Latest Post

Habib Rizieq Shihab/ Ist




Jakarta, SN – Pondok Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah milik Habib Rizieq di Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat digugat PTPN VIII untuk dikosongkan karena dituding milik negara.

 

Surat somasi dilayangkan PTPN VIII (PT Perkebunan Nusantara VIII) pada tanggal 18 Desember 2020.

 

“Sehubungan dengan adanya permasalahan penguasaan fisik tanah HGU PT Perkebunan Nusantara VIII Kebun Gunung Mas seluas +/- 30,91 Ha yang terletak di Desa Kuta, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat oleh Pondok Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah sejak tahun 2013 tanpa ijin dan persetujuan dari PTPN VIII kami tegaskan bahwa lahan yang Saudara kuasai tersebut merupakan aset PTPN VIII berdasarkan sertifikat HGU Nomor 299 tanggal 4 Juli 2008.

 

Tindakan Saudara tersebut merupakan tindak pidana penggelapan hak atas barang tidak bergerak, larangan pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya dan atau pemindahan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 385 KUHP, Perpu No 51 Tahun 1960 dan pasal 480 KUHP.

 

Berdasarkan hal tersebut, dengan ini kami memberikan kesempatan terakhir serta memperingatkan Saudara untuk segera menyerahkan lahan tersebut kepada PTPN VIII selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterima surat ini.

 

Apabila dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterima surat ini Saudara tidak menindaklanjuti maka kami akan melaporkan ke Kepolisian cq. Polda Jawa Barat.”

 

Demikian isi Surat Somasi dari PTPN VIII.





Tanggapan Habib Rizieq

 

 

Sebelum Habib Rizieq ditahan, permasalahan lahan Pesantren Markaz Syariah Megamendung ini sudah disinggung Habib Rizieq.

 

 

 

Habib Rizieq menegaskan telah membelih lahan itu. Dan jika lahan mau diambil negara, maka Habib Rizieq mempersilahkan, dengan syarat diberi ganti rugi. Hasil ganti rugi itu nantinya akan dibelikan lahan lain untuk membangun pesantren yang sama. Tapi jika cuma main rampas, Habib Rizieq menegaskan akan melawannya.[Portal Islam]






Berikut video pernyataan Habib Rizieq:

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti/Ist




Jakarta, SN – Nama Sekretaris Jenderal (Sekum) PP Muhammadiyah Prof Abdul Muti sempat muncul dalam daftar calon wakil menteri yang akan dilantik oleh Presiden Joko Widodo hari ini, namun pada saat dilantik namanya hilang, Rabu (23/12/ 2020). 

 

Abdul Muti sendiri tak membantah ditawari posisi wakil menteri (wamen) di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Akan menjadi wakilnya, mantan bos Gojek Mendikbud Nadiem Makariem. 

 

Ia pun mengaku sudah menerima tawaran. Namun pada akhirnya, ia menolak tawaran tersebut dan namanya tidak diangkat menjadi Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. 

 

Abdul Muti menjelaskan alasan dia mengubah keputusan tersebut melalui akun Facebook pribadinya, @Abdul Muti yang diunggah beberapa saat lalu, Rabu (23/12/2020).


Netizen Takjub: Banyak yang mengungkap ketakjuban

dengan sikap Tokoh Muhamamdiyah ini

Dengan rendah hati, dia merasa bukan sosok yang tepat untuk mengemban amanah Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaanbdan ia khawatir dia tidak akan bisa, jadi dia menolak dengan jabatan tersebut. 

 

“Setelah melalui berbagai pertimbangan, saya memutuskan untuk tidak bergabung dalam Kabinet Indonesia Maju dalam jabatan wakil menteri. Saya merasa tidak akan mampu mengemban amanah yang sangat berat itu. Saya bukanlah figur yang tepat untuk amanah tersebut,” katanya. 

 

Abdul Muti mengakui, dia sempat menyampaikan kesediaan saat diminta mengemban amanah di Kemendikbud. Namun, setelah berpikir panjang dan mengukur kemampuan diri, akhirnya dia menolak tawaran itu. 

 

“Awalnya, ketika dihubungi oleh Pak Mensesneg dan Mas Mendikbud, saya menyatakan bersedia bergabung jika diberi amanah. Tetapi, setelah mengukur kemampuan diri, saya berubah pikiran. Semoga ini adalah pilihan yang terbaik,” demikian Abdul Muti. 

 

“Inilah pembelajaran yang bisa saya ambil dari Tokoh Muhammadiyah tidak silau dengan posisi dan jabatan tapi jelas sangat peduli dengan kebaikan Umat Islam & Rakyat Indonesia…Sedih pak jika orang baik tidak turun tangan maka apakah nantinya akan lebih baik,” ujar Siti Umu Hani Fajriah di kolom komentara status fb Abdul Mu’ti. 

 

“Bagus pak.. Lebih baik tidak usah bergabung.. Nama bapak lebih harum bila tetap berada dan terus berbuat di persyarikatan Muhamadiyah ketimbang berada di kabinet yg hanya akan bertentangan dengan hati nurani bapak…,” ungkap Yopin Adrian.[Portal Islam]


Jokowi-Maruf Amin dan Prabowo-Sandi di sela Debat Pilpres 2019. Foto/Dok SINDO



Jakarta, SN – Pasangan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno yang bersaing dengan Presiden Joko Widodo-Ma'ruf Amin di Pilpres 2019, berangsur-angsur masuk kabinet Indonesia Maju. Hal tersebut menuai beragam tanggapan, termasuk dari para politisi pendukung pasangan Prabowo Sandi di Pilpres lalu. 

 

Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera pun angkat bicara soal ini, Mardani adalah penggagas Presiden Perubahan # 2019. Sedangkan PKS merupakan salah satu partai pendukung Prabowo-Sandi di Pilpres 2019.


Ketum Partai Gerindra Prabowo Subianto menunggang kuda/Ist

Ia mengatakan, semua tokoh dan partai pendukung Prabowo dan Sandi harus memperkuat barisan oposisi agar terjadi check and ballance yang seimbang,  “Ini akan sehat bagi kebijakan publik yang dihasilkan karena ada kontrol dan pengawasan yang kokoh,” kata Mardani Ali Sera kepada MNC Portal, Rabu (23/12/2020). 

 

"Pertama, ini eksperimen pertama. Kompetitor diajak masuk kabinet. Bagi demokrasi ini bisa melemahkan karena membentuk persepsi bahwa pada akhirnya kekuasaan yang jadi tujuan," ujarnya anggota Komisi II DPR RI itu. 

 

Kedua, kata Mardani, bagi menteri yang terpilih sendiri tentu perlu diberi kesempatan bekerja 100 hari pertama dengan benar dan cepat memenuhi janji Presiden Jokowi. 

 

Prabowo Subianto dikenal menjabat sebagai Menteri Pertahanan sejak awal Kabinet Indonesia Maju, sementara Sandiaga Uno menjadi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) menggantikan Wishnutama Kusubandio saat perombakan cabinet dan Sandiaga dan lima menteri baru lainnya akan dilantik hari ini.[]


Brigjen Prasetijo Utomo, mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS, Bareskrim Polri, terbukti melakukan tindak pidana pemalsuan pas Djoko Tjandra / Ist.




Jakarta, SN  Terdakwa dalam perkara surat jalan palsu, Brigjen Prasetijo Utomo, dijatuhi hukuman tiga tahun penjara dan hukuman itu lebih tinggi dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yakni dua tahun enam bulan penjara. 

 

Putusan tersebut dibacakan oleh hakim ketua Muhammad Sirat di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Selasa (22/12/2020). Mantan eks Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS, Bareskrim Polri, terbukti melakukan tindak pidana pemalsuan surat jalan Djoko Tjandra yang di vonis hakim 2,5 Tahun Penjara. 

 

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Prasetijo Utomo oleh karena itu dengan pidana penjara selama tiga tahun," ungkap Sirat di ruang sidang utama. 

 

Tak hanya itu, jenderal bintang satu tersebut juga terbukti melakukan tindak pidana orang yang dirampas kemerdekaannya. Sebab, saat itu Djoko Tjandra masih berstatus buron. 

 

Selanjutnya, Prasetijo juga terbukti melakukan kejahatan dengan menghancurkan barang bukti terkait surat menyurat. Dalam hal ini, dia menyuruh saksi Johny Andrijanto untuk membakar surat yang diduga palsu. 

 

"Dan melakukan tindak pidana setelah melakukan kejahatan dengan maksud untuk menutupinya menghancurkan benda-benda dengan nama tindak pidana dilakukan secara bersama-sama dalam dakwaan ketiga," jelasnya. 

 

Sirat pun turut mengurai hal-hal yang memberatkan vonis terhadap Prasetijo. Pertama, dia menggunakan surat palsu tersebut untuk melakukan kepentingan sebanyak dua kali, yakni pada tanggal 6 dan 8 juni 2020. 

 

Tak hanya itu, tindakan Prasetijo juga dinilai sangat membahayakan masyarakat. Dia melakukan perjalanan tanpa melakukan tes Covid-19. 

 

"Perbuatan terdakwa dapat membahayakan masyarakat dengan melakukan perjalanan tanpa dilakukan test bebas covid-19," papar Sirat. 

 

Hakim juga menilai jika Prasetijo tidak menjaga amanahnya sebagai anggota Polri. Dal hal ini, dia menggunakan jabatannya untuk kepentingan pribadi atau orang lain. 

 

"Terdakwa sebagai anggota Polri dengan pangkat Brigjen yang menduduki jabatan Karo seharusnya dapat menjaga amanah dengan tidak menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan pribadi atau orang lain," pungkas Sirat. 

 

Sebelumnya, JPU menuntut Prasetijo dihukum penjara dua tahun enam bulan dalam perkara surat jalan palsu. Mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri itu terbukti melakukan tindak pidana terkait surat menyurat. 

 

Prasetijo, dalam perkara ini menyuruh, melakukan, hingga memalsukan surat secara berlanjut sebagaimana tertuang dalam Pasal 263 ayat 1 KUHP. 

 

Tak hanya itu, Prasetijo juga terbukti bersalah melakukan tindak pidana secara berlanjut berupa membiarkan orang yang dirampas kemerdekaannya melarikan diri. Hal tersebut merujuk pada Pasal 426 ayat 2 KUHP. 

 

Bahkan, jenderal bintang satu itu juga terbukti bersalah melakukan tindak pidana menghalang-halangi penyidikan dengan menghancurkan barang bukti sebagaimana tertuang dalam Pasal 221 ayat 1 KUHP. 

 

Dalam fakta persidangan sebelumnya, Prasetijo disebut memberi perintah pada anak buahnya, Kompol Johny Andrijanto untuk membakar seluruh bukti surat-surat jalan, surat sehat, dan surat keterangan bebas Covid-19. 

 

Tuntutan yang dijatuhkan terhadap Prasetijo sudah termasuk pemotongan masa tahanan. Diketahui, saat ini dia mendekam di Rutan Salemba cabang Bareskrim Polri.[]


Djoko Tjandra (kiri) saat mengikuti persidangan/Ist


Jakarta, SN  Terdakwa dalam kasus surat jalan palsu, Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra, divonis dua tahun enam bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Djoko Tjandra dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana pemalsuan surat.  

 

“Menjatuhkan hukuman pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara dua tahun dan enam bulan, dikurangi selama terdakwa dalam tahanan,” kata Ketua Majelis Hakim Muhammad Sirad membacakan amar putusan di PN Jaktim, Selasa (22/12).  

 

Majelis Hakim meyakini, Djoko Tjandra memgetahui pembuatan surat jalan palsu dan surat keterangan kesehatan Covid-19. Hakim meyakini, pembuatan surat kesehatan Covid-19 yang dibuat oleh Brigjen Prasetijo Utomo tidak sah.  

 

Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menyebut, Anita Kolopaking selaku pengacara Djoko Tjandra menyuruh stafnya ke Pusdokkes. Sehingga terdapat surat kesehatan dengan nama saksi Anita, saksi Prasetijo, Djoko Tjandra dan saksi Joni, padahal terdakwa tidak pernah memeriksa kesehatan di Pusdokkes.  

 

Keperluan pembuatan surat jalan palsu itu agar Djoko Tjandra bisa mengurus upaya hukum peninjauan kembali (PK). Karena saat itu, Djoko Tjandra merupakan DPO kasus hak tagih Bank Bali.  

 

Djoko Tjandra sendiri terbukti melanggar Pasal 263 ayat 1 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.  

 

Vonis 2,5 tahun penjara yang dijatuhkan Majelis Hakim lebih berat dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). Karena Jaksa hanya menuntut dua tahun penjara terhadap Djoko Tjandra. (*)

 

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.