Latest Post

Jadi Tersangka Kasus Bansos Corona, Harta Mensos Juliari Tembus Rp 47 M




Jakarta, SNC – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Menteri Sosial Juliari Peter Batubara pada Minggu (6/12) dini hari dan Juliari ditetapkan sebagai tersangka korupsi dalam program bantuan sosial penanganan virus corona (covid-19).

Merujuk pada situs e-LHKPN, Juliari sebagai Menteri Sosial memiliki harta mencapai Rp47,18 miliar. Dia tercatat memiliki utang sebesar Rp17,58 miliar. Juliari juga melaporkan kepemilikan aset terbanyak berupa tanah dan bangunan sebesar Rp48,11 miliar. Tanah dan bangunan itu tersebar di beberapa wilayah di Jakarta, Badung, Bogor hingga Simalungun.

Sebagai pejabat publik, Juliari diwajibkan untuk melaporkan hartanya melalui Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke KPK. Dilansir dari situs resmi LHKPN KPK, terakhir Juliari melaporkan kekayaan pada 30 April 2020.

Selain memiliki total kekayaan Rp. 47.188.658.147 dan Juliari pun tercatat memiliki satu unit mobil land rover senilai Rp618 juta. Selain itu, harta bergerak tercatat mencapai Rp1,16 miliar, serta surat berharga senilai Rp4,6 miliar, dan uang tunai sebesar Rp10,21 miliar.

Seperti yang diketahui, Juliari ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan empat orang lain, "KPK menetapkan 5 (lima) orang tersangka, sebagai penerima JPB (Juliari P. Batubara), MJS, AW. Sebagai pemberi AIM, HS," ujar Firli, Minggu (6/12) dini hari.

Empat tersangka lainnya dalam kasus ini antara lain, pejabat pembuat komitmen di Kementerian Sosial (Kemensos) Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono, serta Ardian I M dan Harry Sidabuke selaku pihak swasta.

Kasus dugaan korupsi ini terbongkar lewat operasi tangkap tangan (OTT) terhadap enam orang. Mereka yang diamankan antara lain Matheus, Direktur PT Tiga Pilar Agro Utama Wan Guntar, Ardian, Harry, dan Sanjaya pihak swasta, serta Sekretaris di Kemenso Shelvy N.

Dalam operasi senyap tersebut, tim penindakan KPK turut mengamankan uang sekitar Rp14,5 miliar yang terdiri dari pecahan rupiah, dolar Amerika Serikat, dan dolar Singapura. Uang disimpan di dalam 7 koper, 3 tas ransel dan amplop kecil yang disiapkan Ardian dan Harry.

Firli menyebut telah disepakati fee sebesar Rp10 ribu per paket bansos yang diduga diterima Juliari. Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama diduga diterima fee Rp12 miliar yang diberikan secara tunai oleh Matheus kepada Juliari melalui Adi dengan nilai sekitar Rp8,2 miliar.

Uang tersebut selanjutnya dikelola oleh Eko dan Shelvy selaku orang kepercayaan Juliari untuk digunakan membayar berbagai keperluan pribadi politikus PDIP tersebut.

Untuk periode kedua pelaksanaan paket bansos sembako, terkumpul uang fee dari bulan Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekitar Rp8,8 miliar yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan Juliari.

Selaku penerima, Juliari dijerat Pasal Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara Adi dan Matheus dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf (i) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan selaku pemberi, Ardian dan Harry dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (sanca)



Sumber: Cnnindonesia.com

Jokowi Satu-satunya Presiden yang Anak-Mantunya Ikut Pilkada


Jakarta, SNC - Pilkada Serentak 2020 terus dikaitkan dengan upaya Presiden Joko Widodo dalam membangun dinasti politik. Dimana di ajang ini putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka dan menantunya, Bobby Nasution, juga memanfaatkan kesempatan tersebut untuk bertanding.

 

Politisi Partai Demokrat Rachland Nashidik bahkan menyebut Jokowi adalah satu-satunya presiden yang mengajak anak dan menantunya untuk maju dalam Pilkada meski masih menjabat presiden.


“Sepanjang Republik Indonesia berdiri hingga hari ini, adalah Jokowi satu-satunya Presiden yang anak dan menantunya ikut pilkada, selagi ia berkuasa,” tegasnya dalam akun Twitter pribadi, dilansir Gelora.co, Jumat (4/12).


Rachland menjelaskan bahwa Gibran dan Bobby memang memiliki hak untuk dipilih dan memilih sebagai seorang warga negara. Namun demikian, dia mengingatkan bahwa hak bersifat fakultatif. Artinya bisa digunakan atau tidak bergantung pada pemiliknya.


Dalam kasus ini, Rachlan menilai seharusnya Gibran dan Bobby menunda menggunakan hak untuk dipilih dalam pemilu. Setidaknya menunggu hingga Jokowi selesai masa tugas demi menghindari penyalahgunaan wewenang


“Tapi menunda sampai bapaknya purna jabatan adalah etis. Agar kemungkinan penyalahgunaan kuasa dicegah, demi pemilu jurdil,” demikian Rachland. [*]


Djoko Tjandra dituntut 2 tahun penjara dalam kasus surat jalan palsu




Jakarta, SNC - Terdakwa kasus surat jalan dan dokumen palsu Djoko Tjandra yang telah menjadi buron selama 11 tahun, kini telah divonis dua tahun penjara. Ia menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada Jumat, 4 Desember 2020.

Dalam persidangan, jaksa penuntut umum (JPU) menilai hal-hal yang meringankan dan memberatkan dalam vonis 2 tahun penjara. Pihaknya memberikan kelegaan karena Djoko Tjandra sudah berusia lanjut.

"Hal yang meringankan terdakwa telah berusia lanjut," tukas Jaksa Yeni Trimulyani, dikutip dari situs PMJ News.

Sementara hal yang memberatkan yakni, terdakwa berbelit-belit dan tidak berterus terang dalam memberikan keterangan.

Djoko Tjandra terbukti melakukan tindak pidana menyuruh pemalsuan surat berlanjut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam 263 ayat 1 KUHP Jo pasal 56 ayat 1 ke 1 jo 64 ayat 1 KUHP.

"Menjatuhkan hukuman pidana hukum kepada Djoko Soegiarto Tjandra alias Djoko Soegiarto alias Joecan bin Tjandra Kusuma dengan pidana dua tahun penjara," ungkapnya.

Warganet lalu membandingkan hukuman Djoko Tjandar dengan Ustadz Abu Bakar Baasyir yang sudah lanjut usia dan sakit-sakitan.

Seperti diketahui, Djoko Tjandra dinilai bersalah karena menginisiasi pembuatan surat jalan hingga surat keterangan bebas Covid-19 palsu.

Hal itu dilakukan Djoko Tjandra dengan menyuruh Anita Kolopaking menghubungi Brigjen Prasetijo dan dengan adanya surat jalan tersebut, Djoko Tjandra bisa bebas melakukan perjalanan masuk dan keluar dari taah air. (gelora)



 


Akun twitter @victoriayovita menceritakan pengalaman korban dengan oknum polisi (twitter.com/victoriayovita)



Jakarta, SNC – Sebuah utasan di akun Twitter @victoriayovita pun dibanjiri komentar dari netizen. Bagaimana tidak, di utas Victoria memperlihatkan akun pengirim itu bahwa polisi meminta uang untuk bisa mengusut kasus tersebut.

Victoria menjelaskan bahwa utasan itu hanya titipan pengirim yang menceritakan pengalaman tak mengenakkannya.

Cerita pertama cuitan di akun @victoriayovita mengisahkan tetangga dari pengirim yang hampir diperkosa oleh teman kakak laki-lakinya.

Peristiwa itu diketahui oleh warga sekitar. Warga pun mendorong agar bapak dari korban melaporkan kasus ini ke polisi. Namun,  bukannya menangkap pelaku, polisi ini malah meminta korban menyiapkan uang 12 juta.

"Apa bener kalau mau menjarain orang harus kita yang bayar?," tanya pengirim dalam pesan itu seperti dikutip Suara.com pada Sabtu (5/12/2020).

Salah satu screenshot curhatan korban (twitter.com/victoriayovita)



Diketahui dalam utas di akun @victoriayovita, kasus ini tidak ditindaklanjuti oleh korban karena pihaknya tak mampu menyiapkan uang sebanyak itu. Alhasil, hanya diselesaikan dengan pelaku memberikan uang kepada korban.


Tak hanya curhatan dari satu pengirim, akun @victoriayovita juga membagikan cerita penyintas lainnya.

"Kak sumpah ini lagi dialamin di daerah aku. Nah, kasusnya itu pelecehan seksual ke anak dibawah umur. Kasusnya sudah terjadi dua bulan yang lalu, cuman kemarin baru aja pelaku ditangkap polisi," jelas pengirim lainnya.

"Cuman tadi ada berita lagi kalau ternyata si pelaku nggak jadi di penjara, cuman sebatas tahanan kota dengan alasan barang bukti kurang kuat dan penjara penuh karena covid," lanjut ceritanya.

Selain cerita korban pelecehan seksual, utasan di akun @victoriayovita juga menunjukkan beberapa kasus lainnya yang ditangani oleh polisi.

Pemilik akun @victoriayovita merasa takut karena membagikan cerita-cerita tentang penanganan yang kurang dari pihak berwajib.

Unggahan Victoria pun memicu warganet untuk membagikan pengalaman tak menyenangkan lainnya dengan oknum polisi.

"Gue pernah kejambret malam-malam pas masih kuliah, terus pas bikin surat kehilangan di Polsek diminta 'uang administrasi seikhlasnya'. Gue bilang aja dompet saya hilang pak, ini aja mau makan besok bingung bayarnya. Akhirnya isilopnya ngalah," curhat akun @bern***.

"Aku bingung banget kenapa sih segalanya harus pakai uang? Oh ya mau sekalian nanya. Kok di dalam sel boleh megang handphone ya? Terus kenapa di dalam sel itu harus bayar uang makan dan tidur (kamar) perminggu? Kok kayak lagi asrama pesantren ya? Apa memang gitu? Sorry gue nggak tahu," tanya akun @lamnot***.

"Dari pengalaman orang terdekat yang pernah masuk sel. Iya emang bayar gitu buat tidur sama makan. Katanya kalau nggka dikirim atau dibayar gitu ya nggak bakal makann. Tidur pun kayak beda tempat gitu. Aneh sih memang," jelas akun @nunw***.

"Pelecehan seksual memang kendalanya selalu dibukti dan pembuktian. Mungkin si anak bisa dibawa ke lembaga perlindungan perempuan dan anak seperti WCC (Woman Crisis Centre) di daerah masing-masing biar mendapat bantuan, baik disisi psikologis atau hukum jangan khawatir soal biaya," ungkap akun @sgrbby***.

Tapi, ada juga warganet yang menjelaskan bahwa tak semua polisi bertindak seperti itu, hanya beberapa oknum saja.

"Menurutku tergantung polisinya masing-masing. Masih ada kok yang beneran mau bantuin tanpa embel-embel duit," komentar akun @Cinn***.

"Kalau gue malah kebalikannya. Dulu pas SMA pulang sekolah ditodong sama orang mabok. Pas lapor polisi, polisinya bilang 'uangnya berapa yang di ambil? Bapak ganti aja'," cerita akun @ydhstrws.
Selain cerita korban pelecehan seksual, utasan di akun @victoriayovita juga menunjukkan beberapa kasus lainnya yang ditangani oleh polisi.

Pemilik akun @victoriayovita merasa takut karena membagikan cerita-cerita tentang penanganan yang kurang dari pihak berwajib.

Unggahan Victoria pun memicu warganet untuk membagikan pengalaman tak menyenangkan lainnya dengan oknum polisi.

"Gue pernah kejambret malam-malam pas masih kuliah, terus pas bikin surat kehilangan di Polsek diminta 'uang administrasi seikhlasnya'. Gue bilang aja dompet saya hilang pak, ini aja mau makan besok bingung bayarnya. Akhirnya isilopnya ngalah," curhat akun @bern***.

"Aku bingung banget kenapa sih segalanya harus pakai uang? Oh ya mau sekalian nanya. Kok di dalam sel boleh megang handphone ya? Terus kenapa di dalam sel itu harus bayar uang makan dan tidur (kamar) perminggu? Kok kayak lagi asrama pesantren ya? Apa memang gitu? Sorry gue nggak tahu," tanya akun @lamnot***.

"Dari pengalaman orang terdekat yang pernah masuk sel. Iya emang bayar gitu buat tidur sama makan. Katanya kalau nggka dikirim atau dibayar gitu ya nggak bakal makann. Tidur pun kayak beda tempat gitu. Aneh sih memang," jelas akun @nunw***.

"Pelecehan seksual memang kendalanya selalu dibukti dan pembuktian. Mungkin si anak bisa dibawa ke lembaga perlindungan perempuan dan anak seperti WCC (Woman Crisis Centre) di daerah masing-masing biar mendapat bantuan, baik disisi psikologis atau hukum jangan khawatir soal biaya," ungkap akun @sgrbby***.


Tapi, ada juga warganet yang menjelaskan bahwa tak semua polisi bertindak seperti itu, hanya beberapa oknum saja.

"Menurutku tergantung polisinya masing-masing. Masih ada kok yang beneran mau bantuin tanpa embel-embel duit," komentar akun @Cinn***.


"Kalau gue malah kebalikannya. Dulu pas SMA pulang sekolah ditodong sama orang mabok. Pas lapor polisi, polisinya bilang 'uangnya berapa yang di ambil? Bapak ganti aja'," cerita akun @ydhstrws.(sanca)

Massa Pendukung Habib Rizieq di Bandara Soekarno Hatta/Net



Jakarta, SNC – Persaudaraan Alumni (PA) 212 menanggapi pertanyaan Polda Metro Jaya yang akan menindak tegas massa yang akan mengawal pemeriksaan, Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab pada Senin, 7 Desember 2020.


Menurut Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PA 212 Novel Bamukmin, tidak ada penjara yang bisa menampung pendukung Habib Rizieq, jika polisi menangkap pendukung yang menolak bubar.

Massa Pendukung Habib Rizieq Baca Selawat Nabi di Bandara Soekarno Hatta/Net



"Kalau memang pihak kepolisian mau menangkap pencinta IB HRS, saya rasa penjara dimanapun tidak akan bisa menampung," ujar Novel saat dikonfirmasi Okezone, Jakarta, Sabtu (5/12/2020).


Sementara itu, ia mengklaim pihaknya tidak pernah mengundang ataupun menyerukan siapapun untuk hadir mengawal Habib Rizieq jika hadir dalam pemeriksaan pada 7 Desember 2020, "Kami memang tidak pernah mengundang massa," ucapnya.

Foto: Laskar FPI


Sebelumnya, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan, bila memang Habib Rizieq mau memenuhi panggilan kepolisian maka lebih baik datang dengan tidak membawa massa. Alangkah bijaknya cukup datang bersama tim kuasa hukum.


“Kami imbau kepada mereka semuanya untuk tidak usah mengantar dan cukup dengan pengacara saja. Tapi, kalau masih dipaksakan Polda Metro Jaya dalam hal ini kepolisian akan menindak tegas dan membubarkan. Intinya kita akan bubarkan dan akan tindak tegas dengan melakukan penangkapan sesuai aturan jika tetap memaksa membawa massa,” ucapnya.[]


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.