadi Arya alias Abu Janda yang belakangan ramai diperbincangkan karena kasus dugaan kasus rasisme terhadap Natalius Pigai. PWNU DKI meminta GP Ansor memanggil Abu Janda untuk klarifikasi.

 

"Selaku Ketua PWNU meminta kepada pengurus GP Ansor untuk secepatnya memanggil Abu Janda untuk meminta klarifikasi karena kami merasa terutama NU Jakarta karena dia tinggal di Jakarta itu sering dirugikan nama baik NU atas pernyataan-pernyataan Abu Janda," kata Ketua PWNU DKI, Syamsul Ma'arif, saat dihubungi, Jumat (29/1/2021).

 

Syamsul mengatakan pengurus GP Ansor perlu mengecek status keanggotaan Abu Janda. Jika benar dia tercatat sebagai anggota Banser, Syamsul menilai Abu Janda perlu dinonaktifkan sementara.

 

"Maka jika Abu Janda mempunyai anggota tercatat sebagai anggota Banser maka kami Ketua PWNU meminta kepada Ansor untuk meninjau ulang keanggotaannya kalau memang pernyataan-pernyataan Abu Janda disengaja dan bertentangan dengan nilai-nilai Islam ahlussunah waljamaah terutama maka bisa jadi tidak hanya peringatan keras tapi dinonaktifkan dari anggota banser," kata Syamsul.

 

"Ini demi ketertiban anggota banser karena Abu Janda sering menjadikan NU itu sebagai tameng pelindung, sebagai organisasi induknya gitu sementara saya juga bertanya nih sebenarnya Abu Janda anggota banser mana," sambung Syamsul, dilansir Detik.com.

 

Syamsul juga sudah bertanya mengenai status keanggotaan Abu Janda ke Banser DKI. Kata Syamsul, nama Abu Janda tak tercatat sebagai anggota Banser DKI.

 

"Saya ini nanya, dia ini kan aktifnya di banser ya, saya tanya ke banser DKI dia tidak tercatat sebagai anggota banser DKI, tidak ada catatannya. Maka mungkin yang punya kewenangan GP Ansor pusat untuk secepatnya memanggil Abu Janda, memberikan teguran keras kalau bisa dinonaktifkan dulu lah," ujar Syamsul.

 

Abu Janda sebelumnya dilaporkan ke Bareskrim Polri atas dugaan rasisme ke Natalius Pigai. Laporan itu didasarkan pada cuitan Abu Janda di Twitter yang menyinggung soal 'evolusi'.

 

Selain itu, Abu Janda juga disorot banyak pihak karena cuitannya soal 'Islam Arogan'. Cuitan Abu Janda ini berawal dari twit war dengan Tengku Zulkarnain. (sanca)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.