Larangan FPI, Habib Rizieq Persiapkan Langkah Hukum
Petugas
bongkar atribut Front Pembela Islam (FPI) di markas Petamburan, Jakarta, Rabu
(30/12). |
Jakarta, SN
– Pemerintah Indonesia melalui Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan
Mahfud MD memutuskan untuk melarang kegiatan Front Pembela Islam (FPI), karena
organisasi tersebut melanggar ketertiban dan melanggar hukum.
Sementara
itu, menurut tim kuasa hukumnya, FPI saat ini sedang membahas kemungkinan
mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Pengamat
politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia,
Cecep Hidayat, mengatakan, larangan itu akan ditentang oleh para pendukungnya.
Namun, ia memprediksi perlawanan tersebut tidak akan berlangsung lama dan
organisasinya akan semakin melemah karena kepemimpinannya terjerat sejumlah
tuntutan hukum.
Tak lama
setelah Mahfud MD mengumumkan pelarangan kegiatan FPI, polisi pun mulai
bergerak melepas atribut baliho, spanduk, dan papan FPI di markasnya di
Petamburan, Jakarta.
Apa alasan
pemerintah melarang aktivitas FPI?
Menurut
Menkopolhukam, FPI sejak tanggal 21 Juni 2019 secara de yure telah bubar
sebagai ormas.
Namun,
katanya, FPI sebagai organisasi telah melakukan aktivitas yang melanggar
ketertiban dan keamanan dan bertentangan dengan hukum, seperti tindak
kekerasan, sweeping secara sepihak, provokasi dan sebagainya.
"Berdasarkan
peraturan perundang-undangan dan putusan MK per tanggal 23 Desember 2014,
pemerintah melarang aktivitas FPI dan akan menghentikan setiap kegiatan yang
dilakukan FPI karena FPI tidak lagi mempunyai legal standing sebagai ormas
maupun sebagai organisasi biasa.
"Kalau
ada organisasi mengatasnamakan FPI dianggap tidak ada dan harus ditolak karena
legal standing-nya tidak ada. Terhitung hari ini," kata Mahfud MD dalam
jumpa pers, pada Rabu (30/12).
Pelarangan
kegiatan FPI ini dituangkan dalam surat keputusan bersama (SKB) yang
ditandatangani sejumlah pejabat, termasuk Menkumham, Mendagri, Menkominfo,
Jaksa Agung, Kapolri, dan Kepala BNPT.
Dalam
pembacaan SKB tersebut, Wamenkumham, Prof Edward Omar Sharif Hiariej,
mengatakan pemerintah melarang melakukan kegiatan yang mengatasnamakan FPI dan
melarang penggunaan simbol dan atribut FPI.
Jika
larangan itu dilanggar, tambah Wamenkumham, "aparat penegak hukum akan
menghentikan segala kegiatan yang dilakukan FPI".
Pelarangan
kegiatan FPI ini mengingatkan pada keputusan pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia
oleh pemerintah pada 2017 lalu.
Kemudian,
pada 2019 lalu, Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi HTI atas keputusan
pembubaran ormas tersebut.
Keputusan
pelarangan kegiatan FPI ini mengemuka tiga pekan setelah enam anggota FPI tewas
ditembak polisi.
Versi polisi
menyebut enam anggota FPI itu ditembak mati karena berusaha menyerang petugas
kepolisian yang membuntutinya. Namun versi FPI menyebut mereka diserang
terlebih dulu.
Keputusan
pelarangan kegiatan FPI juga ditempuh setelah pendiri FPI, Rizieq Shihab,
ditahan.
Minggu dini
hari, 13 Desember, Rizieq Shihab resmi ditahan, sebulan setelah kepulangannya
dari Arab Saudi yang dipenuhi ingar bingar kontroversi kerumunan massa - mulai
dari penyambutan kedatangannya hingga pernikahan putrinya - serta bagaimana
cara pemerintahan Jokowi menanganinya.
Kapolda
Metro Jaya dan Kapolda Jawa Barat dicopot dari jabatannya karena dianggap tidak
melaksanakan perintah penegakan protokol kesehatan di wilayahnya, kata pejabat
penerangan Mabes Polri.
Pencopotan
Kapolda Metro Jaya, Irjen Nana Sudjana dan Kapolda Jawa Barat, Irjen Rudy
Sufahriadi, tertuang dalam surat telegram Kapolri bertanggal 16 November 2020.
Keputusan
ini terjadi tidak lama setelah Menkopolhukam Mahfud Md, dalam jumpa pers resmi,
Senin (16/11) siang, mengatakan akan memberikan sanksi kepada aparat keamanan
yang tidak mampu bertindak tegas dalam menegakkan aturan protokol kesehatan
Covid-19.
Pernyataan
Mahfud ini muncul setelah masyarakat melontarkan kritikan atas apa yang disebut
sebagai sikap tidak konsisten pemerintah terkait pelanggaran protokol kesehatan
pada acara keramaian di markas Front Pembela Islam (FPI) di Jakata Pusat.
Habib Rizieq
Shihab telah enam kali menyandang kasus tersangka, dua di antaranya membuat dia
berakhir dipenjara.
Pertama
adalah tersangka demo anti-Amerika Serikat tahun 2001 karena menyebarkan
kebencian. Setahun kemudian, ia ditetapkan menjadi tersangka penghasutan atas
peristiwa pengrusakan tempat hiburan di Jakarta dan mendekam dipenjara selama
tujuh bulan.
Kemudian
pada tahun 2008, Rizieq menjadi tersangka pengeroyokan dan kerusuhan di Monas
dengan vonis 1,5 tahun penjara.
Pada tahun
2017, Rizieq ditetapkan sebagai tersangka di dua kasus yaitu pornografi dan
penghinaan Pancasila. Kedua kasus ini dihentikan polisi.
Lalu,
terakhir dan terbaru, Rizieq menjadi tersangka kerumunan massa yang melanggar
protokol kesehatan Covid-19.
Rizieq
disangka melanggar UU Kekarantinaan Kesehatan dan pasal pidana, yang intinya ia
disangka menghasut masyarakat supaya melakukan perbuatan pidana sehingga
terjadi kedaruratan kesehatan di masyarakat dan tidak menuruti perintah serta
menghalangi petugas.
Pengamat:
'FPI akan melemah sampai ada perubahan di Pemilu 2024'
Pengamat
politik dari FISIP Universitas Indonesia, Cecep Hidayat memperkirakan tindakan
pemerintah melarang aktivitas FPI akan mendapatkan perlawanan dari pendukungnya
dalam jangka pendek, tetapi hal itu tidak akan berlanjut.
"Kalaupun
ada (resistensi dari pendukung atau simpatisannya) itu di tingkat awal saja,
tapi setelahnya akan melemah dengan sendirinya," kata Cecep Hidayat kepada
BBC News Indonesia, Rabu (30/12) petang.
Cecep
meyakini hal itu bakal terjadi, karena salah-satu kelemahan FPI yang paling
mencolok adalah mereka tidak memiliki pemimpin yang disebutnya memiliki
"kharisma" - setidaknya di mata pendukungnya - seperti Rizieq Shihab.
"Apakah
(sifat kepemimpinan) itu ada pada Munarman atau sosok di bawahnya lagi?"
ujar Cecep. Munarman adalah Sekretaris Umum FPI.
Dia
menganalisa, selama Rizieq Shihab ditahan dan bakal menghadapi berbagai perkara
hukum yang melilitnya, dan belakangan organisasi yang dipimpinnya dilarang
beraktivitas, maka ini akan makin melemahkan FPI.
Faktor
kedua, sambung Cecep, adalah apakah masih ada dukungan politik dari para elit
politik nasional terhadap FPI. Menurutnya, saat ini dukungan politik itu tidak
ada.
Dukungan
politik ini, menurutnya, menjadi relevan, karena sejarah pendirian FPI pada
1998 disebutnya tidak terlepas dari dukungan elit politik.
"Sebagai
bagian dari pemerintahan masa lalu (orba) yang membutuhkan organisasi seperti
FPI, sehingga lahirlah FPI... yang didirikan petinggi (politik) untuk
memobilisasi masyarakat," paparnya.
Dengan tidak
ada dukungan politik, menurutnya, FPI kemungkinan akan menjadi "organisasi
tanpa bentuk".
"Akhirnya
menjadi organisasi tanpa bentuk, menggelar acara pengajian, atau kegiatan lain,
sampai kira-kira ada pergantian pemerintahan setelah Pemilu 2024 yang mempunyai
'pendekatan' berbeda terhadap ormas seperti FPI," jelas Cecep.
"Sampai ada pemerintahan berganti, misalnya, baru kemudian mereka bisa menformalkan lagi menjadi ormas (baru)," tambahnya.
Cecep
kemudian menyebut faktor ketiga yang beririsan dengan dukungan politik, yaitu
dukungan keuangan. "Kalau tidak ada dukungan ini, mereka bakal susah
menggelar demo secara maraton, misalnya."
FPI akan
melayangkan gugatan hukum
Sampai pukul
19.00 WIB, FPI belum secara resmi menanggapi keputusan pemerintah tersebut,
namun mereka berencana melayangkan gugatan hukum atas putusan pemerintah
tersebut.
"Habib
Rizieq bilang gini, 'Tolong Kita persiapkan langkah-langkah hukum, gugat ke
PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara)'," kata Ketua Bantuan Hukum FPI Sugito
Atmo Prawiro, menirukan pernyataan Rizieq Shihab.
Saatnya pihaknya saat ini masih mendiskusikan dengan pengurus FPI tentang langkah apa yang akan diambil.
"Kita mau ketemu dengan tim hukum untuk mempersiapkan proses gugatan. Rencananya secepat mungkin," tambahnya. (bbc)