Latest Post



Jakarta, SN – Dewan Pimpinan Pusat Front Pembela Islam atau FPI mengeluarkan surat edaran yang meminta anggotanya untuk meningkatkan kesadaran, mengikuti kondisi saat ini yang mereka klaim sebagai Islamofobia atau ketakutan yang berlebihan terhadap Islam.

 

Mereka membuat klaim ini berdasarkan maraknya operasi penjebakan, operasi bendera palsu, dan pengkambinghitaman Islam dan FPI.

 

"Selalu waspada serta hindari segala ajakan untuk melakukan berbagai tindak kekerasan apalagi tindakan terorisme," bunyi poin pertama dalam surat edaran yang Tempo dapatkan dari Sekretaris Bantuan Hukum DPP FPI Aziz Yanuar, Senin, 21 Desember 2020.

 

Pada poin kedua, FPI juga mengimbau para anggotanya waspada terhadap gerakan rekayasa memfintah dan menteroriskan organisasi besutan Rizieq Shihab itu.

 

Dikutip dari Gelora.com, FPI menyebut akan terus menempuh jalur konstitusional untuk menyelesaikan segala persoalan hukum.

 

"Seluruh anggota FPI dan simpatisan diminta untuk mengikhlaskan niat dalam berjuang sekaligus memperbanyak doa, zikir, istighfar taubat, sholawat, istighotsah, ratib, puasa sunah dan hizib Nashor, serta memperbanyak baca Hasbunallaahu wani'malwakiil," bunyi imbauan terakhir di surat yang ditandatangani Ketua Umum DPP FPI Ahmad Shabri Lubis dan Sekretaris Umum DPP FPI, Munarman.

 

Mengenai alasan khusus FPI mengeluarkan surat edaran, Aziz tak menjawabnya, namun penerbitan surat itu terjadi setelah polisi menangkap Pimpinan FPI Rizieq Shihab dan penembakan enam laskar FPI, serta pembubaran aksi demonstrasi 1812 di Patung Kuda Arjuna Wijaya pada Jumat lalu. []


Melalui channel YouTube pribadinya, Refly Harun, Kamis (24/12/2020). Prabowo melupakan para pendukungnya, Refly Harun berharap bisa sadar dan kecuali ia sudah tidak peduli lagi.




Jakarta, SN – Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun kembali mempertanyakan sikap diam Menteri Pertahanan Prabowo Subianto terkait beberapa hal yang menyangkut para pendukungnya. 

 

Refly Harun pun menyebut bahwa Prabowo terkesan sudah melupakan para pendukungnya di Pilpres 2019 lalu, dilansir TribunWow.com. Hal itu diungkapkannya dalam kanal YouTube pribadinya, Refly Harun, Kamis (24/12/2020). 

 

Ia mulanya mengingatkan kembali para pendukung Prabowo-Sandiaga Uno di Pilpres 2019 yang terdiri dari kelompok society maupun dari partai politik. 

 

"Kita tahu bahwa ketika maju di Pilpres 2019 bahkan sebelumnya di 2014, Prabowo didukung dan disokong oleh beberapa komponen society, sebut saja FPI, bersama juga kelompok-kelompok lainnya seperti PA 212, GNPF Ulama," ujar Refly Harun. 

 

"Beberapa partai seperti PKS, PAN, ada Demokrat yang akhirnya berlabuh juga di situ," imbuhnya.

  

Namun menurut Refly Harun, semenjak masuk ke dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi Menteri Pertahanan, Prabowo menunjukkan sikap yang berbeda. 

 

Dirinya menyinggung persoalan yang tengah dihadapi oleh pendukung besarnya yakni Front Pembela Islam (FPI) bersama juga Imam Besarnya, Habib Rizieq Shihab. 

 

"Tetapi faktanya adalah ketika pendukung-pendukung calon presiden Prabowo-Sandiaga Uno katakanlah disudutkan, diperlakukan tidak adil bahkan ada enam laskar FPI yang tewas tetapi belum ada kejelasan, termasuk Habib Rizieq yang ditahan." 

 

"Prabowo diam saja, Prabowo seolah-olah tidak peduli bahwa pendukungnya di Pilpres kemarin satu demi satu dilaporkan," ungkapnya. 

 

Selain itu, Refly Harun menyayangkan respons dari pemerintah terhadap kelompok oposisi, termasuk di antaranya adalah Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI). 

 

Menurutnya, kondisi tersebut menandakan proses demokrasi tidak berjalan dengan baik, "Termasuk juga munculnya kelompok-kelompok yang mengambil sikap berseberangan dengan pemerintah juga mengalami kendala, seperti Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia," kata Refly Harun. 

 

"Ada kecenderungan demokrasi kita mulai dimasuki lagi unsur-unsur militerisme," imbuhnya. 

 

Oleh karenanya, mantan Komisaris Utama PT Pelindo itu berharap Prabowo menjadi sadar dan tetap memikirkan dan mempedulikan para pendukungnya. 

 

Ia juga berharap Prabowo bersama Partai Gerindra tetap bisa menjadi oposisi untuk mencipatakan keseimbangan dalam berdemokrasi. 

 

"Mudah-mudahan Prabowo sadar kesadarannya hal-hal seperti ini, kecuali kalau yang bersangkutan tidak peduli lagi dengan massa yang mendukung dia," harapnya. 

 

"Bahwa demokrasi sangat penting bagi kesehatan negeri ini, bahwa oposisi itu tidak boleh dimatikan karena dia menjadi obat demokrasi," pungkasnya. []


Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) yang tumbuh dan berkembang dari masyarakat, harus berinisiatif dan bertindak sebagai abdi serta pelindung atau pengayom masyarakat, yang harus jauh dari sikap bertindak sebagai "penguasa"./Ist




Jakarta, SN – Jenderal Polisi Kristen yang ditugaskan di Kepolisian Negara Republik Indonesia, baik di pusat maupun di Mabes Polri, serta di tingkat daerah / provinsi atau Polda, saat ini belum ada Jenderal Polisi Kristen yang aktif meraih bintang empat. Karena seorang Jenderal Polisi yang aktif hanya memiliki bintang empat untuk Kapolri.

  

Selain itu, terdapat juga sejumlah jenderal Polri Kristen yang mengabdi di lembaga/instansi pemerintah lainnya, seperti Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) dan Badan Narkotika Nasional (BNN). 

 

Sejumlah Jenderal Polisi Kristen (Katolik Kristen dan Kristen Protestan) yang masih aktif hingga saat ini, terdiri dari jenderal bintang satu (Brigjen), jenderal bintang dua (Irjen), dan jenderal bintang tiga (Komjen). 

 

Dari sekian banyak jenderal Polri Kristen yang masih aktif tersebut, beberapa di antaranya menempati jabatan yang cukup strategis. 

 

Sebagian dengan usia yang masih cukup muda, sehingga masih berpotensi untuk naik pangkat dan menempati jabatan yang lebih tinggi/lebih strategis di tubuh Polri atau di lembaga/instansi pemerintah. 

 

Karena itu mereka adalah para jenderal Polri Kristen yang boleh dikatakan sedang bersinar, atau jenderal-jenderal Polri Kristen paling bersinar.

 

 

Siapa sajakah mereka?

 

Berikut daftarnya yang dilansir oleh laman Rubrikkristen;  

 

1. KOMJEN. POL. LISTYO SIGIT PRABOWO (KABARESKRIM POLRI)

 

Komisaris Jenderal Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo  lahir pada 5 Mei 1969. Saat ini Komjen Listyo menjabat sebagai Kepala Badan Reserse Dan Kriminal Polri (Kabareskrim Polri). 

 

Komjen Listyo merupakan lulusan Akpol tahun 1991 dan Komjen Listyo merupakan mantan ajudan Presiden Jokowi. 

 

Jabatan yang pernah dipegang Komjen Listyo di Polri antara lain adalah: Kapolres Pati, Kapolres Sukoharjo, Kapolresta Surakarta (Solo), Kasubdit II Dittipidum Bareskrim Polri, Dirreskrimum Polda Sultra, Kapolda Banten, dan Kadiv Propam Mabes Polri.

  


2. KOMJEN. POL. DHARMA PONGREKUN (WAKIL KEPALA BSSN)

 

Komisaris Jenderal Polisi Drs. Dharma Pongrekun lahir di Palu, Sulawesi Tengah, pada 12 Januari 1966.

 

Komjen Dharma Pongrekun saat ini bertugas di luar Polri sebagai Wakil Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). BSSN adalah sebuah lembaga negara yang posisinya setingkat dengan kementerian negara.

  

Komjen Dharma Pongrekun punya banyak pengalaman di bidang reserse, baik di Polda Metro Jaya maupun di Mabes Polri. Komjen Dharma Pongrekun pernah maju sebagai calon pimpinan KPK, tetapi tidak terpilih.

 


 3. IRJEN. POL. ARGO YUWONO (KADIV HUMAS POLRI)

 

Inspektur Jenderal Polisi Raden Prabowo Argo Yuwono lahir di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada 2 April 1968. Irjen Argo Yuwono saat ini mengemban amanat sebagai Kepala Divisi Humas Polri.

 

Argo adalah lulusan Akademi Kepolisian tahun 1991

Jabatan penting yang pernah diemban Irjen Argo Yuwono antara lain:

Kasat Serse Polres TTU di Polda Nusra, Kapolsek Denpasar Barat Polda Bali, Wakapolres Takalar Polda Sulsel, Kasubdit Binops Ditpolair Polda Kaltim, Kapolres Nunukan Polda Kaltim, Dirtahti Polda Kaltim. 

 

Lalu, Kabidhumas Polda Jatim, Kabidhumas Polda Metro Jaya, Karopenmas Divhumas Polri, dan kini Kepala Divisi Humas Polri.

 

 

4. IRJEN. POL. DRS. IGNATIUS SIGIT WIDIATMONO (KADIV PROPAM POLRI)

 

Inspektur Jenderal Polisi Ignatius Sigit Widiatmono lahir di Salatiga, Jawa Tengah, pada 3 Februari 1969.

  

Irjen. Pol. Ignatius Sigit Widiatmono saat ini menjabat sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kadiv Propam Mabes Polri).

 

Irjen. Pol. Ignatius Sigit Widiatmono sebelumnya menjabat sebagai Direktur Pembinaan Kemampuan BNPT dan Karopaminal Divpropam Polri.

 

 

5. IRJEN. POL. DRS. MARTINUS HUKOM (KADENSUS 88)

 

Inspektur Jenderal Polisi Martinus Hukom lahir di Ameth, Nusalaut, Maluku Tengah, Maluku, 30 Januari 1969.

  

Ia adalah seorang perwira tinggi Polri yang sejak 1 Mei 2020 mengemban amanat sebagai Kepala Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri.

 

Martinus termasuk polisi yang mendapat kenaikan pangkat luar biasa saat tergabung dalam tim Ditserse Polda Metro Jaya, yang menangkap teroris Imam Samudra di Pelabuhan Merak, Banten, 21 November 2002.

  

Riwayat Jabatan:

Penyidik Densus 88/Antiteror Polri

Kabid Intel Densus 88/Antiteror Polri

Wakadensus 88/Antiteror Polri (2015)

Direktur Penegakan Hukum BNPT (2017)

Wakadensus 88/Antiteror Polri (2018)

Kadensus 88/Antiteror Polri (2020)

 

Tri Rismaharini dilantik Presiden Joko Widodo sebagai Menteri Sosial RI / Net




Jakarta, SN – Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharani yang baru dilantik kemarin, Rabu (23/12), diketahui masih menjabat sebagai Walikota Surabaya, Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritisi praktik rangkap jabatan, bahkan Risma mengaku sudah mendapat izin dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). ) untuk terus menjalankan tugasnya sebagai kepala daerah. 

 

"Rangkap jabatan juga diakui oleh Risma telah mendapat izin Presiden. Lewat pengakuan Risma, kita bisa melihat inkompetensi dan tidak berpegangnya dua pejabat publik pada prinsip etika publik. Yang pertama adalah Risma sendiri, kedua adalah Presiden RI Joko Widodo," ujar peneliti ICW Wana Alamsyah dalam keterangan tertulisnya yang diterima Republika, Rabu malam (23/12). 

 

Menurut dia, pejabat publik semestinya memiliki kemampuan memahami peraturan dan berorientasi pada kepentingan publik. Setidaknya terdapat dua Undang-Undang (UU) yang dilanggar dengan rangkap jabatannya Risma. 

 

Pertama, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pasal 76 huruf h secara tegas memuat larangan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah melakukan rangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya. 

 

Kedua, UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Pasal 23 huruf a UU menyebutkan, menteri dilarang merangkap jabatan pejabat negara lainnya. Merujuk pada regulasi lain, yakni Pasal 122 UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, menteri dan wali kota disebut sebagai pejabat negara. 

 

"Ini menunjukkan bahwa baik dalam kapasitasnya sebagai wali kota atau menteri, posisi Risma bertentangan dengan dua UU tersebut," kata Wana. 

 

Ia melanjutkan, tindakan presiden membiarkan pejabat publik rangka jabatan juga jelas bermasalah. Perintah undang-undang tidak bisa dikesampingkan oleh izin Presiden, apalagi hanya sebatas izin secara lisan. 

 

"Pengangkatan Risma sebagai menteri tanpa menanggalkan posisi wali kota bisa dinilai cacat hukum," tutur dia. 

 

Wana menambahkan, fenomena rangkap jabatan bukan hanya terjadi pada saat pemilihan menteri baru. Sebelumnya, Ombudsman Republik Indonesia telah menemukan praktik serupa di BUMN. 

 

Sayangnya, kata dia, Presiden Joko Widodo pun bergeming dan justru kondisi tersebut dinormalisasi oleh presiden sendiri. Padahal, menormalisasi praktik rangkap jabatan sama dengan menormalisasi sesuatu yang dapat berujung pada perilaku koruptif. 

 

Sebab, rangkap jabatan dapat berpotensi menimbulkan konflik kepentingan saat merumuskan sebuah kebijakan. Izin yang diberikan presiden kepada Risma untuk melakukan rangkap jabatan semakin menunjukkan praktik permisif terhadap praktik koruptif. 

 

Apalagi keputusan tersebut melanggar UU dan mengikis nilai etika publik yang hidup di tengah masyarakat. Oleh karena itu, ICW mendesak Risma untuk mundur dari salah satu jabatannya. Jika Risma tak segera mengundurkan diri, maka ia tidak layak menduduki posisi pejabat publik apapun. 

 

"Perhatian publik juga perlu ditujukan pada Presiden RI yang memberi izin pada Risma untuk rangkap jabatan, " ujarnya.[]






Jakarta, SN – Front Pembela Islam (FPI) dikabarkan resmi dibubarkan oleh pemerintah. Hal itu berdasarkan Surat Telegram (STR) Kapolri Jenderal Idham Azis terkait pembubaran sejumlah ormas yang beredar di media sosial. 

 

STR bernomor STR/965/XI/IPP.3.1.6/2020 itu ditandatangani Wakabaintelkam Polri Irjen Polisi Suntana. Namun, Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono hanya mengatakan akan mengecek kebenaran STR tersebut, "Dicek dulu ya,” kata Argo dengan singkat, saat dikonfirmasi, Kamis (24/12). 

 

Di dalam STR itu disebutkan ada enam organisasi yang dilarang beraktivitas di Indonesia, termasuk FPI. Sementara kelima organisasi lainnya, adalah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Aliansi Nasional Anti Syiah (ANAS), Jamaah Ansharu Tauhit (JAT), Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), dan Forum Umat Islam (FUI). 

 

Kemudian, di dalam STR tersebut juga diterangkan, pelarangan ini meyusul telah keluarnya peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) mengenai Pembubaran Ormas yang ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ormas-ormas yang disebut di dalam STR itu dianggap tidak sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, dan peraturan yang berlaku.[]



SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.