Latest Post



Jakarta, SN – DPP KNPI menantang pihak kepolisian untuk bertindak tegas terhadap Permadi Arya yang dinilai telah melakukan rasisme kepada Natalius Pigai. Bahkan, pria yang kerap disapa Abu Janda merupakan orang yang pertamakali melakukan pernyataan rasis sebelum disusul oleh kelompok pendukung Jokowi lainnya.

 

"Kami yakin polisi akan menindak tegas Abu Janda karena ini bertentangan dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika," kata Ketua Umum DPP KNPI, Haris Pertama dalam keterangan persnya, Selasa (26/1).

 

Haris menilai pernyataan Abu Janda tidak mencerminkan prinsip kebhinnekaan dan tak menghargai perbedaan suku, agama ras dan antargolongan.

 

"Polri sebagai aparat penegak hukum jangan ragu untuk melakukan penegakan hukum terhadap kasus ini secara cepat dan tegas," ujarnya.

 

Sebelumnya Abu Janda di akun Twitternya mengejek Natalius Pigai dengan sebutan evolusi. "Kau @NataliusPigai2 apa kapasitas kau? sudah selesai evolusi belom kau?” ungkap Permadi.

 

Haris sangat menyangkan pernyataan rasis yang dilontarkan oleh sekelompok orang yang kerap menggaungkan Pancasila.

 

"Meski berbeda dukungan politik. Tidak pantas melontarkan kata-kata rasis. Orang semacam Abu Janda harus segera ditangkap. Ini juga merusak citra pemerintah Jokowi," tegasnya. [gelora]




Jakarta, SN – Mantan Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai menanggapi dingin penetapan Ambroncius Nababan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri dalam kasus dugaan rasis di media sosial. Aktivis Papua ini bahkan sama sekali tidak memikirkan serangan-serangan rasis terhadap dirinya, karena menurutnya bukan kali ini saja.

 

"Saya terus terang saja. Gini, orang yang rasis sama saya ini sudah Jutaan," kata Pigai saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (26/1).

 

Baginya, serangan rasis yang dialamatkan kepadanya adalah bagian daripada konsekuensi dalam membela orang-orang kecil yang membutuhkan pertolongan, orang kecil yang tak mendapatkan keadilan. Baik dari suku Jawa, Sumatera, Melayu, Sunda, Ambon Maluku dan suku lainya di Indonesia.

 

"Jadi tantangan kita adalah mendapat kekerasan verbal. Jadi itu (serangan rasis) saya anggap dari konsekuensi pilihan yang kita ambil sebagai pembela kemanusiaan. Meskipun saya sendiri memaklumi, ujaran rasisme juga bukan menyayat saya, juga komunitas saya," tadas Pigai.

 

Disisi lain, Pigai berpandangan, perlakuan rasis terhadap dirinya maupun orang-orang Papua juga disebabkan historis politik bangsa Indonesia.

 

Ia merunut, saat Proklamator Bung Hatta ketika Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang hanya mengingikan ras Melayu sebagai warga negara Indoenesia, minus ras Melanesia--yang merupakan ras Papua.

 

Kemudian, AM Hendropriyono juga pernah mengatakan 2 juta orang Papua agar dipindahkan ke Manado, dan terakhir Pigai mengingat pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang menyatakan kalau orang Papua ingin merdeka silahkan angkat kaki dari Indonesia dan bergabung dengan negara-negara Melanesia yang tergabung dalam Melanesian Spearhead Group (MSG).

 

"Jadi apa yang diucapkan oleh orang Indonesia kepada Papua dalam konteks rasis hanyalah keinginan dari pimpinan-pimpinan nasional. Ini yang kita harus kritisi cara pandang pejabat. Kita harus merubah mindset politik pemerintahan yang diskriminatif dan rasialisme," ungkap Pigai.

 

Untuk itu, Pigai menganggap perlakuan rasis Abroncius Nababan dan orang-orang lain terhadap dirinya merupakan hal yang lumrah.

 

"Pelakunya kelompok-kelompok buzzer. Kelompok ini yang tidak terpisahkan oleh kakak pemibina dari lingkaran kekuasaan. Jadi ibarat majikan melepas anjing-anjingnyanya, makanya kita harus merubah mindset majikan tersbut," sindir Pigai. [*]




Jakarta, SN – Peristiwa ledakan keras mengguncang Riyadh, Arab Saudi pada Selasa (26/1), terjadi tiga hari setelah kerajaan mencegat proyektil yang muncul di langit Riyadh.

 

Seorang koresponden AFP melaporkan bahwa ledakan telah mengguncang jendela sebuah gedung di Riyadh pada pukul 1 siang waktu setempat.

 

Heboh media sosial juga diramaikan dengan pemberitaan warga yang mengaku mendengar dua ledakan.

 

Sejauh ini belum ada pernyataan dari lembaga Arab Saudi tersebut. Di sisi lain, kelompok pemberontak Houthi juga mengaku belum bertanggung jawab atas ledakan itu.

 

Sejauh ini belum ada laporan adanya korban atau korban luka akibat ledakan. []




Jakarta, SN – Ambroncius Nababan dijemput paksa Bareskrim Polri setelah ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus ujaran rasisme. Kapolda Papua Irjen Paulus Waterpauw meminta warga Papua tenang dan mempercayakan penanganan kasus kepada aparat penegak hukum.

 

"Bareskrim Polri sudah menangani kasus rasisme itu maka dari itu kami berharap agar masyarakat tetap tenang, percayakan kepada kami aparat penegak hukum dalam menangani kasus ini. Kami akan melaporkan perkembangan hasil penyidikan yang dilakukan di Mabes Polri kepada seluruh masyarakat agar diketahui bersama," ujar Irjen Paulus di Jayapura, Selasa (26/1/2021).

 

Hal tersebut disampaikannya dalam pertemuan bersama Forkopimda Papua di Gedung DPR Papua. Pertemuan yang membahas isu rasisme yang beredar di media sosial terhadap situasi dan stabilitas di Papua itu turut dihadiri Ketua DPRP Papua Johny Banua Rouw, Sekda Provinsi Papua Doren Wakerkwa, Kajati Papua Nikolaus Kondomo, hingga Wakil Rektor bidang Kemahasiswaan Uncen, Jonathan Kiwasi Wororomi.

 

Paulus mengatakan mengambil langkah cepat dan bersinergi bersama Forkopimda Papua agar situasi di Bumi Cenderawasih tetap kondusif. Dia mengatakan aparat akan menangani kasus ini.

 

"Tentu kami masih memerlukan keterangan dari para pihak, maka dari itu kami meminta saudara Natalius Pigai untuk melaporkan secara langsung sebagai pihak yang menjadi korban ujaran kebencian agar bisa kita proses lebih lanjut," pintanya.

 

Sementara itu, Jhony Banua Rouw mengatakan DPRP mengundang Forkopimda Papua berdiskusi guna menyikapi situasi di Papua terkait kasus rasisme yang begitu marak dibahas di media sosial.

 

"Kita sebagai pemimpin di tanah Papua telah bersepakat untuk menyelesaikan masalah rasisme ini dengan jalur hukum dan proses hukumnya akan kita kawal bersama-sama," ungkap Jhony.

 

Dia mengatakan, bahwa kesepakatan yang diambil tidak boleh ada rasisme di Indonesia, termasuk di Papua. Sebab rasisme perbuatan sangat dilarang di dunia.

 

"Proses hukum akan kita kawal bersama. Pada kesempatan ini saya mewakili Forkopimda Papua mengimbau kepada masyarakat yang ada di Papua maupun di luar Papua untuk tetap tenang, tidak terprovokasi dan tidak mengambil sikap yang tidak terhormat," kata dia.

 

Dia meminta warga Papua agar tidak terprovokasi. Dia mengatakan pimpinan daerah akan mengawal kasus ini.

 

"Forkopimda Papua akan menyiapkan dan membiayai pengacara untuk mendampingi saudara Natalius Pigai," katanya.

 

Hal senada disampaikan Kajati Papua, Nikolaus Kondomo. Nikolaus meminta masyarakat tetap tenang. Pihak kejaksaan akan berkoordinasi dengan kepolisian dan pengadilan agar kasus ini dibawa hingga ke persidangan.

 

"Saya minta masyarakat tenang karena proses hukum tetap berjalan, Kapolda Papua akan memproses perkara tersebut sampai selesai untuk kemudian dilimpahkan ke Kejaksaan dan kemudian bisa segera dilimpahkan ke Pengadilan untuk disidangkan, doakan semoga perkara ini segera tuntas," ujar Nikolaus.

 

Kasus ujaran kebencian bermuatan SARA yang dilakukan Ambroncius Nababan terhadap mantan komisioner Komnas HAM Natalius Pigai naik ke tingkat penyidikan. Ambroncius Nababan yang disidik Polri dengan konsep Presisi, kini ditetapkan sebagai tersangka.

 

"Benar. Terlapor AN kami naikkan statusnya menjadi tersangka," kata Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Slamet Uliandi kepada Detik.com, Selasa (26/1).

 

Bareskrim Polri lalu menjemput paksa Ketua Umum Projamin itu. "Yang bersangkutan dijemput paksa," kata Brigjen Slamet.

 

Ambroncius Nababan diperiksa penyidik Siber Bareskrim pada Senin (25/1) dan dicecar 25 pertanyaan. Dia dilaporkan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Papua Barat (PB) ke Polda Papua Barat dengan nomor LP/17/I/2021/Papua Barat. Namun kasus ini kemudian diambil alih Bareskrim Polri karena Ambroncius selaku terlapor berada di Jakarta.

 

Ambroncius Nababan sudah angkat bicara soal ujaran rasis ke mantan komisioner Komnas HAM Natalius Pigai ini. Dia meminta maaf kepada Natalius Pigai dan masyarakat Papua.

 

"Saya meminta maaf kepada Saudara Natalius Pigai dan masyarakat Papua. Mungkin ada yang tersinggung dan menganggap saya menghina masyarakat luas, apalagi melakukan rasis," kata Ambroncius Nababan dalam siaran video, Senin (25/1).

 

Ambroncius Nababan diduga melakukan tindak pidana menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) dan/atau membuat tulisan atau gambar untuk ditempatkan, ditempelkan, atau disebarluaskan di tempat umum atau tempat lainnya yang dapat dilihat atau dibaca oleh orang lain dan/atau barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45A ayat (2) Jo Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan/atau Pasal 16 Jo Pasal 4 huruf b ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang penghapusan diskriminasi ras dan etnis dan/atau Pasal 156 KUHP.(sanca)




Jakarta, SN – Sejumlah pasal di draf RUU Pemilu menuai pro dan kontra. Salah satu pasal yang dibahas adalah jadwal penyelenggaraan pilkada serentak. 

 

Dalam draf RUU Pemilu, pilkada serentak diusulkan digelar pada 2022 dan 2023. Untuk penyelenggaraan pilkada pada 2022 diatur dalam Pasal 731 ayat 2 dan 3 draf RUU pemilu. 

 

Dalam pasal 731 diatur provinsi dan kabupaten/kota yang terakhir menggelar pilkada di 2017 akan kembali menggelar pilkada di 2022, termasuk Pilgub DKI Jakarta. 

 

Selain DKI Jakarta, pada 2017 sebanyak 100 daerah (provinsi, kabupaten, kota) juga menggelar pilkada, seperti Provinsi Aceh, Banten, Bangka Belitung, Papua Barat, Gorontalo, hingga Sulawesi Barat. 

 

Wakil Ketua Komisi II Saan Mustopa mengatakan, seluruh fraksi sepakat pelaksanaan pilkada serentak dinormalisasi dan diadakan di tahun 2022. Namun, kata dia, PDIP memberikan catatan bahwa mereka ingin pilkada serentak digelar di 2024, bukan 2022. 

 

"Nah terkait dengan pilkada, PDI memberikan catatan karena pengin di 2024 tetap. Nah, akhirnya PDI di drafnya tetap kan diharmonisasi, tapi PDI memberikan catatan terkait hal itu," kata Saan di Gedung DPR, Senayan, Selasa (26/1).

 

"Nah tapi di luar itu, PDI saja yang memberi catatan, yang lain-lain inginnya normal. Normal," sambungnya.

 

Meski begitu, Saan menuturkan PDIP tak memaksakan kehendak agar pelaksanaan pilkada serentak digelar 2024. Keputusan akan diambil dalam pembahasan komisi II, "Tapi dia (PDI), tidak memaksakan tapi hanya memberikan catatan," lanjut dia.

 

Sekretaris Fraksi NasDem itu pun mengungkapkan saat penyusunan draf RUU pemilu, Gerindra belum menentukan sikap terkait jadwal pelaksanaan pilkada.

 

"Kalau Gerindra sama sekali tidak memberikan sikap sama sekali terkait semua isu krusial. Sikapnya nanti akan ditunjukkan pada saat pembahasan. Jadi Gerindra sama sekali enggak bersikap, apakah dia mau 2024 atau normal, enggak. Apakah dia mau proposional tertutup atau terbuka, dia enggak. PT-nya mau berapa dia enggak," tutup dia. [gelora]


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.