Latest Post

Keponakan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto,  Rahayu Saraswati Djojohadikusumo ini mendukung pemerintah tegas terhadap kelompok intoleran di tanah air./Ist



Jakarta, SN – Rahayu Saraswati Djojohadikusumo kembali ramai dibicarakan meski kalah dalam pertarungan Pilkada Tangerang Selatan beberapa waktu lalu. Kali ini pembahasannya bukan karena soal Pilkada, melainkan soal pernyataan Rahayu terkait pembubaran Ormas Front Pembela Islam (FPI).

 

Keponakan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto ini mendukung pemerintah tegas terhadap kelompok intoleran di tanah air. Sebab, kata dia, kelompok intoleran ini bisa membahayakan masa depan Indonesia.

 

Berbagai komentar netizen menyayangkan pernyataan Wakil Ketua DPP Gerindra tersebut. Bahkan tak sedikit yang mengaitkannya dengan dukungan FPI terhadap Partai Gerindra dalam kontestasi Pilkada atau Pemilihan Umum (Pilpres).

 

"Bagaimanapun anggota FPI yang bekerja untuk pak Prabowo di dua kali pilpres lalu. Mba Saras mengeluarkan pernyataan seperti ini secara fatsun politik sangat tidak produktif," tulis akun @thehenrisaputro yang dilansir Okezone, Sabtu, (2/1/2021).

 

"Tak tahu berterima kasih......Kek nya nggak diajari sm orang tuanya x ya?" ucap @igirmoey.

 

"Betul... Kita harus tegas.. Untuk itu 2024 selamat tinggal Gerinda.. Kita tidak butuh partai yang ninggalin rakyat nya a," cuit akun @5l4m3ts.

 

"Padahal sdh meraup suara byk karna di dukung FPI saat pilgun kemarin, kok tega bener ni orang ya?" kata akun @khariscandra2.

 

"Tidak ingat 2019 ya? Ketika banyak teman2 FPI ikut mendukung pak @prabowo ?" sambung akun @Syahfrudinmuha 1.[]


Drone bawah laut yang ditemukan oleh nelayan Sulawesi diduga milik China dan kini telah disimpan di pangkalan Angkatan Laut di Makassar untuk diperiksa,Sabtu (2/1/21)


Jakarta, SN – Baru-baru ini drone bawah air ditemukan oleh para nelayan di dekat Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan. Diketahui, drone yang diduga milik China tersebut saat ini sedang diamankan di Pangkalan Angkatan Laut di Makassar.

 

Terkait hal itu, anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PKS Sukamta mengatakan, pemerintah perlu segera mengusut untuk mengungkap asal usul drone. Jika drone terbukti milik China atau negara lain, pemerintah harus protes keras dan mengambil tindakan diplomatik tegas.

 

"Drone bawah air tersebut sudah masuk sangat dalam ke wilayah Indonesia. Ini sinyal bahwa selama ini wilayah laut kita sangat mudah diterobos pihak asing. Sangat mungkin selama ini sudah banyak drone yang berkeliaran di wilayah Indonesia dan mengambil data-data penting geografis dan potensi laut Indonesia. Artinya keamanan nasional kita sangat rentan. Pemerintah harus serius mengungkap asal usul drone tesebut," ujar Sukamta, dalam keterangannya, Sabtu (2/1/2021).

 

Wakil Ketua Fraksi PKS ini juga menyoroti lemahnya sistem keamanan teritori Indonesia. Menurutnya hal ini menunjukkan kemampuan pertahanan Indonesia tertinggal dari sisi teknologi.

 

"Ini pekerjaan rumah Pak Menhan untuk mendorong percepatan pengembangan teknologi penginderaan jarak jauh," jelasnya, dilansir Tribunnews.com.

 

Sukamta pun menilai Indonesia bisa melakukan kerja sama dengan beberapa negara lain untuk alih teknologi. Selain tentunya dengan mendorong riset nasional untuk pengembangan teknologi yang mendukung sistem pertahanan yang handal.

 

Lebih dari itu, pemerintah perlu segera perbaiki sistem keamanan teritori, agar kejadian drone yang masuk ke wilayah Indonesia ini tidak terulang lagi.

 

Di sisi lain, Sukamta juga meminta TNI Angkatan Laut dan Bakamla lebih memperkuat patroli laut terutama di pintu-pintu masuk wilayah Indonesia.

 

"Ketegangan di Laut China Selatan yang melibatkan China, Amerika Serikat, Australia dan beberapa negara ASEAN pasti akan berimbas ke keamanan wilayah Indonesia," kata Sukamta.

 

"Wilayah Indonesia yang berada di zona ketegangan bisa dimanfaatkan oleh negara lain yang sedang berkonflik. Tentu kita tidak mau wilayah kita diobok-obok pihak asing. Oleh sebab itu kewaspadaan harus ditingkatkan dengan melalukan patroli secara ketat," tandasnya. []






Jakarta, SN – Ketua Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU) Marsudi Syuhud menyinggung langkah pemerintah, dalam hal ini Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD membubarkan Front Pembela Islam (FPI).

 

Marsudi mengatakan pada dasarnya negara adalah aturan atau hukum, karena tidak ada aturan atau hukum, pasti ada kekacauan.

 

“Kita akan bertamu saja di rumah orang lain ada unggah-ungguhnya, ada aturannya, apa lagi hidup dalam sebuah Negara,” kata Marsudi dalam siaran pers, dilansir Sindonews.com, Jumat (1/1/2021).

 

Marsudi menilai, pemerintah menghentikan kegiatan FPI karena masalah kedudukan hukum atau legal standing. Ia menyarankan FPI memenuhi legal standing tersebut jika masih ingin melaksanakan kegiatan di Indonesia.

 

“Berarti legal standing FPI secara hukum perundang undangan dianggap belum terpenuhi, ya tinggal dipenuhi saja jika masih ingin bergerak dan beraktivitas di negara hukum Indonesia,” ujar Marsudi.

 

Dirinya menyontohkan beberapa organisasi-organisasi sosial keagamaan yang tetap berdiri di Indonesia. Organisasi tersebut diantaranya, adalah NU, Muhammadiyah, Matlaul Anwar, PUI, Al Irsyad, dan Persis.

 

Organisasi tersebut menurut Marsudi, mengikuti aturan dengan memenuhi persyaratan hukum dari pemerintah.

 

“Bahkan berdirinya dari sebelum negara Indonesia berdiri dan masih eksis membangun bangsa sampai sekarang. Organisasi-organisasi ini tetap eksis keberadaannya, dan diakui oleh masyarakat,” ungkapnya. []


AMSI menilai butir 2 huruf d Maklumat Kapolri Nomor: Mak / 1 / I / 2021 tanggal 1 Januari 2020 mengancam kebebasan pers dan bertentangan dengan UU Pers dan UUD 1945./Ist



Jakarta, SN – Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) menilai butir 2 huruf d Keputusan Kapolri Nomor: Mak / 1 / I / 2021 tanggal 1 Januari 2020 mengebiri kebebasan berekspresi masyarakat.

 

Diketahui Kapolri Jenderal Idham Azis telah mengeluarkan Maklumat Nomor: Mak / 1 / I / 2021 tanggal 1 Januari 2020 tentang Kepatuhan Terhadap Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan Fron Pembela Islam (FPI).

 

Dipoin 2 huruf d menyatakan bahwa untuk memberikan perlindungan dan menjamin keselamatan dan keamanan masyarakat, setelah ada ketetapan bersama tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam (FPI) dengan ini, Kapolri mengeluarkan pengumuman kepada: "d. Publik tidak mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait FPI baik melalui website maupun media sosial."

 

Menanggapi hal itu, Wakil Ketua I AMSI Suwarjono mengatakan, butir 2 huruf d Maklumat Kapolri Nomor: Mak / 1 / I / 2021 tanggal 1 Januari 2020 memiliki ekses bagi kebebasan warga negara atau masyarakat umum untuk berpendapat. Padahal, kebebasan berpendapat merupakan hak asasi manusia yang telah dijamin oleh UUD 1945. Menurut Suwarjono, aturan angka 2 huruf d itu jelas sangat aneh dan seharusnya tidak ada.

 

"Ini (poin 2 huruf d Maklumat Kapolri Nomor: Mak/1/I/2021) mengebiri kebebasan masyarakat untuk berpendapat," tegas Suwarjono saat berbincang dengan KORAN SINDO dan MNC News Portal, di Jakarta, Jumat (1/1/2021) sore.

 

Mantan Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia ini menggariskan, berdasarkan UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya jelas bahwa masyarakat memiliki hak dan kebebasan berpendapat sepanjang tidak menimbulkan kebencian dan keresahan, tidak mengajak orang melakukan kerusuhan dan anarki, tidak menimbulkan atau mengajak orang lain melakukan kekerasan, hingga tidak melanggar hukum. Tapi kata Suwarjono, kalau masyarakat hanya berpendapat tidak setuju dengan pembubaran FPI maka pendapat tersebut tidak masalah.

 

"Agak aneh ketika melarang masyarakat agar tidak berpendapat tidak setuju. Karena kemudian kalau ini adalah larangan, oh ini sangat bahaya sekali," ujarnya.

 

Suwarjono membeberkan, jika larangan berpendapat atas pembubaran FPI tetap diberlakukan maka berpotensi juga bagi organisasi kemasyarakatan (ormas) lain. Karenanya sekali lagi menurut dia, ketentuan poin 2 huruf d Maklumat Kapolri Nomor: Mak/1/I/2021 berimbas bagi hak kebebasan masyarakat menyampaikan pendapat, "Ini yang menurut saya, ancaman kebebasan yang sangat berlebihan," katanya.

 

Terkait dengan hal itu, Munarman , deklarator Front Persatuan Islam tidak menanggapi substansi isi maklumat. Dia juga tidak menegaskan sikapnya terhadap maklumat tersebut. Tetapi, dia menyebutkan bahwa setidaknya ada lima sumber hukum di Indonesia.

 

"Sumber hukum di Indonesia adalah 1. Undang-Undamg Dasar (UUD) 2. Undang-Undang, 3. Peraturan Pemerintah, 4. Peraturan Menteri, 5. Peraturan Daerah," ucap Sekretaris Umum FPI sebelum dibubarkan pemerintah itu ketika dikonfirmasi melalui pesan singkat, dilansir Sindonews.com, Sabtu (2/1/2021).

 

Munarman sebelumnya menyebut bahwa dilarangnya ormas FPI melalui tidak punya dasar hukum. Tetapi dia tidak kaget karena pembubaran organisasi masyarakat maupun partai politik sudah pernah terjadi pada era Nasakom. Pada era Nasakom, sambungnya, sasaran pembubaran adalah Ormas dan Parpol yang menentang terhadap Rezim Nasakom, terutama Ormas dan Parpol Islam.

 

Nasakom merupakan akronim nasionalis, agama dan komunis, yang dipopulerkan Presiden Soekarno pada periode yang dikenal sebagai demokrasi terpimpin. Soekarno ingin menyatukan ketiga ideologi yang banyak pengikutnya itu demi menopang pemerintahannya.

 

Tetapi banyak tokoh Islam menolaknya, terutama dari Masyumi. Soekarno akhirnya membubarkan Masyumi bersama Partai Sosialis Indonesia (PSI) pada 17 Agustus 1960.

 

Menurut Munarman, pemberedelan FPI oleh rezim saat ini adalah merupakan de javu alias pengulangan rezim nasakom tersebut. Bahkan, Surat Keputusan (SKB) Bersama melalui enam Instansi Pemerintah, menurutnya sebagai bentuk pengalihan issue dan obstruction of justice atau penghalang-halangan pencarian keadilan terhadap peristiwa pembunuhan enam anggota laskar FPI dan bentuk sebuah kezaliman terhadal rakyat.

 

"Bahwa oleh karena Keputusan Bersama tersebut adalah melanggar konstitusi dan bertentangan dengan hukum, secara substansi Keputusan Bersama tersebut tidak memiliki kekuatan hukum baik dari segi legalitas maupun dari segi legitimasi," ungkapnya.

 

Pemerintah sendiri secara resmi mulai melarang segala aktivitas FPI, berikut penggunaan simbol atributnya sejak diumumkan Menkopolhukam Mahfud MD pada 30 Desember 2020. Alasannya FPI suka main hakim sendiri, tidak memiliki izin dari Mendagri, hingga keterlibatan anggotanya pada aksi terorisme. [*]

Pengacara Habib Rizieq, Aziz Yanuar/Ist



Jakarta, SN – Pengacara Front Pembela Islam (FPI) dan Habib Rizieq Shihab, Aziz Yanuar, enggan berkomentar panjang lebar atas Maklumat Kapolri Jenderal Idham Azis yang melarang masyarakat mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan terkait konten FPI di situs web dan media sosial.

 

Sebaliknya, Aziz ingin fokus pada Front Persatuan Islam (FPI) yang baru dideklarasikan setelah FPI versi lama dibubarkan pemerintah dan kemudian, Aziz juga ingin masyarakat terus mengawal kasus tembak mati 6 Laskar FPI yang kini ditangani Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

 

"Biar saja terserah mereka nanti sebarkan tentang Front Persatuan Islam saja dan mari tetap kawal pengusutan tuntas dugaan pembantaian 6 syuhada pengawal HRS yang merupakan dugaan pelanggaran HAM berat," ujar Aziz kepada Okezone, Jumat (1/1/2021).

 

Diketahui, Maklumat Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis mengenai kepatuhan terhadap larangan kegiatan, penggunaan simbol dan atribut serta penghentian kegiatan FPI dikeluarkan hari ini. Isi maklumatnya:

 

Pertama, bahwa berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Menteri Komunikasi dan Informatika RI, Jaksa Agung RI, Kepala Kepolisian Negara RI dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Nomor: 220-4780 Tahun 2020; M.HH 14.HH.05.05 Tahun 2020; 690 Tahun 2020; 264 Tahun 2020; KB/3/XII/2020; 320 Tahun 2020 tanggal 30 Desember 2020 tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam.

 

Kedua, guna memberikan perlindungan dan menjamin keamanan serta keselamatan masyarakat pasca dikeluarkan keputusan bersama tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam (FPI) dengan ini Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia mengeluarkan maklumat agar masyarakat tidak terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam mendukung dan memfasilitasi kegiatan serta menggunakan simbol dan atribut FPI;

 

Masyarakat segera melaporkan kepada aparat yang berwenang apabila menemukan kegiatan, simbol, dan atribut FPI serta tidak melakukan tindakan yang melanggar hukum;

 

Mengedepankan Satpol PP dengan didukung sepenuhnya oleh TNI–POLRI untuk melakukan penertiban di lokasi-lokasi yang terpasang spanduk/banner, atribut, pamflet, dan hal lainnya terkait FPI; dan

 

Dan masyarakat tidak mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait FPI baik melalui website maupun media sosial.

 

Ketiga, bahwa apabila ditemukan perbuatan yang bertentangan dengan maklumat ini, maka setiap anggota Polri wajib melakukan tindakan yang diperlukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, ataupun diskresi Kepolisian.

 

"Demikian maklumat tersebut untuk menjadi perhatian dan dilaksanakan sebagaimana mestinya," demikian poin terakhir maklumat yang ditandatangani oleh Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis, Jumat 1 Januari 2021. (*)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.