Latest Post



Jakarta, SN – Sejumlah mahasiswa dan pemuda mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menangkap dua petinggi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dalam kasus dugaan suap bantuan sosial (Bansos) sembako untuk wilayah Jabodetabek 2020.

 

Pantauan Kantor Berita Politik RMOL, sebanyak 10 pemuda dan mahasiswa ini datang ke Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan pada pukul 14.30 WIB.

 

Sebanyak enam dari sepuluh orang pria ini terlihat mengenakan daster yang biasa dipakai oleh Ibu-ibu.

 

Selain itu, mereka juga terlihat membawa atribut aksi. Seperti poster dan spanduk.

 

Pada poster yang dibawa, terlihat gambar politisi PDIP, Herman Herry dan Ketua DPR RI Puan Maharani.

 

Dibawah gambar kedua wajah politisi PDIP itu juga ada sebuah tulisan. Yaitu tulisan "Periksa Madam Puan Maharani" dan "KPK Kapan Tangkap Herman Herry???".

 

Dalam orasinya, koordinator lapangan dari Forum Mahasiswa Nusantara (Formasa) dan Pemuda Muslimin Indonesia ini menjelaskan, maksud kehadirannya ke Gedung Merah Putih KPK dengan menggunakan pakaian daster.

 

"KPK tidak perlu memakai kostum kami disini. KPK Tidak perlu memakai daster seperti kami di sini. Kami yang sudah memakai daster ini mendorong KPK bahwa KPK tidak banci, KPK tidak tumpul ke bawah," tegas sang orator, Ari Santoso seperti dikutip Kantor Berita Politik RMOL, Rabu siang (27/1).

 

Karena menurut Ari, dari perkembangan kasus yang menjerat Juliari Peter Batubara (JPB) saat menjabat sebagai Menteri Sosial ini juga diduga kuat terlibat petinggi di PDIP.

 

Yaitu, Puan Maharani yang diduga disebut sebagai sosok "Madam", dan Herman Herry yang disebut turut mendapatkan proyek Bansos ini.

 

"Kita cuma ingin mendorong KPK untuk secepatnya mencari kebenaran, mencari perkembangan kasus tindak pidana korupsi bantuan sosial ini. Tema besarnya, tangkap dan adili terduga kasus bantuan sosial saudari Puan Maharani dan saudara Herman Herry," pungkasnya. (*)




Jakarta, SN – Ambroncius Nababan Ketua Relawan Pro Jokowi Amin (Projamin) ditangkap usai ditetapkan sebagai tersangak oleh Penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri.

 

Politisi Demokrat Roy Suryo menilai penangkapan terhadap Ambroncius dinilai wajar karena bertindak rasis terhadap Natalius Pigai.

 

Namun Roy Surya merasa polisi harus bertindak tegas terhadap Permadi Arya atau yang lebih dikenal dengan Abu Janda.

 

"Tweeps, Setelah si Ambroncius Nababan dicokok @CCICPolri krn postingan rasisnya thdp@NataliusPigai2," tulis Roy Suryo dalam akun Twitternya seperti yang dikutip pada Rabu (27/1/2021).

 

Sebelum ini, Pigai juga menjadi saran rasisme seorang profesor Universitas Sumateri Utara (USU) dan Permadi Arya alias Abu Janda.

 

Keduanya menyerang Pigai yang menjurus rasisme.

 

"Rasanya sangat wajar bila Mayoritas Netizen meminta Tindakan tegas juga dilakukan @DivHumas_Polri ke @permadiaktivis1," kata Roy Suryo.

 

Tidak hanya bertindak rasis terhadap sesama anak bangsa, Abu Janda juga dinilai melakukan ujaran kebencian terhadap pemeluk Islam dengan pernyataannya yang kerap memojokan.

 

"Selain rasis, Ybs juga ujaran SARA yg menyinggung Ummat Islam," sebut Roy Suryo. **  




Jakarta, SN – Anggota DPR Fraksi PDIP Ihsan Yunus dipanggil KPK terkait kasus korupsi bantuan sosial (bansos) Corona. Namun Ihsan Yunus tidak memenuhi panggilan KPK hari ini.

 

"Saksi (Ihsan Yunus) tidak hadir," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Rabu (27/1/2021).

 

Ali menyebut Ihsan Yunus belum menerima surat panggilan dari KPK. Menurut Ali, KPK akan segera menjadwalkan ulang.

 

"Rencana pemeriksaan akan dijadwalkan kembali karena surat panggilan belum diterima oleh saksi," ucap Ali.

 

Adapun dua saksi lainnya yang dipanggil menjadi saksi kasus yang sama telah hadir dan tengah menjalani pemeriksaan. Keduanya adalah mantan ADC Menteri Sosial RI Eko Budi Santoso dan Direktur PT Integra Padma Mandiri.

 

Seperti diketahui, penyidik KPK menggeledah dua rumah di Jakarta dan Kota Bekasi. Dalam penggeledahan tersebut diamankan alat komunikasi dan sejumlah dokumen terkait perkara tersebut.

 

Lokasi pertama adalah sebuah rumah di Jalan Raya Hankam, Cipayung, Jakarta Timur, dan lokasi kedua adalah di Perumahan Rose Garden, Jatikramat, Jatiasih, Kota Bekasi, Jawa Barat. Menurut sumber detikcom, rumah yang berada di Jakarta Timur adalah milik orang tua Ihsan Yunus.

 

Juliari Batubara ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam kasus korupsi bansos Corona. Dia dijerat bersama empat orang lainnya, yaitu Matheus Joko Santoso, Adi Wahyono, Ardian IM, dan Harry Sidabuke.

 

Dua nama awal merupakan pejabat pembuat komitmen atau PPK di Kemensos. Sedangkan dua nama selanjutnya adalah pihak swasta sebagai vendor dari pengadaan bansos.

 

KPK menduga Juliari menerima jatah Rp 10 ribu dari setiap paket sembako senilai Rp 300 ribu per paket. Total setidaknya KPK menduga Juliari Batubara sudah menerima Rp 8,2 miliar dan Rp 8,8 miliar.

 

"Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama, diduga diterima fee kurang-lebih Rp 12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh MJS (Matheus Joko Santoso) kepada JPB (Juliari Peter Batubara) melalui AW (Adi Wahyono) dengan nilai sekitar Rp 8,2 miliar," ucap Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers sebelumnya.

 

"Untuk periode kedua pelaksanaan paket bansos sembako, terkumpul uang fee dari bulan Oktober 2020 sampai Desember 2020 sejumlah sekitar Rp 8,8 miliar, yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan JPB," imbuh Firli. (dtk)




Jakarta, SN  Anggota Komisi III DPR RI dari Partai Demokrat, Benny Kabur Harman meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera menanggapi setiap informasi yang berkembang di masyarakat terkait kasus dugaan korupsi bantuan sosial yang menjerat mantan Menteri Sosial Juliari. Peter Batubara dan menurutnya KPK harus adil dan tidak pilih kasih dalam pemberantasan korupsi.

 

Hal itu diungkapkan Benny saat ditanya langkah apa yang harus diambil KPK terkait dugaan keterlibatan sejumlah politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), termasuk laporan dari Koran Tempo yang menyebutkan ada sosok madam'  yang terkait erat kepada tokoh-tokoh penting di kalangan elit PDIP.

 

"KPK harus segera responsif, jalankan tugasnya menegakkan hukum berantas korupsi secara adil dan tanpa pilih kasih," kata Benny kepada CNNIndonesia.com, Rabu (27/1).

 

Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat itu pun menyampaikan bahwa KPK harus segera mendalam berbagai informasi yang beredar di publik terkait korupsi bansos.

 

Menurut Benny, langkah itu penting dilakukan KPK agar informasi soal korupsi bansos tidak menjadi fitnah dan spekulasi di tengah masyarakat.

 

"KPK harus responsif, KPK bisa mendalami informasi-informasi yang selama ini beredar di publik agar tidak ada fitnah dan spekulasi di tengah-tengah masyarakat," tutur Benny.

 

Untuk diketahui, dalam perkembangan penanganan kasus korupsi bansos, sejumlah politikus PDIP diduga terlibat. Selain Juliari, ada nama Herman Hery dan Ihsan Yunus.

 

Herman merupakan Ketua Komisi III DPR, sementara Ihsan sempat duduk sebagai Wakil Ketua Komisi VIII. Saat ini Ihsan digeser ke Komisi II yang membidangi tugas pemerintahan dalam negeri, kepemiluan, hingga pertanahan dan reforma agraria.

 

Berdasarkan laporan investigasi Koran Tempo, disebutkan bahwa jatah kuota 1,3 juta paket bansos diberikan kepada Herman dan Ihsan. Perusahaan yang terafiliasi dengan Herman memperoleh 1 juta paket, sedangkan sisanya untuk perusahaan yang berafiliasi dengan Ihsan.

 

Sementara itu Ketua KPK Firli Bahuri menegaskan lembaganya akan menindaklanjuti setiap informasi yang berkembang di masyarakat terkait kasus dugaan korupsi bansos yang menjerat eks Mensos, Juliari.

 

Firli menegaskan KPK bekerja secara profesional, akuntabel, dan transparan serta menjunjung tinggi hak asasi manusia. Kata dia, KPK tidak pandang bulu dalam melakukan penegakan hukum.

"Pada prinsipnya segala informasi dari masyarakat akan ditindaklanjuti sesuai dengan alat bukti yang dikumpulkan dan keterangan para saksi-saksi," kata Firli kepada CNNIndonesia.com melalui keterangan tertulis, Selasa (26/1).

 

"Karena dengan bukti-bukti itulah akan membuat terang suatu perkara dan menemukan tersangkanya," lanjutnya. [*]




Jakarta, SN – Penanganan kasus dugaan korupsi terkait pengadaan kegiatan penjualan dan pemasaran di PT Dirgantara Indonesia (PTDI) tahun 2007-2017 memasuki babak baru. Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengendus aliran uang hasil rasuah tersebut mengalir ke sejumlah pihak di Sekretariat Negara (Setneg).

 

Hingga kini Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara, Setya Utama masih enggan menanggapi temuan KPK tersebut. Ia justru meminta CNNIndonesia.com bertanya balik kepada komisi antirasuah.

 

"Silakan ditanyakan ke KPK," ucap Setya kepada CNNIndonesia.com lewat pesan singkat, Selasa (26/1).

 

Dugaan aliran dana korupsi di PTDI ke Setneg diketahui usai penyidik KPK merampungkan pemeriksaan terkait kasus ini. Salah satunya terhadap mantan Kepala Biro Umum Sekretariat Kemensetneg Piping Supriatna dan mantan Sekretaris Kemensetneg Taufik Sukasah, Selasa (26/1).

 

"Kedua saksi tersebut didalami pengetahuannya terkait dugaan penerimaan sejumlah dana oleh pihak-pihak tertentu di Setneg terkait proyek pengadaan service pesawat PT Dirgantara Indonesia," ujar Plt. Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri, Selasa (26/1).

 

Piping dan Taufik diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi untuk tersangka Budiman Saleh. KPK menduga Budiman menerima aliran dana sejumlah Rp686.185.000.

 

Budiman terlibat dalam kasus ini ketika menjabat sebagai Direktur Aerostructure (2007-2010), Direktur Aircraft Integration (2010-2012), dan Direktur Niaga dan Restrukturisasi (2012-2017) di PTDI. Teranyar, Budiman menjabat sebagai Direktur Utama PT PAL Indonesia (Persero).

 

KPK menjerat Budiman dengan Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana.

 

Sejauh ini, KPK sudah menetapkan enam orang sebagai tersangka. Selain Budiman, mereka yang menjadi tersangka antara lain mantan Direktur Utama PTDI, Budi Santoso; mantan Direktur Niaga PTDI, Irzal Rinaldi; serta Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan PTDI 2007-2014 dan Direktur Produksi PTDI 2014-2019, Arie Wibowo.

 

Kemudian Direktur Utama PT Abadi Sentosa Perkasa, Didi Laksamana; serta Direktur Utama PT Selaras Bangun Usaha, Ferry Santosa Subrata.

 

Ketua KPK Firli Bahuri menjelaskan perbuatan tindak pidana ini bermula pada 2008. Ketika itu Budi Santoso melakukan rapat bersama-sama dengan Irzal Rinaldi, Budiman Saleh, Arie Wibowo, dan Direktur Aircraft Integration Budi Wuraskito.

 

Mereka, lanjut Firli, melakukan rapat membahas kebutuhan dana PTDI untuk mendapatkan pekerjaan di kementerian lain, termasuk biaya entertainment dan uang rapat yang nilainya tidak dapat dipertanggungjawabkan melalui bagian keuangan.

 

Pertemuan tersebut menghasilkan kesepakatan kelanjutan kerja sama mitra keagenan, di antaranya proses kerja sama dilakukan dengan penunjukan langsung, serta dalam penyusunan anggaran pembiayaan kerja sama dititipkan dalam 'sandi-sandi' anggaran pada kegiatan penjualan dan pemasaran.

 

Firli mengatakan kerja sama melibatkan enam perusahaan mitra untuk mengerjakan proyek untuk memenuhi kebutuhan terkait operasional perusahaan tersebut. Yakni PTDI, PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha.

 

Perbuatan dugaan korupsi ini telah menyebabkan kerugian keuangan negara sejumlah Rp303 miliar. Budi Santoso dan Irzal Rinaldi diketahui sedang dalam proses menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Bandung. (sanca)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.