Latest Post

Ilustrasi FPI.


Jakarta, SN – Front Pembela Islam secara resmi menjadi organisasi terlarang di Indonesia dan petugas penegak hukum sekarang mengejar semua aktivitas dan simbolnya.

 

Namun, ternyata rekening FPI juga diblokir, sehingga mantan pengurus tak bisa menarik uang hingga puluhan juta rupiah.

 

Aziz Yanuar, Kuasa Hukum Imam FPI Habib Rizieq Shihab, mengatakan pemerintah memblokir satu rekening milik kelompok Islam tersebut.

 

Kendati hanya satu, namun nominal uang yang tersisa masih cukup banyak, “Satu rekening, di dalamnya sisa beberapa puluh juta rupiah, digarong,” ujar Aziz Yanuar, Senin (4/1/2020).

 

Lantas, Aziz tak mau menuduh siapa pihak yang bertanggung jawab atas penggarongan uang tersebut.

 

Kemudian, yang ia sesali adalah aset yang cukup besar sejatinya milik umat. Jadi, rasanya tidak pantas untuk tiba-tiba dibekukan tanpa sepengetahuan kelompoknya.

 

“Saya tidak tahu sama siapa (yang menggarong uang). Tetapi itu uang umat puluhan juta juga digarong, luar biasa gesit kalau soal duit,” tegasnya, dilansir, Suara.com.

 

Sementara itu, Pakar hukum pidana, Indriyanto Seno Adji mengatakan setelah dinyatakan sebagai organisasi terlarang, penegak hukum memang memiliki wewenang upaya paksa (dwang middelen atau coercive force) untuk memblokir rekening milik FPI.

 

“Memang dalam rangka pelaksanaan upaya paksa yang pro justitia, penegak hukum memiliki wewenang upaya paksa tersebut, termasuk pemblokiran rekening FPI, terlepas legalitas legal standing-nya,” terang Indriyanto disitat dari Beritasatu.

 

Lebih jauh, menurutnya, dalam upaya paksa tersebut, penekanannya terletak pada tindak hukum pemblokiran, bukan subyek standing. Mengingat, pemblokiran rekening merupakan salah satu tindakan hukum kepada pihak-pihak yang melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

Diketahui, selama ini, banyak pihak yang bertanya-tanya, dari mana FPI mendapat dana besar untuk menggelar sejumlah kegiatan di berbagai wilayah di Indonesia. Bahkan, pertanyaan tersebut semakin menjadi-jadi saat kelompok berseragam putih tersebut mengadakan aksi berjilid-jilid di kawasan Monas, Jakarta Pusat, tiga tahun lalu.

 

Bukan hanya itu, tudingan yang sama juga menyasar tokoh sentral mereka, Habib Rizieq Shihab ketika berada di Arab Saudi selama bertahun-tahun.

 

Malahan, sempat muncul anggapan, ada kelompok atau aktor tertentu yang selama ini menjadi donator tetap FPI di Indonesia.[]


Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab diborgol./ Ist



Jakarta, SN – Habib Rizieq Shihab menyoroti persoalan Pasal 160 KUHP tentang penghasutan yang digunakan polisi untuk mendakwanya sebagai tersangka kasus kerumunan massa. Pernyataan tersebut disampaikan tim kuasa hukum Habib Rizieq dalam sidang praperadilan perdana yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (4/1/2021) hari ini.

 

Kuasa hukum Habib Rizieq, Muhammad Kamil Pasha, menyatakan pasal itu dimasukkan semata-mata untuk menahan Rizieq Sihab. Pasalnya, Habib Rizieq sangat getol mengkritisi situasi saat ini.

 

"Bahwa patut diduga pengenaan Pasal 160 KUHP kepada Pemohon (Rizieq), diselipkan agar semata dijadikan dasar oleh Termohon I, sebagai upaya untuk menahan Pemohon yang selama ini kritis mengkritik ketidakadilan yang terjadi selama ini," kata Kamil Pasha di ruang sidang.

 

Pasha menerangkan, putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 7/PUU-VII/2009 telah mengubah rumusan delik penghasutan dalam Pasal 160 KUHP dari delik formil menjadi delik materiil. Dalam hal itu,  seseorang yang melakukan penghasutan baru bisa dipidana bila berdampak adanya pihak yang terhasut.

 

"Dan berujung pada terjadinya tindak pidana lain sebagai akibat, seperti kerusuhan atau suatu perbuatan anarki," sambungnya.

 

Kamil Pasha melanjutkan,  pengenaan Pasal 160 KUHP sebagai delik materiil terhadap pemohon haruslah pula disandarkan pada bukti atau alat bukti materiil. Jadi, bukan semata- mata berdasarkan selera termohon.

 

"Bukti materiil tersebut haruslah menyatakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana yang sudah diputus oleh pengadilan dan telah berkuatan tetap, sebagai akibat yang dihasilkan oleh adanya suatu hasutan," jelas dia, dikutip Suara.com. 

 

Dengan demikian, kubu Rizieq meminta agar seluruh permohonan praperadilan diterima seluruhnya. Tak hanya itu, mereka meminta pada pihak termohon agar menerbitkan surat perintah penghentian perkara (SP3).

 


Berikut 7 poin yang disampaikan kubu Rizieq:

1.Menerima permohonan praperadilan Pemohon untuk seluruhnya;

2.Menyatakan Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP.Sidik/4604/XI/2020/Ditreskrimum tanggal 26 November 2020, dan Surat Perintah Penyidikan Nomor : SP.Sidik/4735/XII/2020/Ditreskrimum tanggal 9 Desember 2020 adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya penetapan a quo tidak mempunyai kekuatan mengikat;

3.Menyatakan Penyidikan yang dilaksanakan oleh Termohon terkait peristiwa pidana sebagaimana dimaksud dalam Penetapan Tersangka terhadap diri Pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 KUHP dan/atau Pasal 93 UU RI No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan Pasal 216 KUHP adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya Penyidikan aquo tidak mempunyai kekuatan mengikat.

4.Menyatakan penetapan tersangka kepada pemohon yang dilakukan Termohon beserta jajarannya adalah tidak sah, tidak berdasar hukum, dan oleh karena itu tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.

5.Menyatakan segala penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkaitan dengan Penetapan Tersangka terhadap diri Pemohon dalam hal ini surat perintah penangkapan nomor : SP.Kap/2502/XII/2020/Ditreskrimum tanggal 12 Desember 2020, dan surat perintah penahanan nomor : SP.Han/2118/XII/2020/Ditreskrimum tanggal 12 Desember 2020 adalah tidak sah dan oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan mengikat.

6.Memerintahkan Termohon untuk mengeluarkan Permohon dari tahanan serta merta sejak putusan a quo dibacakan.

7.Memerintahkan kepada Termohon untuk menerbitkan surat perintah penghentian perkara (SP3).


Ustad Abu Bakar Ba'asyir


Jakarta, SN – Narapidana teroris Abu Bakar Ba'asyir akan menghirup udara bebas pada Jumat (8/1/2021). Diketahui, Kanwil Kemenkumham Jabar menyatakan terpidana terorisme Abu Bakar Ba'asyir akan dibebaskan pada 8 Januari 2021 dari Lapas Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat.


Abu Bakar Ba'asyir diadili pada tahun 2011 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan hukuman 15 tahun penjara setelah terbukti terlibat dalam pendanaan pelatihan teroris dan mendukung terorisme di Indonesia. Abu Bakar Ba'asyir diketahui telah menjalani hukuman penjara selama 15 tahun dikurangi remisi 55 bulan.


Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Amhad Ramadhan membenarkan pihaknya akan mengawal proses bebas murni tersebut.


“Ada atau tidak ada permintaan (pengamanan) itu sudah menjadi tugas dan tanggung jawab Polri untuk mengamankan situasi kamtibmas,” kata Kombes Pol Ramadhan di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (4/1/2021).

 

Setelah Abu Bakar Ba'asyir bebas, jajaran intelijen polisi akan mengawasi aktivitasnya dan pengawasan ini sama seperti narapidana teroris lainnya yang sudah menghirup udara bebas.

 

“Jajaran intelijen terus awasi orang-orang yang pernah melakukan tipid (tindak pidana) apa pun,” tuturnya, dilansir Radarcirebon.(*)


Pencabutan spanduk baliho Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab / Ist



Jakarta, SN – Hamdan Zoelva, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) angkat bicara terkait keputusan pemerintah membubarkan Front Pembela Islam (FPI) melalui Surat Keputusan Bersama enam pejabat negara setingkat menteri.

 

"Membaca dengan seksama keputusan pemerintah mengenai FPI, pada intinya menyatakan Ormas FPI secara de jure bubar karena sudah tidak terdaftar. Melarang untuk melakukan kegiatan dengan menggunakan simbol atau atribut FPI, dan Pemerintah akan menghentikan jika FPI melakukan kegiatan," tulis Hamdan di akun twitter @hamdanzoelva yang dikutip, Senin, 4 Desember 2021.

 

“Maknanya, FPI bukan ormas terlarang seperti PKI, tetapi organisasi yang dinyatakan bubar secara hukum dan dilarang melakukan kegiatan yang menggunakan lambang atau simbol FPI,” ujarnya.

 

Hamdan menjelaskan dibubarkannya FPI oleh pemerintah di seluruh Tanah Air tentunya berbeda dengan PKI.

 

“Beda dengan Partai Komunis Indonesia yang merupakan partai terlarang dan menurut UU 27/1999 (Pasal 107a KUHPidana) menyebarluaskan dan mengembangkan ajaran Komunisme/ Marxisme-Leninisme, adalah merupakan tindak pidana yang dapat dipidana,” jelasnya.

 

Karena itu, ia mengkritisi maklumat Kapolri yang melarang mengakses konten dan simbol FPI. Karena menurutnya tak ada ketentuan pidana mengenai konten FPI.

 

“Tidak ada ketentuan pidana yang melarang menyebarkan konten FPI karenanya siapa pun yang mengedarkan konten FPI tidak dapat dipidana. Sekali lagi objek larangan adalah kegiatan yang menggunakan simbol atau atribut FPI oleh FPI,” jelasnya.

 

Tak hanya itu ia menjelaskan tiga jenis ormas berdasarkan putusan MK, “Menurut Putusan MK No. 82/PUU-XI/2013, ada tiga jenis ormas yaitu Ormas berbadan Hukum, ormas Terdaftar dan Ormas Tidak terdaftar. Ormas tidak terdaftar tidak mendapat pelayanan pemerintah dalam segala kegiatannya, sedangkan ormas terdaftar mendapat pelayanan negara,” paparnya.

 

Tak hanya itu menurutnya undang-undang juga tidak mewajibkan suatu ormas harus terdaftar di pemerintah.

 

“UU tidak mewajibkan suatu ormas harus terdaftar atau harus berbadan hukum. Karena hak berkumpul dan berserikat dilindungi konstitusi. Negara hanya dapat melarang kegiatan ormas jika kegiatannya mengganggu keamanan dan ketertiban umum atau melanggar nilai-nilai agama dan moral,” jelasnya.

 

“Negara juga dapat membatalkan badan hukum suatu ormas atau mencabut pendaftaran suatu ormas sehingga tidak berhak mendapat pelayanan dari negara jika melanggar larangan-larangan yang ditentukan UU,” tambahnya.

 

Ia kembali menegaskan, “Negara dapat melarang suatu organisasi jika organisasi itu terbukti merupakan organisasi teroris atau berafiliasi dengan organisasi teroris, atau ternyata organisasi itu adalah organisasi komunis atau organisasi kejahatan,” katanya. (Viva)


Laskar Front Pembela Islam (FPI)/Ist



Jakarta, SN – Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM-UI) akhirnya mengeluarkan lima pernyataan sikap terkait terbitnya Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang larangan kegiatan, penggunaan simbol dan atribut serta penghentian kegiatan Front Pembela Islam (FPI).

 

Ketua BEM UI, Fajar Adi Nugroho menjelaskan, sikap kritis ini merupakan wujud konsistensi pihaknya dalam menegakkan konsep negara hukum di Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat 3 konstitusi, bahwa Indonesia adalah negara hukum.

 

“Karena Indonesia negara hukum maka salah satu prinsipnya adalah perlindungan hak asasi manusia, supremasi hukum dan demokrasi,” katanya pada Senin, 4 Januari 2021.

 

Fajar menyebut, selama 1 tahun ini semua pihak bisa melihat apa saja hal-hal yang bertentangan atau mendegradasi prinsip-prinsip yang ada dalam konsep negara hukum yang harus ditegakkan.

 

“Dalam konteks ini kita melihat bahwa pembubaran FPI sebagai organisasi kemasyarakatan menjadi pertanyaan bagi kami dari BEM UI, apabila kita kontekstualisasikan dengan Indonesia sebagai negara hukum,” katanya.

 

Menurut dia, dengan dibubarkannya FPI tanpa melalui mekanisme peradilan itu sama saja menunjukkan bahwa ada pertentangan negara mengimplementasikan konsep negara hukum itu sendiri.

 

“Yang kita sasar kemudian Perppu Ormas yang kemudian menjadi Undang Undang Ormas yang mengubah Undang Undang Ormas sebelumnya memang menjadi landasan yang sudah kita sebut memberangus demokrasi,” tuturnya.

 

Karena, kata Fajar, poin-poin di mana mekanisme pembubaran organisasi kemasyarakatan melalui pengadilan itu dihapus melalui undang-undang tersebut.

 

“Dan sayangnya substansi itu menjadi landasan dibubarkannya FPI sebagai organisasi kemasyarakatan,” ujarnya.

 

Pihaknya menilai hal itu menjadi semacam alarm bagi kebebasan berserikat, “Karena seakan-akan memberikan kekuasaan yang absolut bagi eksekutif untuk kemudian membubarkan organisasi kemasyarakatan atau ormas tadi,” kata dia.

 

Fajar menegaskan, pihaknya mengkritisi kebijakan tersebut dan ini tidak terkait dengan dukung-mendukung.

 

“Kami tetap tegas sesuai apa yang tertuang di pernyataan sikapnya apa yang kami fokuskan terkait pembubaran ormas ini, bagaimana proseduralnya, bukan soal pandangan atau hal-hal yang beredar atau tuduhan-tuduhan yang nanti disangkakan ke BEM UI,” tuturnya, dikutip Viva.co.id.

 

Dalam hal ini, lanjut Fajar, pihaknya membicarakan landasan pembubaran organisasi kemasyarakatan dan hari ini kebetulan konteksnya FPI.

 

Adapun lima poin yang jadi pernyataan sikap BEM-UI yakni:

 

1. Mendesak negara untuk mencabut SKB tentang larangan kegiatan, penggunaan simbol dan atribut serta penghentian kegiatan FPI dan maklumat Kapolri tentang kepatuhan terhadap larangan kegiatan, penggunaan simbol dan atribut serta penghentian kegiatan FPI.

 

2. Mengecam segala tindakan pembubaran organisasi kemasyarakatan oleh negara tanpa proses peradilan sebagaimana termuat dalam Undang-undang Ormas.

 

3. Mengecam pemberangusan demokrasi dan upaya pencederaian hak asasi manusia sebagai bagian dari prinsip-prinsip negara hukum.

 

4. Mendesak negara, dalam hal ini pemerintah, tidak melakukan cara-cara represif dan sewenang-wenang di masa mendatang dan,

 

5. Mendorong masyarakat untuk turut serta dalam mengawal pelaksanaan prinsip-prinsip negara hukum, terutama perlindungan hak asasi manusia dan jaminan demokrasi oleh negara. *



SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.