Latest Post




Jakarta, SNC – Enam jenazah anggota FPI yang tewas bentrok dengan polisi telah dibawa ke RS Polri Kramat Jati. Bentrokan antara polisi dan pengikut Habib Rizieq Shihab terjadi di tol Jakarta-Cikampek KM 50 pada Senin (7/12) dini hari, pukul 00.30 WIB.

“RS Kramat Jati,” ucap Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus, saat ditanya di mana enam jenazah anggota FPI tersebut, Senin.

Sebelumnya, dari pihak FPI menyatakan bahwa enam anggotanya telah diculik. Namun, belakangan, dibenarkan oleh pengacara FPI bahwa orang yang diculik dan yang ditembak mati adalah orang yang sama. “Iya orang yang sama,” kata pengacara FPI Sugito Atmo Prawiro.

Habib Rizieq Selamat
Pengacara FPI Sugito Atmo Prawiro mengatakan memang ada anggota laskar FPI yang meninggal. Dan, mereka adalah laskar FPI yang selama ini mengawal Habib Rizieq kemanapun pergi.

”Pada dini hari itu kami memang sudah merasa ada enam anggota laskar itu kami kira hilang. Ternyata meninggal dunia ditembak. Kami kaget luar biasa. Sebab, merekalah yang selama ini mengawal Habib Rizieq ke manapun berada,” kata Sugito, Semim (7/12).

Menurutnya, pada insiden itu memang ada satu mobil laskar FPI yang mengawalnya. Mereka berada dalam satu mobil yang lain dan terus berada dan mengawasi di dekat mobil Habib Rizieq. Maka, saat tahu ada penghadangan, maka mobil Habib Rizieq segera dipisah sehingga bisa melepaskan diri dari hadangan.

”Nah, kemudian mobil pengawalnya itu tertinggal karena ada di belakang. Setela itu mobil itu hilang sehingga kami terus mencarinya. Nah, kami kemudian baru mengetahui para pengawal Habib Rizieq meninggal setelah ada press releasedari Polda Metro Jaya. Kami jelas kaget luar biasa,” ujarnya.

Mobil pengawal yang hilang itu berwarna abu-abu dengan ciri pintu depan kiri penyok. Plat mobil tersebut bernomor B 2152 TBN. Para pengawal Habib Rizieq berasal ‘Laksus Madar DKI’ (Laskar Khusus Markas Daerah DKI)

Menurutnya, nama anggota laskar FPI yang meninggal tertembak itu adalah, Fais, Ambon, Andi, Reza, Lutfil, Kadhavi.[]



Jakarta, SNC – Indonesia Police Watch (IPW) mendesak Presiden Jokowi mencopot Kapolri Jenderal Idham Azis dan Kabaintelkam Polri Komjen Rycko Amelza. Desakan untuk dicopot akibat penembakan yang menewaskan enam anggota Front Pembela Islam (FPI), di Jakarta-Cikampek Km 50, Jawa Barat, Senin dini hari (7/12).


Selain itu, IPW mendesak agar segera dibentuk Tim Pencari Fakta Independen untuk mengungkapkan, apa yang terjadi sebenarnya. Sebab penjelasan versi Polri dan FPI sangat jauh berbeda. Polri menyatakan, anggotanya ditembak Laskar Khusus FPI yang mengawal Imam Besar FPI M. Rizieq Shihab.


"Apakah benar bahwa Laskar FPI itu membawa senjata dan menembak polisi? Agar kasus ini terang benderang anggota Polri yang terlibat perlu diamankan terlebih dahulu untuk dilakukan pemeriksaan. Sebab menurut siaran pers FPI, rombongan Rizieq-lah yang lebih dulu dihadangan sekelompok orang yang berpakaian sipil, sehingga mereka menduga akan dirampok orang tak dikenal di jalan tol," kata Ketua Presidium IPW, Neta S. Pane.


Menurut Neta, dalam kasus ini muncul sejumlah pertanyaan. Pertama, jika benar FPI mempunyai laskar khusus yang bersenjata, kenapa Baintelkam tidak tahu dan tidak melakukan deteksi dan antisipasi dini serta tidak melakukan operasi persuasif untuk "melumpuhkannya".


Kedua, apakah penghadangan terhadap rombongan Rizieq di Tol Cikampek arah Karawang Timur itu sudah sesuai SOP, mengingat polisi penghadang mengenakan mobil dan pakaian preman.


Ketiga, jika Polri menyebutkan bahwa anggotanya ditembak lebih dulu oleh Laskar Khusus FPI, berapa jumlah tembakan itu dan adakah bukti-bukti, misalnya ada mobil polisi yang terkena tembakan atau proyektil peluru yang tertinggal.


Pertanyaan keempat, lanjut Neta, dimana TKP tewas tertembaknya keenam anggota Laskar Khusus FPI itu karena menurut rilis FPI keenam anggotanya itu diculik bersama mobilnya di jalan tol.


"Kelima, keenam anggota FPI yang tewas ditembak itu bukanlah anggota teroris, sehingga polisi wajib melumpuhkannya terlebih dahulu karena polisi lebih terlatih dan polisi bukan algojo tapi pelindung masyarakat," ujar dia melanjutnya.


Keenam, masih menurut Neta, jalan tol adalah jalan bebas hambatan sehingga siapa pun yang melakukan penghadangan di jalan tol adalah sebuah pelanggaran hukum, kecuali si pengandara nyata-nyata sudah melakukan tindak pidana.


"Ketujuh, penghadangan yang dilakukan oleh mobil sipil dan orang-orang berpakaian preman, patut diduga sebagai pelaku kejahatan di jalan tol, mengingat banyak kasus perampokan yang terjadi di jalanan yang dilakukan orang tak dikenal. Jika polisi melakukan penghadangan seperti ini sama artinya polisi tersebut tidak promoter," terangnya.


Terakhir disampaikan Neta, dengan tewas tertembaknya keenam anggota FPI itu, yang paling bertanggungjawab dalam kasus ini adalah Kapolri Jenderal Idham Azis.


"Tidak promoternya Idham Azis dalam mengantisipasi kasus Rizieq sudah terlihat sejak kedatangan pimpinan FPI itu di Bandara Soetta, yang tidak diantisipasi dengan profesional tapi terbiarkan hingga menimbulkan masalah," tutupnya. (*)




Jakarta, SNC – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan akan menelusuri aliran uang dalam kasus dugaan suap pemberian bantuan sosial (bansos) terkait penanganan pandemi Covid-19 di wilayah Jabodetabek yang menjerat Menteri Sosial Juliara Batubara.


"Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik berdasarkan UU dalam rangka mengumpulkan keterangan saksi dan barang bukti guna membuat terangnya suatu perkara atau peristiwa pidana dan menemukan tersangkanya. Jadi setiap ada aliran uang pasti kita ikuti," kata Ketua KPK Komjen Firli Bahuri di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (6/12).


Meski demikian, Firli belum bisa menyampaikan sejauh mana penelusuran aliran dana tersebut. Menurutnya, hal tersebut merupakan bagian dari proses penyidikan, "Tentu kami tidak akan menyampaikan bagaimana proses aliran uangnya," kata dia.


Dia menyatakan, pengusutan aliran dana dimaksudkan untuk memudahkan tim lembaga antirasuah dalam menguji apa yang disangkakak terhadap para pelaku di Pengadilan Tipikor.


"Dan kita sangat menghormati prinsip-prinsip tugas pokok KPK diantaranya adalah kepastian hukum, keterbukaan, transparan, kepentingan umum, akuntabilitas dan tetap menjunjung tinggi hak asasi manusia. Itu harus kita hormati betul," kata Firli, dilansir Liputan6.com.


Juliari dijerat KPK sebagai tersangka kasus dugaan suap bantuan sosial corona Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek Tahun 2020. Juliari diduga menerima fee sebesar Rp 10 ribu perpaket sembako dari nilai Rp 300 ribu


Selain Juliari KPK juga menjerat Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono sebagai pejabat pembuat komitmen di Kemensos. Dua orang lainnya sebagai pemberi yakni Ardian IM dan Harry Sidabuke dan keduanya dari pihak swasta.


Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama, Juliari diduga telah menerima fee sebesar Rp 8,2 miliar dari total uang Rp 12 miliar yang diterima oleh Matheus. Uang untuk Juliari diberikan Matheus melalui Adi Wahyono.


Pemberian uang tersebut dikelola oleh seseorang bernama Eko dan Shelvy N selaku Sekretaris di Kemensos yang juga orang kepercayaan Juliari. Uang itu digunakan untuk membayar berbagai keperluan pribadi Juliari.


Sementara untuk periode kedua pelaksanaan paket bansos ini terkumpul fee dari Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020 sekitar Rp 8,8 milir. KPK menduga uang tersebut juga akan dipergunakan untuk keperluan Juliari.


Kasus ini diungkap melalui operasi tangkap tangan pada 5 Desember 2020 dini hari di beberapa tempat di Jakarta. Tim penindakan KPK mengamankan uang dengan jumlah sekitar Rp 14,5 miliar dalam berbagai pecahan mata uang yaitu sekitar Rp 11, 9 miliar, sekitar USD 171,085 (setara Rp 2,420 miliar) dan sekitar SGF 23 ribu (setara Rp 243 juta). []


Menteri Sosial Juliari Batubara/Net


Jakarta, SNC – Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Hukum Ikhsan Abdullah mendukung wacana penerapan hukuman mati setelah Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara menjadi tersangka korupsi bansos Covid-19.


Ikhsan menilai tindakan Juliari sebagai kejahatan kemanusiaan. Sebab dana yang dikorupsi seharusnya dipergunakan untuk membantu bangsa Indonesia yang sedang kesulitan.


"Ya (mendukung hukuman mati) agar terjadi efek jera," kata Ikhsan kepada CNNIndonesia.com, Minggu (6/12).


"Mensos Juliari Batubara bisa diancam hukuman mati karena melakukan korupsi di saat negara dalam bahaya pandemi Covid-19," imbuhnya.


Di saat yang sama, ia mengapresiasi kerja KPK di tengah pandemi. Menurut Ikhsan, lembaga antirasuah itu telah berani menegakkan hukum bagi orang-orang yang menyalahgunakan wewenang.


Ia juga mengapresiasi keberanian KPK dalam menindak sejumlah pejabat pemerintahan. Ikhsan berkata ini bukti keseriusan penerintah dalam melawan korupsi.


"Ini sekaligus menunjukan komitmen pemerintahan presiden Jokowi dan KH Ma'ruf Amin dalam pemberantasan korupsi yang tidak pandang bulu," ujar Ikhsan.


Sebelumnya, Penetapan itu merupaka tindak lanjut dari operasi tangkap tangan yang menjaring pejabat Kemensos.


Politikus PDIP diduga menerima Rp17 miliar dalam korupsi itu. Juliari disebut mendapat fee Rp10 ribu setiap paket bansos di tengah pandemi.[]


Jadi Tersangka Kasus Bansos Corona, Harta Mensos Juliari Tembus Rp 47 M


Jakarta, SNC – Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara ditetapkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka kasus suap bantuan sosial Covid-19 karena Menteri Sosial Juliari diduga menerima suap senilai Rp. 17 miliar.


Memang sejumlah program bansos Kemensos masuk dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN). Dari total anggaran PEN Rp 204,95 triliun TA 2020, lebih dari separuhnya berada di Kemensos yakni mencapai sekitar Rp 127,2 triliun.


Kemudian Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemberian bantuan sosial itu dilakukan untuk menyelamatkan golongan menengah ke bawah negeri ini dari jurang kemiskinan.


Total dana yang dipercayakan ke Kementerian sosial itu dibagi-bagi ke dalam 6 program bansos. Keenam progam bansos itu meliputi Program Keluarga Harapan (PKH) dengan total anggaran Rp 36,713 triliun, program kartu sembako/BPNT sebesar Rp 42,59 triliun, program bansos sembako Jabodetabek senilai Rp 6,49 triliun.


Selanjutnya, ada program bansos tunai non Jabodetabek sebesar Rp 32,4 triliun, program beras bagi Kelompok Penerima Manfaat (KPM) PKH dan Bansos tunai bagi KPM program kartu sembako/BPNT Non PKH masing-masing sekitar Rp 4,5 triliun.


Sri Mulyani menjelaskan hingga 24 November realisasi anggaran perlinsos sudah mendekati angka Rp 233,69 triliun dari 12 program yang dibuat pemerintah, rinciannya adalah PKH dan Bantuan Beras PKH senilai Rp 41,97 triliun, Sembako dan Bantuan Tunai Sembako Rp 47,09 triliun, Bansos Jabodetabek Rp 7,10 triliun, Bansos non Jabodetabek Rp 33,10 triliun.


"Ini bantuan yang luar biasa yang diberikan pemerintah agar masyarakat mampu hadapi, tidak hanya bertahan dan dia diharapkan mampu kembali lagi menguat," katanya, dilansir Suara.com, Minggu (6/12/2020).


Mensos Tersangka

Dalam perkara ini, KPK menetapkan Juliari Batubara sebagai tersangka karena diduga menerima suap senilai sekitar Rp 17 miliar dari rekanan pengadaan bansos Covid-19 di wilayah Jabodetabek.


Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan perkara tersebut diawali adanya pengadaan bansos penanganan Covid-19 berupa paket sembako di Kementerian Sosial RI tahun 2020 dengan nilai sekitar Rp 5,9 triliun dengan total 272 kontrak pengadaan dan dilaksanakan dengan dua periode.


"JPB (Juliari P Batubara)selaku Menteri Sosial menunjuk MJS (Matheus Joko Santoso) dan AW (Adi Wahyono) sebagai Pejabat Pembuat Komitmen) dalam pelaksanaan proyek tersebut dengan cara penunjukkan langsung para rekanan," ungkap Firli.


Diduga disepakati adanya "fee" dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial melalui MJS.


"Untuk "fee" tiap paket bansos di sepakati oleh MJS dan AW sebesar Rp 10 ribu per paket sembako dari nilai Rp 300 ribu per paket bansos," tambah Firli.


Selanjutnya Matheus dan Adi pada Mei sampai dengan November 2020 membuat kontrak pekerjaan dengan beberapa suplier sebagai rekanan yang diantaranya Ardian IM, Harry Sidabuke dan juga PT Rajawali Parama Indonesia (RPI) yang diduga milik Matheus.


"Penunjukan PT RPI sebagai salah satu rekanan tersebut diduga diketahui JPB dan disetujui oleh AW," ungkap Firli.


Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama diduga diterima "fee" Rp 12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh Matheus kepada Juliari Batubara melalui Adi dengan nilai sekitar Rp 8,2 miliar.


"Pemberian uang tersebut selanjutnya dikelola oleh EK (Eko) dan SH (Shelvy N) selaku orang kepercayaan Juliari untuk digunakan membayar berbagai keperluan pribadi JPB (Juliari Peter Batubara)," lanjut Firli.


Untuk periode kedua pelaksanaan paket Bansos sembako, terkumpul uang "fee" dari bulan Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekitar Rp 8,8 miliar yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan Juliari.


Dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Sabtu, 5 Desember di beberapa tempat di Jakarta, petugas KPK mengamankan uang dengan jumlah sekitar Rp 14,5 miliar dalam berbagai pecahan mata uang yaitu sekitar Rp 11, 9 miliar, sekitar 171,085 dolar AS (setara Rp 2,420 miliar) dan sekitar 23.000 dolar Singapura (setara Rp 243 juta).


Terancam Hukuman Mati

Firli sebelumnya memberikan ultimatum kepada pejabat yang nekat melakukan korupsi dana bansos Corona. Bahkan, KPK siap memberikan hukuman mati kepada para pejabat negara yang menyelewengkan dana saat masyarakat sedang kesusahan akibat pandemi Corona.


Untuk menjerat koruptor dana bansos Corona dengan hukuman mati, KPK akan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Merujuk pada pasal 2 tantang penindakan.


Yaitu barang siapa yang telah melakukan perbuatan dengan sengaja memperkaya diri atau orang lain dengan melawan hukum sehingga mengakibatkan kerugian negara.


Firli mengatakan dalam UU itu memang ada hukuman mati. KPK akan bekerja berdasarkan keterangan saksi dan bukti, terkait korupsi Bansos ini, "Memang ada ancaman hukum mati," kata Firli.


Dia juga mengaku bahwa pandemi Covid-19 dinyatakan pemerintah sebagai bencana non alam. Sehingga KPK tidak akan berhenti pada kasus korupsinya.


"Kita masih akan terus bekerja terkait dengan bagaimana mekanisme pengadaan barang jasa untuk bantuan sosial di dalam pandemi Covid-19. Kita akan bekerja berdasarkan keterangan saksi dan bukti apakah bisa masuk ke dalam pasal 2 UU 31 Tahun 1999," ujar Firli. (sanca)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.