Latest Post

Mantan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengecam Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD karena tidak membuka ruang tanya jawab saat mengumumkan pembubaran FPI/ Ist




Jakarta, SN   Politisi Partai Gelora Fahri Hamzah langsung mengecam Menkopolhukam Mahfud MD saat mengumumkan keputusan pembubaran Front Pembela Islam (FPI).

 

Fahri menilai Mahfud sebagai seorang intelektual harus bisa membawa persoalan FPI ke jalur dialog dan ia mengingatkan bahwa dalam jumpa pers itu Mahfud didampingi oleh orang-orang pintar bergelar doktor dan guru besar, seperti Mahfud sendiri, bagi Fahri hal ini menunjukkan bahwa keputusan yang diumumkan merupakan hasil olah pikir para cendekiawan.

 

Tetapi dia kecewa begitu Mahfud dalam konferensi per mengatakan bahwa pembubaran FPI adalah keputusan pemerintah dan meminta pers menyiarkan tanpa kesempatan tanya jawab.

 

”Sayang sekali, gesture orang2 pintar tidak gemar membuka dialog. Sayang sekali karena kekuasaan dianggap lebih penting dari ilmu pengetahuan. Percayalah pak prof, ilmulah yang punya masa depan, kekuasaan tidak pernah bisa bertahan. Seharusnya dialog adalah jalan kita,” cuit @FahriHamzah, dilansir Sindonews.com, Rabu (30/12/2020) petang.


Fahri mengingatkan Mahfud bahwa dulu mereka mengkritik praktik kekuasaan yang selalu menyimpang sehingga dialog dan demokrasi dipilih sebagai jalan. "Prof @mohmahfudmd lupa bahwa salah satu sebab kita mengambil dialog keterbukaan dan demokrasi sebagai jalan adalah karena kita sering melihat keluasaan selalu menyimpang. Ini pengalaman bangsa kita, pengalaman agama dan juga pengalaman ummat manusia. Apakah bapak belum paham?” tulis Fahri.

 

Sebagai yang sedang berkuasa, Fahri meminta agar Mahfud mengajarkan untuk mengedepankan dialog ketimbang tangan kekuasaan.

 

”Ajarlah bangsa ini prof @mohmahfudmd agar kami mengerti bahwa ilmu lebih penting dari kekuasaan dan agar kerukunan itu hadir pertama-tama dari ketenangan jiwa para pemimpin yang arif bijaksana. Jangan biarkan suasana jiwa yang gusar penuh dendam menyebar. Jangan!” cuit Fahri lagi.

 

”Banyak yang ingin saya sampaikan prof @mohmahfudmd sebagai kawan lama. Bapak pasti lebih mengerti sehingga jika memang suasana ini memang diniatkan. Silahkan diteruskan. Kami menyaksikan semua dengan doa semoga Allah SWT menjaga bangsa dan agama dari sengketa. Salam, FH,” tutup mantan Wakil Ketua DPR itu. (**)


Pemerintah telah menyatakan Front Pembela Islam (FPI) sebagai organisasi terlarang dan Pemerintah juga telah melarang berbagai kegiatan terkait FPI/Ist


Jakarta, SN –  Pemerintah telah menyatakan pelarangan terhadap ormas Front Pembela Islam (FPI) dan pelarangan tersebut menjadi perbincangan luas dan polemik, ada yang mendukung pelarangan begitu pula sebaliknya, ada yang mempertanyakan alasan melarang ormas yang dipimpin Habib Rizieq Shihab.

 

Salah satunya, Juanda Eltari, seorang advokat yang menilai organisasi kemasyarakatan (ormas) tidak berbadan hukum bebas memilih untuk mendaftarkan atau tidak mendaftarkan diri atau tidak boleh dilarang hanya karena tidak mendaftarkan diri atau tidak terdaftar.

 

"Ormas yang tidak mendaftarkan diri atau tidak terdaftar atau tidak SKT (surat keterangan terdaftar), bukan berarti ormas tersebut ilegal, apalagi jika sampai dianggap secara de jure telah bubar," kata advokat LBH Street Lawyer ini dalam keterangan tertulisnya, dilansir Sindonews.com, Rabu 30 Desember 2020.

 

Di sisi lain, lanjutnya, ormas bebas memilih untuk mendaftar atau tidak, dan tidak bisa dinyatakan sebagai organisasi terlarang karena masalah pendaftaran. Hal tersebut sesuai dengan pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 82 / PUU-XI / 2013 halaman 125.

 

Dia lalu mengutip putusan MK. "Menurut Mahkamah, yang menjadi prinsip pokok bagi Ormas yang tidak berbadan hukum, dapat mendaftarkan diri kepada instansi pemerintah yang bertanggung jawab untuk itu dan dapat pula tidak mendaftarkan.

 

Ketika suatu ormas yang tidak berbadan hukum telah mendaftarkan diri haruslah diakui keberadaannya sebagai ormas yang dapat melakukan kegiatan organisasi dalam lingkup daerah maupun nasional. Suatu ormas dapat mendaftarkan diri di setiap tingkat instansi pemerintah yang berwenang untuk itu.

 

Sebaliknya berdasarkan prinsip kebebasan berkumpul dan berserikat, suatu ormas yang tidak mendaftarkan diri pada instansi pemerintah yang berwenang tidak mendapat pelayanan dari pemerintah (negara).*


Komisioner Komnas HAM Munafrizal Manan/Ist




Jakarta, SN – Wakil Ketua Internal  Komisi HAM Munafrizal Manan meminta pemerintah tidak membubarkan organisasi hanya berdasarkan prinsip contrarius actus dan tanpa mekanisme proses peradilan (due process of law).

 

Pandangan tersebut disampaikan Munafrizal pada acara diskusi publik bertajuk "Kebebasan Berserikat di Negara Demokrasi" yang diselenggarakan secara daring oleh Imparsial pada Selasa (29/12/2020).

 

Dalam kacamata HAM, menurutnya, sanksi pencabutan status badan hukum suatu organisasi berdasarkan asas contrarius actus sangat jelas tidak dapat dibenarkan.

 

"Karena memberikan keleluasaan dan sewenang-sewenang dalam mematikan suatu organisasi,” kata Munafrizal dikutip dari laman resmi komnasham.go.id, Rabu (30/12/2020).

 

Terlebih, di mana negara dilarang melakukan intervensi yang mereduksi atas hak berkumpul. Negara juga memiliki kewajiban memastikan semua warganya menikmati hak tersebut.

 

“Jaminan hak kebebasan berserikat dan berkumpul merupakan ciri penting bagi suatu negara hukum dan negara demokratis," ucapnya.

 

"Kalau tidak memberikan kepastian tentang hak atas kebebasan berserikat dan berkumpul maka bisa disebut negara tidak sepenuhnya demokratis."

 

Komnas HAM mendefinisikan hak berserikat dan berkumpul merupakan hak yang bersifat individual dan kolektif yang memiliki irisan dengan hak sipil dan hak politik.

 

Hak ini juga saling berkaitan erat dengan hak kebebasan berekspresi dan menyampaikan pendapat, yang diaktualisasikan melalui keleluasaan orang menyampaikan pikiran, ide, aspirasi, dan keyakinan secara kolektif.

 

Prinsip dasar umum mengenai hak kebebasan berserikat dijabarkan Munafrizal, antara lain:

 

1. Setiap orang berhak membentuk atau bergabung dengan suatu serikat/organisasi/asosiasi.

 

2. Tidak boleh ada paksaan bagi seseorang untuk bergabung dengan suatu serikat/organisasi/asosiasi.

 

3. Tidak boleh ada perlakuan diskriminatif atas seseorang untuk menikmati hak kebebasan berserikat/berorganisasi/berasosiasi.

 

Munafrizal juga menyinggung hak kebebasan berserikat dan berkumpul termasuk derogable rights yang dalam keadaan dan situasi tertentu dimungkinkan untuk dilakukan pembatasan.

 

Tentu dengan pertimbangan-pertimbangan yang spesifik dan secara bersyarat sesuai International Covenant on Civil and Political Rights, UUD Tahun 1945, dan UU HAM.

 

Munafrizal menegaskan, pembatasan kebebasan berserikat dan berkumpul harus diatur oleh hukum.

 

"Jadi, keputusan pemerintah membatalkan status badan hukum suatu organisasi, artinya mencabut hak dan kewajiban yang melekat pada subyek hukum, merupakan bentuk penghukuman (konstitutif) yang sebetulnya harus berdasarkan putusan pengadilan,” katanya.

 

Berdasarkan prinsip due process of law, suatu organisasi yang melanggar hukum pidana, mengganggu ketertiban umum, mengancam keselamatan publik, atau membahayakan keamanan negara, dapat dibubarkan melalui proses pidana secara bersamaan terhadap orang-orang yang mewakili organisasi tersebut.

 

Dasar menimbangnya adalah melindungi kedaulatan negara, namun cenderung mengebiri kedaulatan rakyat.

 

UU ini dibentuk maksudnya untuk menerapkan sanksi yang efektif terhadap ormas yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.

 

Kemudian, terdapat kecenderungan melakukan asas contrarius actus dengan maksud untuk menjatuhkan sanksi yang efektif dan langsung berlaku serta mengatur sanksi administratif dan sanksi pidana.

 

“Masyarakat sipil harus melihat dengan berperspektif hak asasi manusia, adanya pengaturan yang justru mereduksi hak kebebasan berserikat tidak boleh diamini. Kita perlu menggaungkan terus menerus agar kita tidak lupa bahwa kita negara hukum dan negara demokratis," katanya.

 

"Hubungan negara masyarakat, dalam konteks yang ideal demokratis dapat mencapai titik equilibrium, di mana tidak boleh ada negara yang lebih kuat dari masyarakat yang dikhawatirkan terjadinya represi. Namun tidak boleh juga masyarakat lebih kuat dari negara karena akan melahirkan vandalism dan anarkisme."[kompas.tv]


Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Heru Novianto (Rabu, 30 Desember 2020)/Ist


Jakarta, SN – Sehubungan dengan surat keputusan bersama yang diteken oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate, Jaksa Agung ST Burhanuddin, Kapolri Jenderal Idham Azis, Kepala Badan Penanggulangan Terorisme (BNPT) Boy Rafli Amar pada Rabu, 30 Desember 2020, tentang larangan kegiatan penggunaan simbol dan atribut serta pemberhentian kegiatan Front Pembela Islam.

 

Setelah Front Pembela Islam atau FPI diumumkan pembubarannya, beberapa jam polisi langsung menuju markasnya di Jalan Petamburan III, Jakarta Pusat, kemudian polisi bersenjata lengkap mengawasi proses pencabutan semua atribut FPI di wilayah tersebut dan konferensi pers FPI untuk menanggapi pembubaran organisasi mereka juga dilarang.

 

Bantuan Hukum FPI  Dilarang Gelar Konferensi Pers/Ist

"Tidak boleh, karena mereka sudah tidak ada kewenangan lagi dan tidak ada legalnya lagi. Artinya tidak boleh," kata Kepala Polres Metro Jakarta Pusat Komisaris Besar Heru Novianto di lokasi, Rabu, 30 Desember 2020.

 

Akibat penutupan kantor tersebut, tim Bantuan Hukum FPI, Sugito Atmo Prawiro dan Aziz Yanuar tidak bisa masuk dan menyayangkan tidak mengadakan konferensi pers.

 

Pemerintah hari ini mengumumkan pembubaran FPI sebagai organisasi kemasyarakatan, namun dilarang melakukan kegiatan atau menggunakan simbol dan atribut.

 

"Padahal preskon terhadap pembubaran FPI itu kan hak DPP FPI untuk menyikapi untuk menyampaikan. Tapi ini sampai tidak diperbolehkan, padahal hak menyampaikan pendapat itu adalah hak setiap warga negara," ujar Sigito. (sanca)


Petugas bongkar atribut Front Pembela Islam (FPI) di markas Petamburan, Jakarta, Rabu (30/12).




Jakarta, SN – Pemerintah Indonesia melalui Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD memutuskan untuk melarang kegiatan Front Pembela Islam (FPI), karena organisasi tersebut melanggar ketertiban dan melanggar hukum.


Sementara itu, menurut tim kuasa hukumnya, FPI saat ini sedang membahas kemungkinan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).


Pengamat politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia, Cecep Hidayat, mengatakan, larangan itu akan ditentang oleh para pendukungnya. Namun, ia memprediksi perlawanan tersebut tidak akan berlangsung lama dan organisasinya akan semakin melemah karena kepemimpinannya terjerat sejumlah tuntutan hukum.


Tak lama setelah Mahfud MD mengumumkan pelarangan kegiatan FPI, polisi pun mulai bergerak melepas atribut baliho, spanduk, dan papan FPI di markasnya di Petamburan, Jakarta.


Apa alasan pemerintah melarang aktivitas FPI?

Menurut Menkopolhukam, FPI sejak tanggal 21 Juni 2019 secara de yure telah bubar sebagai ormas.


Namun, katanya, FPI sebagai organisasi telah melakukan aktivitas yang melanggar ketertiban dan keamanan dan bertentangan dengan hukum, seperti tindak kekerasan, sweeping secara sepihak, provokasi dan sebagainya.


"Berdasarkan peraturan perundang-undangan dan putusan MK per tanggal 23 Desember 2014, pemerintah melarang aktivitas FPI dan akan menghentikan setiap kegiatan yang dilakukan FPI karena FPI tidak lagi mempunyai legal standing sebagai ormas maupun sebagai organisasi biasa.


"Kalau ada organisasi mengatasnamakan FPI dianggap tidak ada dan harus ditolak karena legal standing-nya tidak ada. Terhitung hari ini," kata Mahfud MD dalam jumpa pers, pada Rabu (30/12).


Pelarangan kegiatan FPI ini dituangkan dalam surat keputusan bersama (SKB) yang ditandatangani sejumlah pejabat, termasuk Menkumham, Mendagri, Menkominfo, Jaksa Agung, Kapolri, dan Kepala BNPT.


Dalam pembacaan SKB tersebut, Wamenkumham, Prof Edward Omar Sharif Hiariej, mengatakan pemerintah melarang melakukan kegiatan yang mengatasnamakan FPI dan melarang penggunaan simbol dan atribut FPI.


Jika larangan itu dilanggar, tambah Wamenkumham, "aparat penegak hukum akan menghentikan segala kegiatan yang dilakukan FPI".


Pelarangan kegiatan FPI ini mengingatkan pada keputusan pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia oleh pemerintah pada 2017 lalu.


Kemudian, pada 2019 lalu, Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi HTI atas keputusan pembubaran ormas tersebut.


Keputusan pelarangan kegiatan FPI ini mengemuka tiga pekan setelah enam anggota FPI tewas ditembak polisi.


Versi polisi menyebut enam anggota FPI itu ditembak mati karena berusaha menyerang petugas kepolisian yang membuntutinya. Namun versi FPI menyebut mereka diserang terlebih dulu.


Keputusan pelarangan kegiatan FPI juga ditempuh setelah pendiri FPI, Rizieq Shihab, ditahan.


Minggu dini hari, 13 Desember, Rizieq Shihab resmi ditahan, sebulan setelah kepulangannya dari Arab Saudi yang dipenuhi ingar bingar kontroversi kerumunan massa - mulai dari penyambutan kedatangannya hingga pernikahan putrinya - serta bagaimana cara pemerintahan Jokowi menanganinya.


Kapolda Metro Jaya dan Kapolda Jawa Barat dicopot dari jabatannya karena dianggap tidak melaksanakan perintah penegakan protokol kesehatan di wilayahnya, kata pejabat penerangan Mabes Polri.


Pencopotan Kapolda Metro Jaya, Irjen Nana Sudjana dan Kapolda Jawa Barat, Irjen Rudy Sufahriadi, tertuang dalam surat telegram Kapolri bertanggal 16 November 2020.


Keputusan ini terjadi tidak lama setelah Menkopolhukam Mahfud Md, dalam jumpa pers resmi, Senin (16/11) siang, mengatakan akan memberikan sanksi kepada aparat keamanan yang tidak mampu bertindak tegas dalam menegakkan aturan protokol kesehatan Covid-19.


Pernyataan Mahfud ini muncul setelah masyarakat melontarkan kritikan atas apa yang disebut sebagai sikap tidak konsisten pemerintah terkait pelanggaran protokol kesehatan pada acara keramaian di markas Front Pembela Islam (FPI) di Jakata Pusat.


Habib Rizieq Shihab telah enam kali menyandang kasus tersangka, dua di antaranya membuat dia berakhir dipenjara.


Pertama adalah tersangka demo anti-Amerika Serikat tahun 2001 karena menyebarkan kebencian. Setahun kemudian, ia ditetapkan menjadi tersangka penghasutan atas peristiwa pengrusakan tempat hiburan di Jakarta dan mendekam dipenjara selama tujuh bulan.


Kemudian pada tahun 2008, Rizieq menjadi tersangka pengeroyokan dan kerusuhan di Monas dengan vonis 1,5 tahun penjara.


Pada tahun 2017, Rizieq ditetapkan sebagai tersangka di dua kasus yaitu pornografi dan penghinaan Pancasila. Kedua kasus ini dihentikan polisi.


Lalu, terakhir dan terbaru, Rizieq menjadi tersangka kerumunan massa yang melanggar protokol kesehatan Covid-19.


Rizieq disangka melanggar UU Kekarantinaan Kesehatan dan pasal pidana, yang intinya ia disangka menghasut masyarakat supaya melakukan perbuatan pidana sehingga terjadi kedaruratan kesehatan di masyarakat dan tidak menuruti perintah serta menghalangi petugas.


Pengamat: 'FPI akan melemah sampai ada perubahan di Pemilu 2024'

Pengamat politik dari FISIP Universitas Indonesia, Cecep Hidayat memperkirakan tindakan pemerintah melarang aktivitas FPI akan mendapatkan perlawanan dari pendukungnya dalam jangka pendek, tetapi hal itu tidak akan berlanjut.


"Kalaupun ada (resistensi dari pendukung atau simpatisannya) itu di tingkat awal saja, tapi setelahnya akan melemah dengan sendirinya," kata Cecep Hidayat kepada BBC News Indonesia, Rabu (30/12) petang.


Cecep meyakini hal itu bakal terjadi, karena salah-satu kelemahan FPI yang paling mencolok adalah mereka tidak memiliki pemimpin yang disebutnya memiliki "kharisma" - setidaknya di mata pendukungnya - seperti Rizieq Shihab.


"Apakah (sifat kepemimpinan) itu ada pada Munarman atau sosok di bawahnya lagi?" ujar Cecep. Munarman adalah Sekretaris Umum FPI.


Dia menganalisa, selama Rizieq Shihab ditahan dan bakal menghadapi berbagai perkara hukum yang melilitnya, dan belakangan organisasi yang dipimpinnya dilarang beraktivitas, maka ini akan makin melemahkan FPI.


Faktor kedua, sambung Cecep, adalah apakah masih ada dukungan politik dari para elit politik nasional terhadap FPI. Menurutnya, saat ini dukungan politik itu tidak ada.


Dukungan politik ini, menurutnya, menjadi relevan, karena sejarah pendirian FPI pada 1998 disebutnya tidak terlepas dari dukungan elit politik.


"Sebagai bagian dari pemerintahan masa lalu (orba) yang membutuhkan organisasi seperti FPI, sehingga lahirlah FPI... yang didirikan petinggi (politik) untuk memobilisasi masyarakat," paparnya.


Dengan tidak ada dukungan politik, menurutnya, FPI kemungkinan akan menjadi "organisasi tanpa bentuk".


"Akhirnya menjadi organisasi tanpa bentuk, menggelar acara pengajian, atau kegiatan lain, sampai kira-kira ada pergantian pemerintahan setelah Pemilu 2024 yang mempunyai 'pendekatan' berbeda terhadap ormas seperti FPI," jelas Cecep.


"Sampai ada pemerintahan berganti, misalnya, baru kemudian mereka bisa menformalkan lagi menjadi ormas (baru)," tambahnya.


Cecep kemudian menyebut faktor ketiga yang beririsan dengan dukungan politik, yaitu dukungan keuangan. "Kalau tidak ada dukungan ini, mereka bakal susah menggelar demo secara maraton, misalnya."


FPI akan melayangkan gugatan hukum

Sampai pukul 19.00 WIB, FPI belum secara resmi menanggapi keputusan pemerintah tersebut, namun mereka berencana melayangkan gugatan hukum atas putusan pemerintah tersebut.


"Habib Rizieq bilang gini, 'Tolong Kita persiapkan langkah-langkah hukum, gugat ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara)'," kata Ketua Bantuan Hukum FPI Sugito Atmo Prawiro, menirukan pernyataan Rizieq Shihab.


Saatnya pihaknya saat ini masih mendiskusikan dengan pengurus FPI tentang langkah apa yang akan diambil.


"Kita mau ketemu dengan tim hukum untuk mempersiapkan proses gugatan. Rencananya secepat mungkin," tambahnya. (bbc)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.