Latest Post

Listyo Sigit Jenderal beragama Kristen kedua yang akan jadi Kapolri/Ist



Jakarta, SN – Teka-teki pergantian Kapolri Jenderal Idham Azis akhirnya terjawab! Dari 5 calon yang diajukan oleh Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Presiden Joko Widodo, akhirnya menunjuk Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo sebagai Kapolri yang baru menggantikan Jenderal Pol ldham Azis sebagai Kapolri yang akan pensiun pada 30 Januari 2021.

 

Komjen Pol. Listyo Sigit Prabowo saat ini menjabat sebagai Kabareskrim Mabes Polrii yang namanya bakal diajukan Presiden Jokowi ke Komisi lll DPR, Senin (11/1/2021) ini untuk diproses mengikuti Fit And Propper Test atau uji kelayakan.

 

Penunjukkan Listyo Sigit sebagai Kapolri, memang sudah diprediksi sebelumnya, karena kedekatan (chemistry) antara Listyo dengan Presiden Jokowi.

 

Prestasi yang ditunjukkan Listyo Sigit setelah baru saja menjadi Kabareskrim akhir tahun 2019 lalu, membuka kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan, terungkap, menangkap buronan kelas kakap Joko S Chandra di Malaysia.

 

Jika Sigit, dilantik sebagai Kapolri minggu ini, dia adalah jenderal beragama Kristen kedua yang pernah memimpin Korps Bhayangkara. Sebelumnya pernah Polri dipimpin Jenderal Widodo Budidarmo (Periode 1974-1978).

 

Jenderal Widodo disebut sebagai salah satu puncuk pimpinan Polri terbaik saat ini. Profesional dan berintegritas tinggi.

 

Profil Komjen Pol. Listyo Sigit Prabowo: Lulusan Akademi Kepolisian tahun 1991. Ia lahir di Ambon, Maluku, pada 5 Mei 1969.

 

Listyo dikenal dekat dengan Presiden Jokowi karena pernah menjabat sebagai Kapolres Solo pada 2011, saat Jokowi masih menjabat sebagai Wali Kota Solo.

 

Kedekatan Listyo dan Jokowi berlanjut ketika Jokowi menjadi Presiden. Pada 2014, Listyo pun menjadi ajudan Jokowi.

 

Setelah tidak menjadi ajudan Jokowi, Listyo menduduki sejumlah jabatan di kepolisian, yakni Kapolda Banten pada 2016-2018 dan Kadiv Propam Polri pada 2018-2019, sebelum diangkat menjadi Kabareskrim. [gelora]


Praperadilan Habib Rizieq /Ist


Jakarta, SN – Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak gugatan praperadilan Habib Rizieq Shihab terkait penetapan tersangka penghasut dalam kasus kerrumunan dan kuasa hukum Habib Rizieq, Alamsyah Hanafiah, menilai putusan hakim itu menyesatkan. 

 

"Putusan hakim ini, pendapat saya, menyesatkan. Menyesatkan karena sudah mengubah asas hukum. Dari asas hukum lex specialis, dijadikan digabungkan dengan asas hukum generalis. Asas hukum umum itu sebenarnya diharamkan oleh ketentuan undang-undang," kata Alamsyah seusai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Selasa (12/1/2021).

 

"Bahwa dia tidak boleh dicampur. Jadi kalau ada asas hukum generalis, KUHP. Jadi ada lagi hukum specialis, undang-undang karantina, ya undang-undang karantina yang dipakai. Bukan dua-duanya digabung, itu sesat itu," tambahnya.

 

Alamsyah kemudian menyatakan berencana menggugat judicial review ke MK terkait proses sidang praperadilan. Dia menilai praperadilan seharusnya tidak diputus oleh hakim tunggal, melainkan majelis hakim yang ada hakim anggotanya.

 

"Nanti rencana saya mau mengajukan judicial review tentang kami mengadili praperadilan, yaitu hakim tunggal. Hakim tunggal ini kan semau-maunya dia saja, itu tidak ada teman, maka pendapat para ahli, sampingan saja," sebutnya.

 

Sebelumnya, hakim tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menolak gugatan praperadilan yang diajukan Habib Rizieq Shihab terkait penetapan tersangka penghasutan dalam kasus kerumunan. Artinya, status tersangka Habib Rizieq tetap sah.

 

Dalam pertimbangan, hakim menilai rangkaian penyidikan yang dilakukan polisi terkait kerumunan di rumah Habib Rizieq di Jalan Petamburan, Jakarta Pusat, adalah sah. Hakim juga menyebut penyidik sebelum meningkatkan status perkara dari penyelidikan ke penyidikan sudah sesuai aturan.

 

"Menimbang bahwa dari alat bukti saksi dan para ahli serta barang bukti di atas, maka hakim berpendapat penetapan tersangka telah didukung dengan alat bukti yang sah," kata hakim.

 

"Maka permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum dan harus ditolak," tegas hakim Sahyuti.

 

Habib Rizieq dalam petitum gugatan praperasilannya meminta SP.Sidik/4604/XI/2020/Ditreskrimum tanggal 26 November 2020, dan Surat Perintah Penyidikan Nomor SP.Sidik/4735/XII/2020/Ditreskrimum tanggal 9 Desember 2020 tidak sah dan tidak berdasar hukum. Jadi penetapan tersangka terhadapnya tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. (dtk)




Jakarta, SN – Wakil Ketua Umum Pergerakan Penganut Khitthah Nahdliyyah, yakni Tjetjep Muhammad Yasen atau biasa disapa Gus Yasin, melaporkan Menteri Sosial Tri Rismaharini ke Polda Metro Jaya terkait aksi menemui gelandangan di Ibu Kota DKI Jakarta yang dinilai rekayasa.

 

“Dalam hal ini pertemuan bu Risma dengan salah satu gelandangan atau pengemis yang bernama Nursaman di Sudirman dan Thamrin (Jakarta Pusat), itu saya lihat banyak kebohongan,” kata Yasin di Mapolda Metro Jaya, Senin (11/1).

 

Yasin rencananya akan menyangkakan mantan Walikota Surabaya itu dengan pasal 15 UU 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, pasal 28 dan pasal 45 UU 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

 

Ia tak percaya saat Menteri Risma melakukan pertemuan dengan gelandangan bernama Nursaman. Pasalnya, Yasin yang mengaku sebagai warga Surabaya itu mengaku heran mengapa saat jadi Walikota Surabaya, Risma tak pernah peduli dengan warganya yang jadi gelandagan sedangkan saat di Jakarta tiba-tiba jadi peduli. 

 

“Bu risma (saat Walikota Surabaya) itu terhadap warganya yang jadi gelandangan di kolong-kolong itu tidak perhatian tidak ada perhatian. Aneh ketika ketika tiba-tiba begitu,” tandas Yasin.

 

Risma menemui dua penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) di kawasan Jalan Sudirman-Thamrin pada Senin, 4 Januari 2021. Penemuan gelandangan di kawasan itu juga sempat dikomentari oleh Wakil Gubernur atau Wagub DKI Jakarta Ahmad Riza Patria.

 

“Saya sudah hidup di Jakarta sejak umur 4 tahun. Baru denger ada tunawisma di Jalan Sudirman-Thamrin,” kata Riza di Balai Kota pada Rabu, 6 Desember 2020. (RMOL)


Mantan Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI), Munarman /Ist



Jakarta, SN – Mantan Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI), Munarman mengaku kesal karena rekening pribadinya diblokir rezim pemerintah. 

 

Sebab, kata Munarman, uang di rekeningnya merupakan biaya pengobatan ibunya yang sakit, “Patungan saudara -saudara saya, di blokir juga,” kesalnya.

 

Munarman mengatakan kondisi ibunya masih lemah dan terbaring di rumah sakit.

 

Karena rekeningnya diblokir, dia mengaku kesulitan membiayai pengobatan ibunya.

 

“Itu rekening atas nama saya hanya untuk biaya berobat ibu saya yang pensiunan di sana sudah enggak bisa jalan lagi, hanya terbaring di tempat tidur,” tuturnya.

 

Kemudian, Munarman menilai rezim pemerintahan saat ini zalim, bengis dan tidak berperikemanusiaan lantaran telah memblokir rekening pribadinya itu.

 

“Rekening saya diblokir juga oleh rezim zalim, bengis dan tidak berperikemanusiaan ini,” ujarnya. (*)


 

Jakarta, SN – Pemerintah secara resmi melarang semua aktivitas Front Pembela Islam (FPI). Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md menyampaikan alasan FPI tidak memiliki kekuatan hukum sebagai organisasi karena telah bubar sejak 21 Juni 2019.

 

Selama tak ada kekuatan hukum itu, FPI tetap melakukan kegiatan dan ada yang melanggar hukum, “Tak ada legal standing. Kalau ada yang mengatasnamakan FPI, itu tidak ada dan harus ditolak,” ujar Mahfud.

 

Keputusan pelarangan FPI dituangkan dalam Surat Keputusan Bersama atau SKB 6 Menteri dan Pimpinan Lembaga. Presiden Joko Widodo atau Jokowi disebut-sebut telah menyetujui pembubaran organisasi tersebut.

 

Dalam pemberitaan Majalah Tempo edisi 9 Januari 2021, sejumlah pejabat pemerintah yang mengetahui proses keluarnya SKB tersebut mengatakan pelarangan FPI adalah keinginan Presiden Jokowi.

 

Terutama setelah pentolan FPI, Rizieq Shihab-menghabiskan waktu 3,5 tahun di Arab Saudi-dijemput puluhan ribu pendukungnya di bandar udara. Beberapa acara yang digelar atau dihadiri Rizieq, baik di markas FPI di Petamburan, Jakarta, maupun Megamendung, Bogor, turut menimbulkan kerumunan.

 

Dirapat kabinet terbatas yang digelar Senin, 16 November 2020, misalnya, Jokowi meminta kepolisian bertindak lebih tegas terkait kerumunan massa akibat kegiatan Rizieq. Imam Besar FPI itu kini mendekam di sel Polda Metro Jaya karena menjadi tersangka kerumunan.

Niat melarang FPI semakin bulat setelah Jokowi mendapat pengaduan dari kalangan pengusaha. Juru bicara kepresidenan Fadjroel Rachman tak menjawab panggilan telepon dan pesan yang dikirim tim Majalah Tempo.

 

Sementara itu, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward Omar Sharif membenarkan bahwa SKB sudah dikomunikasikan dengan Presiden. Apa cerita lengkapnya? Baca di Majalah Tempo edisi "Dari Keraton Menyapu Petamburan" [gelora]

 

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.