Latest Post



Jakarta, SNKapolsek Kebayoran Baru, Kompol Supriyanto, mengakui pesta yang berlangsung di Sean Gelael Home Cafe yang dihadiri Raffi Ahmad dan tokoh masyarakat lainnya pada Rabu malam, 13 Januari 2021 itu tidak terpantau polisi. Pesta tersebut menjadi bermasalah karena digelar pada massa pandemi Covid-19 dan terdapat pelanggaran protokol kesehatan.

 

Supriyanto menjelaskadbbn alasan pesta itu luput dari pengawasan pihaknya, karena letak kafe berada di area perumahan dan tak terlihat adanya pesta di sana.

 

"Ga terpantau, karena itu lokasinya di perumahan gede-gede, ga keliatan ada kafe di sana," ujar Supriyanto saat dihubungi Tempo, Kamis, 14 Januari 2021.

 

Lebih lanjut, Supriyanto menjelaskan pihaknya sudah rutin melakukan patroli di kafe-kafe yang ada di sekitar Kebayoran Baru, dan tak ditemukan kafe yang melanggar aturan jam buka di saat PSBB ketat. Namun karena kafe Home Sean Gelael berada di perumahan dan berada di jalan sempit, polisi luput merazia tempat itu.

 

Ia mengatakan ada kemungkinan acara semalam juga hanya mengundang sejumlah tamu khusus saja. Namun, Supriyanto memastikan hal itu tetap termasuk pidana karena menciptakan kerumunan orang yang melanggar protokol kesehatan.

 

Dalam video pesta yang beredar, tampak sejumlah publik figur dalam acara itu seperti Raffi Ahmad, Gading Marten, Anya Geraldine, Uus, Nagita Slavina, Once Mekel, hingga Basuki Tjahja Purnama atau Ahok. Mereka tampak bernyanyi dan berjoget bersama dalam kerumunan tanpa memakai masker dan tak menjaga jarak.

 

Sebelum ikut dalam pesta tersebut, Raffi Ahmad diketahui baru saja menerima vaksin Covid-19 di Istana Merdeka bersama Presiden Joko Widodo atau Jokowi, Panglima TNI Marsekal Hadi Pranoto, dan Kapolri Jenderal Idham Azis. Raffi menerima vaksin gelombang pertama itu sebagai perwakilan dari golongan anak muda. []




Jakarta, SN – Sebuah video viral saat pendiri Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab (HRS) masuk ke dalam mobil tahanan diikuti oleh polisi bersenjata yang menjaganya di bawah sorotan netizen (warganet). Apa Pasal?, lantaran polisi itu mengayunkan kaki kanannya seperti sedang menendang HRS yang sudah masuk mobil tahanan lebih dulu.

 

Video akun Twitter @Cobeh09 mengunggah detik-detik pengawalan polisi menendang kaki kanannya ke arah HRS yang sebelumnya masuk ke dalam mobil tahanan. Momen tersebut terjadi saat HRS dipindahkan dari Rutan Polda Metro Jaya ke Rutan Reserse Kriminal Polri pada Kamis (14/1) sore WIB.

 

HRS keluar tahanan dengan gestur mengangkat kedua tangan ke atas dengan menunjukkan jempol sembari terikat. Gestur itu menunjukkan bentuk ketidakadilan yang menimpa dirinya.

 

Sementara pantauan Republika di lokasi, tersangka pelanggaran protokol kesehatan (prokes) Covid-19 tersebut keluar rutan Polda Metro Jaya dengan mengenakan gamis putih berbalut rompi tahanan berwarna oranye.

 

Pemindahan HRS dari Rutan Narkoba Polda Metro Jaya ke Rutan Bareskrim Polri dilakukan sekitar pukul 15.00 WIB, dengan pengamanan superketat. Polisi membentuk barikade agar HRS tidak bisa kabur. Dia tidak banyak berkomentar saat ditanyai awak media. "Allahu Akbar....Revolusi akhlak," teriak HRS sembari menuju mobil tahanan, di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Kamis.

 

Direktur Tindak Pidana Umum Badan Reserse dan Kriminal (Dirtipidum Bareskrim) Polri, Brigjen Andi Rian Djajadi mengatakan, penahanan HRS dipindahkan dari Polda Metro Jaya ke Mabes Polri harus dilakukan. Hal itu karena memang semua kasus yang menjerat HRS sudah diambil alih oleh Bareskrim Polri.

 

Tiga kasus tersebut, yaitu kerumunan massa di Petamburan di Jakarta Pusat yang disidik Polda Metro Jaya serta kasus Megamendung di Kabupaten Bogor dan Rumah Sakit Ummi di Kota Bogor yang ditangani Polda Jawa Barat. "Hari ini penahanannya dipindahkan ke Bareskrim," ujar Andi saat dikonfirmasi, Kamis.

 

Menurut Andi pemindahan tersangka HRS lebih karena alasan teknis. Mengingat saat ini semua kasus HRS ditangani oleh Bareskrim Polri, sehingga pemindahan ini dapat memudahkan penyidik melakukan pemberkasan kasus tersebut. HRS sudah berada di balik jeruji sejak tanggal 13 Desember 2020. "Pertimbangannya tahanan di PMJ terlalu padat, sekaligus untuk memudahkan penyidik Bareskrim Polri dalam pemberkasan kasusnya," kata Andi. (gelora)

 



Jakarta, SN – Dua petinggi Waterboom Lippo Cikarang, yakni General Manager Waterboom Lippo Cikarang, Ike Patricia dan Marketing Manager Waterboom Lipo Cikarang, Dewi Nawang Sari, telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana karantina.

 

Proses hukum terhadap 2 orang tersebut diawali dengan adanya kerumunan di Waterboom Lippo Cikarang, Minggu (101/2021). Mereka berdua tidak ditahan polisi.

 

Kapolres Metro Bekasi Kombes Hendra Gunawan mengatakan, kasus tersebut sudah sampai tahap penyidikan dan telah menetapkan 2 tersangka, yakni IP yang menjabat GM dan DN sebagai Manajer Pemasaran.

 

Kedua tersangka tidak ditahan polisi karena ancaman hukum pasal yang diasumsikan di bawah 1 tahun.

 

"Ancaman hukuman (UU Kekarantinaan Kesehatan) satu tahun penjara, kalau yang (Pasal) 216 dan 218 (KUHP) 4 bulan, yang bisa ditahan dalam penyidikan minimal 5 tahun," kata Kombes Hendra Gunawan dalam sambungan telepon, dilansir Gelora.co, Kamis (14/1/2021).

 

Saat ini, lanjut Hendra, pihaknya sedang melengkapi berkas kasus tersebut untuk selanjutnya diserahkan ke Kejaksaan Negeri Cikarang, "Nanti akan kita akan lengkapkan berkas dan kita serahkan ke kejaksaan," ujarnya.

 

Sebelumnya, polisi menetapkan GM Waterboom Lippo Cikarang Ike Patricia dan Manager Marketing Waterboom Lippo Cikarang, Dewi Nawang Sari sebagai tersangka atas kasus kerumunan yang terjadi di Waterboom Lippo Cikarang, Cikarang Selatan, Kabupaten Bekasi pada Minggu (10/1/2021).

 

Kapolres Metro Bekasi, Kombes Hendra Gunawan mengatakan, terdapat 2 orang yang ditetapkan sebagai tersangka pada kasus dugaan tindak pidana kekarantinaan kesehatan di Waterboom Lippo Cikarang.

 

"Berdasarkan hasil gelar perkara, penyidik telah menetapkan tersangka atas nama IP (General Manager) dan DN (Marketing Manager)," kata Kombes Hendra Gunawan dalam press release di Mapolres Metro Bekasi, Kamis (14/1/2021).

 

Dia menjelaskan, dugaan tindak pidana kekarantinaan kesehatan dalam kerumunan massa di objek wisata itu bermula ketika manajemen Waterboom Lippo Cikarang memberikan promo kejutan awal tahun dengan tiket masuk sebesar Rp10 ribu/orang dari harga normal untuk Senin-Jumat sebesar Rp60 ribu dan hari Sabtu-Minggu sebesar Rp95 ribu.  

 

Promo tersebut diumumkan melalui akun instagram dengan nama akun @waterboomlippocikarang_ pada 6 Januari 2021.

 

Pembelian promo tersebut berlaku hanya untuk pembelian langsung di loket Waterboom Lippo Cikarang dengan batas waktu satu jam dari pukul 07.00 WIB - 08.00 WIB pada Minggu (10/1/2021).

 

"Masyarakat yang mengetahui hal tersebut tertarik untuk datang dan melakukan kegiatan di taman rekreasi air Waterboom Lippo Cikarang yang mengakibatkan kerumunan massa di taman rekreasi air Waterboom Lippo Cikarang pada masa pandemi Covid-19," katanya.

 

Atas perbuatannya, GM Waterboom Lippo Cikarang Ike Patricia dan Manager Marketing Waterboom Lipo Cikarang, Dewi Nawang Sari disangkakan pasal berlapis.

 

Yakni Pasal 9 jo Pasal 93 UU RI Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, Pasal 216 KUHP dan Pasal 218 KUP.

 

Berikut pasal yang disangkakan: 

A.Pasal 9 Jo Pasal 93 UU RI No. 06 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan:

 

-Pasal 9 

(1) Setiap Orang wajib mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan.

 

(2)Setiap Orang berkewajiban ikut serta dalam penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan.

 

-Pasal 93

Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

 

B.Pasal 216 KUHP

Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak Rp. 9.000.

 

C.Pasal 218 KUHP

Barang siapa pada waktu rakyat datang berkerumun dengan sengaja tidak segera pergi setelah diperintah tiga kali oleh atau atas nama penguasa yang berwenang, diancam karena ikut serta perkelompokan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak Rp 9.000.(sanca)




Jakarta, SN – Dua bencana alam telah melanda dua wilayah Indonesia minggu ini. Yakni banjir yang mengepung wilayah Kalimantan Selatan dan gempa berkekuatan 6,2 skala Richter yang meluluhlantahkan Kabupaten Majene, Sulawesi Barat (Sulbar) pada Jumat pagi (15/1).

 

Ratusan orang luka-luka akibat gempa Sulawesi Barat dan sebanyak 15 ribu orang terpaksa mengungsi. Sedangkan data Pusat Pengendalian Operasional Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan ada 8 orang meninggal dunia.

 

Kehadiran pemerintah dalam penanganan bencana ini juga dipertanyakan. Salah satu yang mempertanyakan keberadaan pemerintah adalah politikus Partai Demokrat Andi Nurpati.

 

“Adakah yang mau blusukan di Kalsel dan Sulbar? Mereka butuh pertolongan segera,” tegasnya lewat akun Twitter pribadi, sesaat lalu.

 

Secara khusus, Andi Nurpati mempertanyakan kehadiran Menteri Sosial Tri Rismaharini yang akhir-akhir ini jadi perbincangan di media lewat aksi blusukannya.

 

“Hello ada Mensos nggak ke Sulbar? Kasian rakyat di sana butuh bantuan akibat gempa,” ujarnya.

 

Dia ingin Mensos Risma bergerak cepat dalam menangani gempa di Majene, “Mendesak pemerintah dan tim bencana segera berikan bantuan ke lokasi bencana di Sulbar dan Kalsel,” demikian Andi Nurpati. []




Jakarta, SN – Terobosan baru lainnya dilakukan Menteri Sosial, Tri Rismaharini. Setelah sebelumnya gencar blusukan kepada Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) di Jakarta, kini Risma akan membuatkan KTP untuk mereka.

 

Bahkan politisi PDIP itu menargetkan membuat KTP untuk 1.600 pengamen, gelandangan, dan kelompok marginal lainnya di Jakarta.

 

Tiba-tiba saja terobosan tersebut menjadi sorotan publik. Salah satu yang mempertanyakan kebijakan mantan Wali Kota Surabaya itu adalah aktivis manusia merdeka, Said Didu. Dia mempertanyakan langkah Risma yang seolah menyalip Pemprov DKI Jakarta.

 

"Memang boleh tanpa seizin Pemda DKI?" kata mantan Sekretaris BUMN Saidu Didu di akun Twitternya, Jumat (15/1).

 

Risma sendiri menargetkan akan membuat KTP bagi kaum marjinal di DKI setidaknya 100 orang perhari dengan kerja sama antara Kemensos dan Dukcapil, termasuk dengan Bank Mandiri untuk pembukaan rekening bagi warga marjinal.

 

Risma berharap dengan memiliki KTP, masyarakat marjinal di DKI bisa mendapat bantuan pemerintah.

 

"Dengan demikian maka kita bisa akses bantuan agar mereka bisa segera keluar dari kemiskinan yang sebetulnya karena tidak ada rumah. Kami juga tidak salah administrasi karena pasti alamat dan NIK-nya," kata Risma, Rabu (13/1). (*)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.